Farida menutup pintu kamar perlahan setelah dia berhasil menidurkan Habib di dalam sana. Melihat bagaimana luka yang Habib terima setelah pulang dari pemakaman, membuatnya benar-benar merasa sedih.
Kasihan melihat Habib sampai harus babak belur begini, apa lagi dia mendapatkan luka itu karena harus pergi bersama mantan istrinya yang tak lain adalah aku. Dia menaruh kotak obat kembali ke tempatnya lalu pergi ke dapur, dia tahu jam segini aku dan Umar pasti ada di dapur untuk segera menyiapkan makan malam.
Napasnya di tarik dengan kesal, berusaha untuk mengontrol emosi agar tidak meledak, meski dia tetap tidak bisa menutupi emosinya yang ketara dari aura wajah yang tampak berbeda. Kedua alisnya memperlihatkan semua itu, dia jelas-jelas marah padaku.
"Farida, bagaimana keadaan mas Habib? Apa dia sudah makan?" tanyaku ketika melihat Farida berdiri di belakang Umar yang tengah duduk di depan meja pantry.