Bab 194
"Ah, gak sampai begitulah, Pak. Nelponnya juga sebentar aja, kok. Paling cuma tanya sudah makan apa belum? Pokoknya saya harus menunjukkan kalau saya peduli dan kangen dengannya."
"Memangnya harus begitu?"
"Iya, Pak. Wanita itu paling senang kalau kita perhatikan. Mulutnya aja kadang yang bilang gak papa, gak masalah padahal mereka itu mengharap perhatian dari kita. Dan mereka tahan lho Pak, gak menghubungi kita sekian lama karena ingin melihat keseriusan kita. Bagi mereka pria yang serius dan perhatian akan menyapa duluan, menelpon mereka duluan."
Aku tertegun mendengar perkataan Hanafi, apa benar seperti itu? Apa Shasa selama ini mengharapkan aku yang menelponnya lebih dulu. Mama juga sering marah saat menelponku, Mama protes karena aku gak pernah menelpon Mama lebih dulu.
Perkataan Hanafi tadi terus terngiang di telingaku, sampai aku tak bisa tidur karena terus memikirkan ucapannya tadi. Kulihat jam tanganku, sudah pukul 10 malam, berarti di Jakarta masih jam 9 malam.