Untuk waktu lama, Asya hanya termenung. Dengan isakan kecil yang masih belum hilang. Maniknya masih berair, sisa sisa tangisannya. Gadis itu hanya menatap layar ponselnya tanpa ekspresi. Seolah memantapkan diri bahwa ia tengah berada dalam kesulitan sekarang. Baik itu Sean ataupun Joan, keduanya adalah hal yang membuat Asya kebingungan sekarang.
Dzrrr! Dzzzrr!
Asya tersentak, ketika ponselnya kembali bergetar. Sekilas, Asya mulai merasa ketakutan dan panik. Namun, ia berusaha untuk bersikap tenang, sebagai tanda bahwa ia sudah berhenti menangis sekarang. Asya mengklik pesan terbaru yang masuk. Gadis itu terhenyak saat membacanya.
Crish :
'Sore. Nona Asyara, ini waktu yang pas untuk bertemu. Aku sudah pulang dari kerja.'
'Karena aku menjadi salah satu panitia lomba, aku bertanggung jawab atas urusan para peserta.'
'Hukuman waktu itu. Saat kau kesiangan. Hukuman masih terus berlanjut sampai aku mencabutnya.'
'Jadi, datanglah ke cafe Ederson. Aku menunggu.'