Jujur aku sangat kesal kepada ayahku, kehidupan yang aku alami sebelumnya kini harus berubah drastis. Teman ayahku yang bernama Wawan sukses menipunya dan semua aset kekayaan kami harus habis.
Tapi untungnya ibuku masih punya rumah yang dulu dia tempati ketika di desa, walaupun malas aku harus ikut kesana. Karena hidup di kota juga kalau gak ada penghasilan sama saja dengan omong kosong.
Aku yang berangkat memakai kendaraan umum sudah sampai di desa ibuku masih pagi, jalanan tanah dan pemandangan asri membuat aku sedikit terkagum.
Sampai akhirnya kami sampai di depan rumah yang akan kami tempati, aku menelan ludah tak kala menatap ke arah rumah tersebut.
Dinding papan dan berupa rumah panggung, belum lagi ada aroma-aroma seperti binatang khas pedesaan yang memang selalu ada.
Saat sedang asyik memandangi rumah yang akan aku tempati, tiba-tiba saja datang dua orang yang tak asing tapi belum familiar.
Rupanya mereka adalah mang Udin dan Bi Juleha, aku lihat bibi Juleha dengan penampilan ala kadarnya dan mang Udin dengan bertelanjang dada saja. Aku cukup minder dengan tubuh mang Udin yang cukup atletis karena pekerjaannya suka mencangkul di sawah.
Tapi kalau urusan bulu aku jelas menang telak, saat itu dia mengangkat tangannya dan mempertontonkan bulu ketiaknya yang basah serta beraroma tidak sedap. Aku tidak ambil pusing dengan aroma dari ketiaknya, karena jujur saja dengan tubuhku yang berbulu dari dada sampai perut serta ketiak, aroma tubuhku lebih menyengat apabila lupa pakai deodoran.
Singkat cerita aku masuk ke rumah yang akan aku tempati, astaga aku langsung merasa tidak betah karena kondisinya yang aku pikir tidak layak pakai. Kamar tanpa pintu dan yang paling buat aku malas adalah kamar mandi yang ada di luar serta tingginya yang hanya sedada orang dewasa.
Aku yang tidak tahu diri lantas berkata kalau aku ingin pergi darisini, ayahku yang lelah langsung naik pitam. Sontak aku kaget dan aku lihat kalau ibuku meneteskan air mata, paling anti rasanya aku melihat ibuku menangis dan aku peluk ibuku serta meminta maaf kepadanya.
Saat malam hari kami makan malam bersama dan lampu yang dibawa ayahku dari kota rupanya menjadi pencahayaan yang paling terang di desa kini aku tinggal.
Tidak seperti biasanya jam 8 malam kami sudah ingin istirahat akibat perjalanan tadi pagi serta beres-beres rumah. Jam 11 malam aku dibangunkan oleh suara yang menurutku tidak asing, suara adegan orang bersetubuh. Dengan segala kekayaan yang aku punya dulu jelas membuat aku gampang membuka akses situs porno, tapi hanya sekedar tahu dan tidak berani lebih jauh.
Aku yang penasaran lantas mengorek koran yang sudah lusuh tepat mengarah ke arah kamar bibi Juleha dan mang Udin, aku bebas dikarenakan ayahku tidur di tengah rumah, dia tidak tega kalau aku tidur kesempitan.
Jantungku berdetak kencang saat menyaksikan adegan yang kali ini aku saksikan secara langsung, mang Udin dan bibi Juleha sedang berhubungan seks dan suaranya hampir terdengar olehku.
Mataku semakin terbelalak karena posisi aku mengintip adalah posisi dimana mang Udin sedang menggenjot vagina bibi Juleha, karena hal itu aku bisa melihat bagaimana penisnya keluar masuk dan itu membuat bibi Juleha semakin mendesah tak karuan.
Penisnya sudah berdiri tegang dan jujur aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, tapi naluri ku menyuruhku untuk mengelus-elus batang kemaluanku secara lembut. Tapi lama kelamaan abukam mengelus tapi kini aku mengocok penisku penuh semangat z karena aku merasakan nikmat lain saat mengocok penisku. Bulu kemaluanku yang entah mengapa terus tumbuh dan panjangnya luar biasa menjadi penambah nafsu.
Aku dengar perbicangan yang mengatakan kalau mereka akan segera keluar, aku tidak tahu dan saat desahan bibi Juleha dan erangan mang Udin cukup keras aku pun mengerang tertahan.
Aku rasakan penisku mengeluarkan cairan putih kental dan sangat banyak, bahkan ada yang terkena bajuku juga. Baunya amis dan aroma pandan sangat menyengat sekali, aku pakai celanaku dan aku tidak peduli dengan lelehan sperma yang menuju area biji peler karena mataku diserang kantuk yang luar biasa.
Pagi harinya aku kaget karena tidak mendapati kalau keluargaku tidak ada, maka aku segera keluar rumah dan disana terlihat bi Juleha sedang menjemur pakaian. Aku basa-basi mengobrol dengannya dan ada saatnya dia mengangkat tangannya serta memperlihatkan ketiaknya yang berbulu, aku sedikit bergidik melihat hal itu karena aku sadar kalau aku juga memiliki bulu yang lebih banyak dibandingkan dia.
Jujur dari semalam seusai masturbasi aku ingin sekali pipis, tapi aku tahan karena malas harus pergi ke belakang. Akhirnya aku bertanya letak kamar mandinya kepada bi Juleha, tentu saja dia mengarahkan dan memberitahu aku dimana kamar mandinya.
Saat aku sampai aku kaget karena kamar mandinya benar-benar membuat aku tidak nyaman, aku dikagetkan dengan bi Juleha yang ingin mandi. Maka dengan cepat aku kencing dan kembali rebahan dikamarku.
Saat menatap langit-langit kamar aku mendengar suara air yang dikucurkan bi Juleha saya mandi, mataku masih terbayang akan bentuk bibir vaginanya semalam.
Hingga saatnya dia masuk dan masuk ke kamarnya, aku buka koran yang aku pakai untuk mengintip semalam. Mataku tidak bisa berbohong kalau saat itu adalah saat dimana aku tak seharusnya menyaksikan ini semua, karena semua bukan tanpa alasan saat di kamarnya bi Juleha kini telanjang bulat.
Gilanya dia mendekati aku yang sedang mengintipnya, rupanya dia hendak mengambil pakaiannya yang kebetulan kemarin bersebelahan dengan dimana aku mengintip.
Sontak saat dia jongkok dengan tepat dan akurat aku bisa melihat vaginanya yang terbuka, seketika itu juga aku mau masturbasi lagi. Tapi kali ini aku tidak membuka celanaku, aku lebih memilih cara simpel dengan memasukkan tanganku ke dalam celana.
Saat asyiknya masturbasi tiba-tiba saja aku dengar suara Ria yang sudah pulang, aku panik bukan main karena aroma sperma semalam saja masih tercium sangat jelas.
Tiba-tiba saja dia masuk ke kamarku dan mengendus-endus hidungnya seolah mencium aroma sesuatu, sampai dia mendekatiku dan aku rasa dia mencium aroma amis dan pandan jelas dari penisku.
Aku menghela nafas karena dia mencium aroma ketek ku yang menurutnya bau, sontak aku berteriak kepada bi Juleha prihal deodoran. Tapi bi Juleha memberi saran kalau uangnya mending dipakai beli beras dibanding beli deodoran, aku pikir iya juga karena kini hidup ku telah berubah drastis.
Hari yang panas membuat aku gerah dan ingin mandi, aku ke belakang dengan dengan percaya diri aku buka baju yang aku pakai. Aku geleng-geleng kepala dengan bulu pada tubuhku, bagaimana tidak bulu dadaku kini telah menyambung dengan bulu ketiak. Kalau basah suka gatal dan cenderung tidak nyaman.
Malam harinya kami makan malam bersama termasuk bi Juleha dan mang Udin yang sengaja datang berkunjung, saat mengobrol tidak tahu apa maksudnya tiba-tiba saja mang Udin mengobrol tentang sosis. Aku tidak terlalu antusias karena jujur saja peristiwa tadi pagi membuat aku tak karuan.
Aku sengaja belum tidur kali aja ada yang kaya kemarin, tapi rupanya suasana pedesaan membuat aku mengantuk dalam waktu singkat. Hingga aku terbangun pada pagi hari dan disuguhkan ayahku yang mengeluh badannya pada sakit, lantas akupun menggantinya untuk ke sawah.
Saat sampai disawah aku begitu semangat untuk segera menggarap sawah yang ditinggalkan ayahku, ibuku dan mang Udin ada dikebun terong sementara bi Juleha ada di sawah yang areanya cukup kecil.
Cuaca yang panas membuat aku kegerahan, sontak aku membuka baju dan kali ini ketiakku benar-benar menimbulkan aroma yang tidak sedap, bulu sekujur tubuhku basah dan jujur saja ini membuat aku kurang nyaman.
Malam harinya aku sudah seperti bangkai saja, aku yang tidak biasa bertani terlalu lelah dan langsung istirahat guna menyehatkan kembali tubuhku.
Pagi-pagi sekali aku sudah terbangun dan saat keluar kamar aku mendapati ayah dan ibuku telanjang bulat dan ada dalam satu selimut kecil. Aku bisa melihat paha ibuku yang tersingkap sangat mulus, belum lagi payudaranya tidak tertutup dan aku bisa menyaksikannya ada beberapa tanda merah.
Asyik rasanya memandangi tubuh ibuku sendiri, tiba-tiba saja terdengar suara ketukan pintu dan itu adalah bi Juleha yang mengajak ibuku pergi ke sawah. Aku langsung pura-pura tidur dan rasanya penisku mengganjal untuk mengeluarkan cairan putih itu lagi, walaupun perlahan aku dapat mengeluarkan spermaku, rasanya aku terangsang sekali saya menyaksikan tubuh ibuku sendiri.
Aku yang ketiduran segera bangun saat ibuku mengajak ke sawah, aku ke kamar mandi dulu untuk sekedar cuci muka dan pipis. Karena pintu kamar mandinya memang tidak terkunci sempurna, maka aku putuskan untuk membukanya walaupun aku tahu Ria sedang pipis. Entah rezeki dari mana karena saya Ria berdiri, aku dapat melihat pantatnya yang mulus dan putih bersih.