Avilas termenung menatap seonggok surat yang enggan Nathan bawa kembali. Putri tunggalnya, Sheryl Shevasha Gasendra berjalan mendekatinya.
"Sudah dari mengambil keputusan, Dad?" tanya Sheryl dengan nada sedalam samudera, tak dapat dimengerti makna dan ditebak arti sebenarnya.
Avilas menatap putri semata wayangnya dengan tatapan terluka, ini bukan pertama kalinya ia berada di posisi yang sulit, tapi kali ini adalah pertaruhan untuk masa depan yayasan yang ia miliki juga.
Avilas meraih amplop tersebut dan menyobeknya menjadi serpihan-serpihan kecil, membuangnya asal, dan kertas-kertas itu mendarat di atas karpet mahal yang melapisi lantai ruang kepala sekolah.
"Aku harus memilih salah satu, dan itu pilihan yang sulit," keluh Avilas.
Sheryl mengangguk mengerti, mengamati bagaimana Nathan yang kekeuh mengeluarkan Zeana dari sekolah ini sudah menjelaskan bahwa Nathan tak bermain-main.
