Malam itu sedingin gunung es. Di kuburan, hanya lampu jalan redup yang bersinar bersamaan dengan udara dingin.
Suasananya benar-benar tenang di sekitar, hanya ada angin yang berhembus.
Di batu nisan, foto hitam-putih Novan terpaku di sana selamanya. Meski waktu berlalu, wajahnya tidak akan pernah menua lagi.
Vanny, dengan seikat bunga di tangannya, perlahan membungkuk dan meletakkannya di depan makamnya.
"Aku datang untuk menemuimu!"
Dia berbisik dan membelai fotonya dengan jari-jarinya, seolah-olah dia benar-benar membelai pipinya.
"Hei, apakah kamu masih mencintaiku?"
Dia bertanya dengan sedih, dan satu-satunya jawaban adalah rengekan angin.
Natalie berdiri jauh, terdiam.
Setiap orang yang ditinggalkan memiliki kuburan di hatinya, terpaku di hati untuk selamanya.
Setelah waktu yang lama, Vanny berbalik dan menatap Natalie. "Ayo pergi!"
Natalie mengangguk dan keluar berdampingan dengan Vanny.