Ratu masih mencoba untuk berpikir positif, tentang calon suaminya yang kemungkinan gay. Bagaimana tidak ia berpikir demikian, setiap kali dirinya mencoba untuk mendekati laki-laki itu seperti jijik, bahkan hanya sekedar sentuhan biasa Revan tidak mau sama sekali.
Apalagi mengetahui fakta Revan belum pernah pacaran sama sekali, semakin membuatnya curiga kalau Revan mempunyai kelainan seksual.
"Kira-kira menurut kalian apa yang membuat seseorang tidak mau pacaran? Terutama laki-laki?" tanya Ratu yang kini sudah berada di kantin bersama dengan teman-temannya.
"Kalau menurutku sih mungkin karena ada trauma tersendiri, sehingga membuat seseorang tersebut tidak berminat untuk menjalin hubungan, biasanya seperti itu," ujar Naila.
"Atau mungkin memang belum ada seseorang yang pas dan cocok di hati, makanya orang tersebut tidak mau pacaran," sahut Andin.
"Memangnya siapa yang tidak mau pacaran? Bukannya mantan kamu udah banyak, ya? Jadi tidak mungkin yang kamu maksud itu adalah dirimu sendiri?" sindir Naila membuat Andin yang mendengarnya tertawa.
"Itu memang benar, tidak mungkin yang dimaksud adalah Ratu. Dia saja gebetannya bertebaran di mana-mana haha," ledek Andin.
"Padahal aku tidak punya gebetan sama sekali sekarang, bisa-bisanya kalian menuduhku seperti itu? Padahal aku ini wanita baik-baik, wanita yang polos, wanita yang mandiri, dan juga cantik." Perkataan Ratu membuat teman-temannya mual.
"Tapi serius nih nanya, itu yang kamu maksud siapa memangnya? Masih ada hari gini laki-laki yang tidak mau pacaran?" tanya Naila.
"Ada seorang temanku dia anti banget kayaknya sama cewek, bahkan aku sentuh sedikit saja dia tidak mau. Kata mamanya juga dia belum pernah berpacaran, memang banyak yang naksir sama dia tapi tidak ada satupun yang berhasil mendapatkan hati laki-laki itu. Maka dari itu aku sedikitpun melakukan orientasinya," terang Ratu membuat teman-temannya mengerutkan keningnya.
"Maksudnya meragukan orientasi apa?" tanya Andin.
"Ya sekarang coba kalian pikir deh, biasanya laki-laki kalau di dekati wanita dia pasti akan senang, malah suka cari-cari kesempatan supaya lebih dekat dan menempatkan lebih, tapi temanku itu sangat berbeda makanya kenapa aku curiga dengan orientasinya," ujar Ratu.
"Ya kamu tidak bisa meragukannya atau mengambil kesimpulan begitu saya, selagi kamu belum mempunyai bukti yang kuat jangan menuduh yang macam-macam, takutnya kalau nanti orang itu mendengarnya bisa sakit hati," tegur Andin.
"Kenapa harus sakit hati, kalau memang dia tidak merasa seperti yang aku tuduhkan?" heran Ratu.
"Tapi benar juga apa yang dikatakan Andin, pokoknya jangan berkata yang tidak-tidak sebelum kamu punya bukti, jangan membuat orang lain sakit hati dengan lisan kita. Kalaupun seandainya kamu mempunyai bukti yang mengarah ke sana, jangan sampai dipublikasikan ke khayalak ramai. Bukan hanya malu yang didapatnya, tapi bisa juga berakibat bingung dengan mentalnya," nasihat Naila.
"Kenapa aku harus peduli dengan mentalnya? Orang-orang seperti itu memang patut untuk dikasih pelajaran, supaya meninggalkan dunia seperti itu," protes Ratu.
"Ya tapi tidak dengan cara seperti itu, masih ada cara yang lebih halus untuk menasihati mereka. Tapi kalau kitanya tidak punya wewenang untuk menasehati, seperti contoh kalau kamu bukan salah satu anggota keluarganya, jangan menjadi guru untuk orang lain." Naila menekankan pada setiap kalimatnya, supaya sahabatnya tidak ngeyel dan memahami setiap kalimatnya.
"Ini tumben banget kita bahas soal orientasi seksual? Biasanya pembicaraan kita selalu tidak bermutu dan tidak berbobot, baru kali ini lumayan serius," ujar Andin membuat yang lain terkekeh.
"Yaudah lah ya, aku juga belum punya bukti apapun juga tentangnya. Tapi aku tidak akan diam saja, kalau sampai benar temanku itu belok kanan dan belok kiri." Ratu berjanji pada dirinya sendiri, bahwa sebelum pernikahan mereka berlangsung dirinya harus bisa membuktikan, bahwa calon suaminya tidak belok ke mana-mana.
Revan siap-siap pergi ke kantor setelah menyelesaikan sarapannya, hari ini dirinya bangun lumayan terlambat hingga membuat semuanya serba terburu-buru.
"Revan, nanti siang kamu anterin mama, bisa?" pinta Jessica.
"Memangnya mau pergi ke mana?" tanya Revan.
"Anterin mama pergi ke rumah calon istri kamu, karena ada yang perlu dibahas dengan calon mertua kamu," ujar Jessica.
"Tidak mau diantar sama aku saja?" celetuk Kevin.
"Memangnya kamu tidak sibuk di kantor? Aku tidak mau yang kalau sampai diantar kamu, terus nanti di sana kamu ngajakin aku buru-buru pulang. Aku ingin punya waktu yang santai di sana, sedangkan aku tahu kamu suka sekali pergi ke sana ke mari untuk keperluan kerjaan. Jadi lebih baik aku diantar sama Revan saja," terang Jessica membuat sang suami terkekeh.
"Memang benar sih aku ada meeting nanti siang sampai sore, ya sudah nanti titip salam saja untuk mereka." Kevin memang jarang sekali berkunjung ke rumah calon biasanya, yang lebih sering pasti istrinya bahkan bisa dibilang istrinya yang mengurus semuanya.
"Bisa kan, sayang? Nanti siang kamu tidak perlu kembali ke kantor, tapi pagi ini saja kamu berangkat ke kantornya," ujar Jessica membuat Revan berpikir sejenak.
"Kalau sampai aku bertemu dengannya lagi, pasti dia akan menuduhku yang macam-macam seperti waktu itu," batin Revan.
"Kenapa kamu diam saja? Apa kamu keberatan mengantar, Mama? Yasudah kalau kamu tidak mau, biar kakak kamu saja yang mengantarkan mama," ujar Jessica membuat Reyno mengerucutkan bibirnya.
"Kenapa harus aku yang nganterin, sih? Aku malas pergi ke sana?" keluh Reyno.
"Kamu cuma di suruh mengantar saja tidak mau? Bisanya cuma bikin masalah saja, sekarang papa tanya, apa kamu sudah minta maaf sama Revan soal kejadian kemarin?" tegur Kevin membuat Reyno menggelengkan kepalanya.
"Tuh padahal kita sudah membahas masalah ini kemarin, tapi kenapa kamu belum juga minta maaf sama adik kamu? Apa kamu tidak merasa bersalah sama sekali dengannya? Kamu sudah mengorbankan dia, hingga membuat Revan yang tidak tahu apapun harus menerima caci maki dari pacar pacar kamu itu. Sekarang kamu harus minta maaf!" Kevin menyuruh anak sulungnya untuk mengakui kesalahannya.
"Maaf."
"Hanya seperti itu kamu meminta maaf? Belajarlah meminta maaf dengan tulus, karena kamu bukan sekali dua kali bikin masalah terus ujung-ujungnya adik kamu yang menjadi korbannya," omel Kevin membuat Reyno sangat kesal karena merasa disudutkan.
"Tadi kan aku sudah berkata maaf, lalu apalagi yang kurang? Apa kalian maunya aku bersujud di hadapan Revan dan meminta maaf? Jangan harap aku akan melakukan hal itu." Reyno yang sudah sangat emosi memilih untuk pergi dari meja makan.
"REYNO! KALAU KELAKUAN KAMU TIDAK BISA BERUBAH, KAMU AKAN PAPA KIRIM KE PESANTREN. KAMU INGAT ITU BAIK-BAIK," teriak sang papa.
"Sabar pa, jangan teriak-teriak seperti itu. Aku tidak mau kalau sampai nanti kamu kena serangan jantung, gara-gara sering marah-marah," tegur Jessica.
JANGAN LUPA TINGGALKAN
VOTE DAN COMENT NYA YAAA
TERIMAKASIH!!