Bab 352
Kania malah tertawa pelan kemudian berdiri dan berkata padaku kalau dia tak peduli dengan perasaan Hafiz. Baginya, Hafiz itu idola miliknya sendiri. Tak ada siapapun yang boleh dekat atau memiliki Hafiz selain dirinya.
Usai berkata seperti itu, Kania keluar dari pintu garasi mobil yang mengarah ke halaman. Setelah dia tak kelihatan, aku berusaha untuk berdiri. Sambil menahan rasa sakit yang semakin menjadi, akhirnya aku bisa berdiri dan berjalan ke ruang depan dari pintu samping.
Belum sampai ke pintu, mataku tiba-tiba berkunang-kunang. Kesabaranku semakin menghilang dan akhirnya aku kembali tersungkur di lantai lalu semuanya gelap.
_____
"Eva! Bangun, Nak! Mengapa kamu tidur di sini?" Suara Papa terdengar merdu memanggilku.
Perlahan aku membuka mata, tampak Papa berdiri di sampingku. Beliau kelihatan gagah dengan pakaian serba putihnya. Wajah Papa kelihatan bersih walaupun tampak gurat khawatir di sana.