Bab 24
Joya menatap dengan khawatir kepergian Ronggo. Dia takut jika Ronggo masih akan meneror mereka. Dia pasti tak akan tinggal diam karena Sarah masih berada di dalam penjara.
"Kamu kenapa, Yang? Mengapa wajahmu kelihatan khawatir?" tanya Erik yang rupanya memperhatikan Joya sejak tadi.
"Om Ronggo, aku takut dia akan menggangguku lagi," ungkap Koya dengan lirih.
"Kamu tenang saja, aku akan menjagamu kamu 24 jam," ujar Erik.
"24 jam? Maksudnya?"
"Besok kita akan menikah, jadi aku bisa bersama kamu sepanjang hari," kata Erik sambil tersenyum.
"Hah, menikah? Secepat itu?" tanya Joya tak percaya.
"Iya, Joya. Lebih baik kalian menikah secepatnya. Agar kamu bisa kami awasi dan aman dari gangguan Ronggo dan anak buahnya."
Kali ini Heru ikut bicara, Joya pun tak bisa menolak karena dia juga merasa kalau itu adalah pilihan yang terbaik saat ini.
"Emak harus segera dijemput, Om," kata Joya.
"Hey, kamu masih memanggil Om padaku? Mulai sekarang panggil saya Papa!" titah Heru.
"Iya, Om, eh, Pa," jawab Joya tergagap.
Setelah proses laporan selesai, mereka pun kembali ke rumah dengan perasaan senang dan bahagia. Joya kembali ke hotel tempat dia menginap diantar oleh Erik. Sementara Heru memerintahkan pada Seno untuk menjemput Hindun ke Surabaya agar pernikahan besok bisa secepatnya terlaksana.
Keesokan harinya pernikahan pun berjalan dengan sukses. Joya dan Erik telah resmi menjadi suami istri dan hidup berbahagia di rumah baru pemberian Heru.
Sementara itu, Sarah harus menanggung resiko dihukum di penjara aenwa perbuatannya untuk beberapa tahun. Mendengar berita itu, Erik merasa tenang menjalani hari-hari barunya bersama Joya.
-------
Enam tahun kemudian.
Kehidupan Joya dan Erik berjalan dengan mulus dan bahagia. Joya telah memiliki seorang anak perempuan berumur lima tahun bernama Jihan. Mereka tinggal di Surabaya karena Erik harus mengurus perusahaan kerjasama dengan Harun, perusahaan di mana Joya bekerja dulu.
Joya sedang sibuk di dapur dibantu oleh Inem pembantunya untuk menyiapkan sarapan pagi. Nasi goreng spesial buatan Joya sellau jadi favorit keluarganya.
"Sudah selesai, sekarang panggilkan Jihan, ya. Biar aku panggil Mas Erik di kamar!" titah Joya pada Inem.
"Nggih, Bu," sahut Inah kemudian berlalu ke kamar Jihan.
Sampai di depan pintunya, Inah mengetuk pintu anak majikannya itu sambil memanggil namanya.
"Non Jihan, bangun, Non. Sarapan sudah siap?" panggilnya.
Tak lama pintu terbuka, Jihan keluar dengan pakaian lengkap. Ternyata gadis kecil berusia lima tahun itu sudah selesai mandi dan berpakaian. Inah tersenyum melihat Jihan yang sudah rapi.
"Ee, ternyata Non Jihan sudah bangun. Sudah rapi dan cantik lagi," katanya.
"Sudah dong, Bi. Mama mana?"
Jihan, gadis kecil berwajah perpaduan antara Joya dan Erik itu celingukan mencari keberadaan Joya.
"Mama di Akane, sedang membangunkan Papa. Non tunggu di sini saja, ya," jawab Inah.
Jihan tersenyum pun mengangguk lalu duduk di kursi makan di mana dia biasa duduk setiap akan makan.
Tak akan Joya dan Erik keluar dari kamarnya. Jihan tersenyum melihat pada kedua orang tuanya.
"Selamat pagi, Mama, Papa," sapanya.
"Selamat pagi, Sayang. Duh, anak Mama sudah cantik dan wangi," puji Joya sambil menyimpan kedua pipi anaknya itu.
"Anak siapa dulu, dong. Anak Papa Erik, kan?" Erik ikut berkomentar.
"Gak, Jihan anak Mama aja," sahut Jihan sambil mengejek papanya.
Jihan memang suka menjahili papanya. Joya tertawa melihat Erik yang cemberut karena dijahili oleh Jihan.
"Sudah-sudah, ayo kita makan. Nanti terlambat ke sekolah lagi," ingat Joya sebelum Jihan melancarkan aksinya mengganggu Erik lagi.
Mereka pun melanjutkan acara sarapan pagi dengan di selingi gelak tawa dari ketiganya. Inah yang menyaksikan dari dapur merasa senang melihat kebahagiaan keluarga majikannya itu.
Inah sudah bekerja lima tahun lamanya di rumah itu. Tepatnya setelah Jihan lahir, mulanya Inah menjadi baby sitter yang menjaga Jihan. Sementara untuk urusan rumah tangga ada Jamilah pembantu sebelumya.
Saat Jihan berumur dua tahun, Jamilah pulang ke kampung karena suaminya sakit. Inah pun mengambil alih urusan rumah tangga, tapi Joya tak berniat mencari pengasuh bayi lagi untuk Jihan.
Selain karena Jihan sudah besar dan bisa di tulis sendiri, kesibukan Joya juga sudah tidak begitu banyak lagi. Sehingga Jihan hanya diurus oleh Joya dan Inah saja.
"Bi, kok malah melamun. Ini di bersihkan! Saya antar Jihan ke mobil dulu!" seru Joya membuat Inah tersadar dari lamunannya.
"Inggih, Bu. Maaf saya melamun tadi," ucap Inah. Dia pun bergegas membersihkan meja makan, kemudian mencuci peralatan masak yang sudah dipakai memasak tadi.
Sementara itu, mobil yang membawa Erik dan Jihan sudah berbelok di ujung jalan. Joya pun menutup pintu gerbang kemudian menguncinya.
Setelah itu, dia pun melangkah masuk kedalam rumah. Tiba-tiba ponsel ya berbunyi, ternyata Helena yang menelepon Joya.
"Assalamualaikum, Ma. Ada apa?" tanya Joya sambil melangkah masuk ke dalam rumah.
"Waalaikumsalam, gak ada apa-apa. Mama cuma pengen dengar suara kamu saja, Joya. Bagaimana keadaan kalian di sana?" tanya Helena balik.
"Alhamdulillah, Ma. Kami baik-baik saja. Maaf kalau bisa pulang ke Jakarta. Mas Erik masih sibuk, pekerjaannya aku bisa ditinggal untuk beberapa waktu ke depan," jelas Joya.
"Iya, gak apa. Mama mengerti, yang penting kalian sehat dan baik-baik saja di sana," kata Helena.
Joya mengangguk penuh haru, semenjak Hindun mamanya meninggal dua tahun yang lalu, Helena lah satu-satunya Mama bagi Joya.
Helena juga sangat menyayangi menantu bungsunya itu, walaupun dengan menantu yang lain juga sama sayangnya. Namun, karena Joya dan Erik jauh di Kota Surabaya, membuat Helena lebih menyayangi mereka.
Joya dan Helena pun berbincang panjang lebar, obrolan mereka semakin seru saat Dayu, istrinya Seno yang tinggal satu rumah dengan Helen ikut bergabung. Hampir satu jam lamanya mereka berbincang, Helena baru mengakhiri teleponnya setelah puas mengobrol dengan menantu kesayangannya itu
Joya pun menyimpan ponselnya ke dalam saku gamis yang dipakainya, kemudian beranjak ke dapur. Inah sedang membersihkan sayuran yang akan dimasak hari itu.
"Bibi jadi beli udangnya tadi, kan? Soalnya Jihan minta dibuatkan Udang Asam Manis buat makan siang," kata Joya sambil memakai celemek agar pakaiannya tak kotor saat memasak nanti.
"Jadi, Bu. Yang besar-besar sesuai pesanan Ibu tadi," jawab Inah.
"Bagus, nanti kalau sudah dibersihkan kasih sama saya, ya. Biar langsung saya masak," titah Joya.
"Iya, Bu," jawab Inah singkat.
Mereka pun asyik memasak berdua sampai terdengar ponsel Joya berbunyi. Joya pun mencuci tangannya lalu mengelap dengan kain bersih sampai tangannya kering.
Joya membaca pesan dari nomor tak dikenal, dahinya berkerut membaca pesan dengan nada ancaman tersebut.
"Masa bahagiamu akan segera berakhir, Joya. Sebentar lagi keluargamu akan aku hancurkan!"
Bersambung.