Chereads / Cinta Untuk Pria Idaman / Chapter 3 - Siapakah Dia?

Chapter 3 - Siapakah Dia?

"Gak usah, aku gak mau makan," tolak ku.

"Kenapa?"

"Gak laper," jawab ku dingin.

"Mana mungkin gak laper kalo belum makan dari kemarin."

"Mungkin. Buktinya sekarang aku gak laper."

Nanta tak menanggapi lagi ucapan ku. Dia membuka sterofoam tempat bubur itu. Aroma wangi bubur favorit ku itu mulai menyeruak menyerbu indra penciuman ku.

"Yakin gak mau?" tanya nya.

"Yakin!"

Nanta berlagak mencium aroma wangi bubur itu penuh kenikmatan. "Humm wangi banget, bikin ngiler. Ini kayak nya lebih enak dari biasanya deh. Wangi nya lebih menggoda, pasti bumbu nya lebih spesial dari biasanya. Ayam suwir nya, kecap nya, kerupuk nya, bawang goreng nya, dan kacang nya pasti bikin bubur ini makin nikmat. Apalagi kalau yang beli nya abang ganteng kayak aku." Nanta menatapku sembari menaik turunkan alisnya, terlihat sangat menyebalkan bagiku saat dia sok kegantengan seperti itu.

"Agra jauh lebih ganteng dari kamu!" ketus ku.

"Yaelah bahas cowok halu lagi. Ini cowok ganteng didepan kamu ini gak kalah ganteng dari si Agra Agra itu. Kamu mah ngeliat dia cuma dari foto sama video, kalau ngeliat aku kan secara langsung.

Aku memutar bola mata malas. Suka sekali orang ini sok kegantengan.

"Yakin nih gak mau makan bubur nya? Kalau gak mau, biar aku yang makan. Kamu liatin aja ya, awas ngiler."

Nanta menyendok bubur itu dan bersiap menyuapkan ke mulut nya. Asli, ada perasaan tidak ikhlas di hati ku kalau sampai bubur itu habis di lahap oleh nya.

"Jangan dimakan! Kan buat aku, masa habis ngasih diambil lagi!"

Sontak Nanta tertawa. "Hahaha ... tuh kan ngiler."

"Enggak. Aku cuma ..."

"Cuma apa?"

"Cuma ..." Aku bingung mau menjawab apa.

Nyam!

Tiba-tiba saja Nanta menyuapi sesendok bubur itu disaat aku tengah sedikit menganga menyebut kata 'cuma'.

"Enak 'kan?"

Aku tak dapat berbohong. Bubur ini sangat enak, mirip buatan Mama. Tanpa terasa, air mata ku kembali terbendung karena teringat pada Mama.

"Loh kok malah nangis?"

"Bubur ini mirip buatan Mama..," lirih ku menyeka air di sudut mata ku.

"Ayolah Sha, jangan sedih terus. Aku gak enak liat nya."

"Kenapa? Aku jelek ya kalau nangis? Iya 'kan? Jelek 'kan?"

"Astagfirullah ... aku gak bilang gitu. Maksud aku, aku gak suka liat kamu sedih terus, gak ceria kayak biasa nya. Aku tau banget kalau Risha Alamea itu cewek yang kuat."

Aku masih sedikit sesenggukan. Kalimat dari Nanta cukup membantu menenangkan ku.

"Dasar cewek. Kalimat sederhana dimaknai lain dan berlebihan," lanjut nya bergumam pelan, tapi aku masih dapat mendengar nya.

"Apa kamu bilang?!" Aku melotot tajam kearah nya.

"Ehh enggak-enggak. Jangan marah. Maaf," ucap nya sembari nyengir menggaruk tengkuk nya

Aku menghela napas. Nanta memang selalu menyebalkan sedari dulu.

"Coba deh Sha, kamu liat aku. Bayangin aku ini Agra. Aku nyuapin kamu makan. Rasakan kalau yang nyuapi kamu ini benar-benar Agra. Pasti makan nya lebih nikmat," ujar nya sok ide, tapi sukses membuatku penasaran.

Ku coba menatap nya dengan membayangkan kalau dia adalah Agra, cowok ganteng yang selama ini ku idolakan dari instagram. Aku memang tak pernah bertemu dengan Agra, atau mungkin tidak akan pernah karena dia tinggal di Jakarta sedangkan aku disini. Dilihat dari story nya yang sering nongkrong ke kafe-kafe mewah dan menginap dihotel berkelas menunjukkan kalau dia adalah anak orang kaya, tidak seperti diri ku yang hanya tinggal dirumah sederhana dengan biaya penghidupan yang pas-pas an, ditambah lagi sekarang aku ditinggalkan mama untuk selama nya. Entah bagaimana nasib ku kedepan nya setelah nanti Acil Yati kembali ke Arab Saudi. Kenapa rasa nya miris sekali?

Nanta terus menyuapi ku dengan aku yang juga terus membayangkan kalau dia adalah Agra. Memang benar, rasanya lebih nikmat.

Rasanya Nanta sangat baik kepada ku. Meskipun pria ini seringkali membuat ku kesal dengan tingkah nya, tapi dia bisa dibilang selalu ada disaat aku butuh. Bagaimana aku tidak merasakan jatuh cinta kepada nya? Tapi dia hanya menganggapku sebagai sahabat. Memang benar kata orang, sulit sekali dicari persahaban yang murni hanya sebatas sahabat antara lelaki dan perempuan, karena diam-diam diantara kedua nya pasti menyimpan perasaan lebih satu sama lain, atau paling tidak hanya salah satu nya, seperti posisi ku sekarang.

Seusai aku makan, Nanta menyodorkan sesuatu kepada ku. Itu setangkai bunga mawar yang indah.

"Ini buat kamu," kata nya dengan seulas senyum.

Untuk beberapa saat aku hanya menatap nya sebelum menerima bunga itu. Kalau diperhatikan, kelihatan kalau ini hanya bunga tiruan, bukan bunga asli.

"Sengaja beli yang palsu, biar gak layu kalau di simpen," jelas nya yang mengerti dengan cara ku menatap bunga itu.

"Ini buat aku? Bukan buat Yura?" tanya ku dengan ragu.

Nanta terdiam sesaat sebelum akhirnya menjawab, "Tadinya memang mau ku kasih ke Yura, tapi sahabat ku lebih cocok menerima nya."

Aku terpaku mendengar nya. Bagaimana aku bisa berhenti menyukai mu Nanta? Sedangkan sikap mu sekarang justru membuat ku semakin terbawa perasaan.

Tok tok.

Disaat aku tengah baper dengan sikap Nanta, tiba-tiba saja ada seseorang yang mengetuk pintu rumah yang terbuka itu. Aku belum melihat wajah nya, hanya badan dan telapak tangan nya yang mengetuk pintu yang terlihat, dari situ dapat ku ketahui kalau yang mengetuk itu adalah sosok lelaki.

Bergegas aku menuju pintu yang memang sedari tadi sudah terbuka itu, karena ada Nanta dirumah.

Aku tak mengenali siapa sosok bapak-bapak itu, wajah nya begitu asing, dari gaya berpakaian nya yang menggunakan stelan jas hitam kantor, aku dapat menerka kalau bapak ini adalah kemungkinan seorang pegawai perusahaan atau mungkin pimpinan nya? Entahlah.

"Wa'alaikumussalam." Aku menjawab salam yang sebelum nya diucapkan bapak itu saat mengetuk pintu rumah.

"Ada apa, Pak?" tanya ku ramah.

Dapat ku rasakan ada tatapan yang tak biasa dari cara bapak itu menatapku, dia seperti terharu melihat ku. Memang nya kenapa? batinku heran.

"Apakah Yati nya ada?" tanya nya.

"Ada, Pak. Mari silahkan masuk," ujar ku mempersilahkan. Bapak itu pun duduk tidak terlalu dekat Nanta yang terlihat sungkan.

Aku pun bergegas memanggilkan Acil Yati yang tengah berada di dapur. Acil Yati yang membawa sebuah nampan kecil berisi teh hangat itu keluar bersamaku menuju ruang depan untuk menemui bapak itu. Kami pun juga duduk di sana. Acil Yati menyuguhkan segelas teh itu untuk sang bapak.

Acil Yati dan bapak itu seperti nya sudah saling mengenal.

"Jadi, kedatangan saya kemari adalah ingin menjelaskan sesuatu pada Risha," ujar bapak itu.

Aku tersentak. Bagaimana bisa dia mengenaliku sedang aku tidak mengenali nya?

***

Bersambung