Chereads / My Dark Husband / Chapter 23 - Tak Tersentuh

Chapter 23 - Tak Tersentuh

Harapan Bella ternyata tak selamanya bisa terwujud dengan sangat mudah. Memulai hari paginya dengan kabar baik tanpa memiliki masalah ternyata susag juga.

Di tambah tubuhnya yang merasa tak enak badan, entah karena dirinya semalam begadang atau karena dirinya terlalu larut dengan tangisnya waktu Radit memarahinya. Bella juga tak terlalu mengerti kondisinya sendiri.

Meski begini, Bella tidak bisa menyerah begitu saja dengan mudah. Kehidupan rumah tangga bukan lagi ajang mainan yang bisa ditinggal begitu saja jika kita tak menyukainya.

Menghadapi dan mencari solusi setiap permasalahan yang ada memang harus segera Bella lakukan untuk memperbaiki rumah tangganya sekarang.

"Selamat pagi, Nyonya," sambut salah satu pembantunya setelah menyadari kehadiran Bella di dapur utama.

"Pagi, Bi. Bibi lagi masak apa? Aku bantuin, ya?" ujar Bella pelan sambil mengambil wortel di sekitarnya. Mengupasnya dan lalu dipotong seperti biasa. Tapi, pembantunya justru menghentikan aktivitasnya seketika.

"Nyonya sakit? Kok kelihatannya pucet gitu?"

"Hah?" sahut Bella spontan memahami pertanyaan itu.

Tidak, apakah pembantunya bisa menyadarinya? Apakah pembantunya bisa menyadari perubahannya saat ini yang sedang tak enak badan? Meski mereka berdua tidak terlalu kontak dekat. Bella sedari tadi memang lebih sering menunduk untuk menutupi wajahnya.

Menggeleng pelan sambil meluncurkan senyum simpulnya, Bella kembali melanjutkan pekerjaannya memotong wortel.

"Tidak, Bi. Aku baru bangun tidur aja. Belum mandi dan belum dandan. Makannya aku kelihatan pucet. Aku baik-baik aja, kok."

Bella tak mungkin memberi tahu pembantunya bahwa dirinya sedang sakit. Tak bisa mengungkapkan begitu saja. Bisa-bisa justru dirinya pun tak diperbolehkan untuk melakukan apa pun di rumah ini.

Di tambah amarah Radit kemarin karena dirinya tak banyak membantu beberapa kebutuhan suaminya, pasti juga akan menjadi bumbu pedas membuat Radit marah kembali.

Maka dari itu, selagi Bella masih bisa melakukan sesuatu di rumah ini, maka akan dirinya lakukan semaksimal mungkin.

"Tapi, Nyonya. Saya perhatikan—"

"Sudah, Bi. Lanjutin aja masaknya, ya? Aku bantu potong-potong aja enggak papa, kan? Lagi males banget soalnya." Yah, meskipun sang Bibi sedikit tak yakin dengan kondisi Bella, tapi pembantunya ini juga berusaha meyakinkan diri.

Tak lama mereka kembali melanjutkan kesibukan masing-masing. Menjalankan perannya satu sama lain untuk menyiapkan sarapan. Radit tiba-tiba hadir memecah suasana yang ada.

Berjalan mendekati sang istri yang masih belum menyadari kehadirannya. Memberika beberapa kode agar Bella juga sadar Radit sedang memanggilnya. Radit sama sekali tak mengeluarkan suara.

"Radit? Kamu udah lama di sini? Tapi ... sarapannya belum jadi."

"Aku cari buku kantorku yang besar warna biru. Kamu tahu di mana?" celetuk Radit ketus tanpa menunjukkan ekspresi minatnya sama sekali.

"Ah, iya. Aku tahu, ada di meja belajarku semalam karena ketinggalan kemarin. Aku ambilkan dulu kalau begitu."

Berjalan menaiki tangga menuju kamarnya berada. Dengan Radit yang mengikuti Bella ke mana arah langkah itu menuju. Dan satu buku yang Radit cari pun ketemu.

Mengambilnya diantara beberapa bukunya di meja belajar pribadi. Memastikan bahwa ini memang benar buku yang Radit cari. Tapi Bella seketika menghentikan langkahnya ketika hendak berbalik badan.

Pusing. Itu yang Bella rasakan sekarang. Tiba-tiba kepalanya berdenyut sangat kencang hingga membuat Bella beberapa kali memejamkan mata.

Menormalkan pandangan, lampu kamar, dan beberapa yang ada di sekitarnya. Kedua tangannya yang masih menumpu pada meja tersebut sambil memegang buku Radit. Bella masih berusaha mengatur keseimbangannya.

"Udah ketemu belum, hah? Lama banget, katanya ada."

"I ... iya. Ada kok."

Dengan segera Bella menepis semua rasa yang tengah bergelut pada tubuhnya. Mengabaikan kesakitan yang sedang dirinya rasakan dan segera berbalik badan memberikan buku ini kepada Radit.

Dengan harap cemas bahwa Radit masih belum bisa memaafkannya. Memberikan buku itu dengan perlahan. Tapi Radit mengambilnya dengan tak santai.

"Kamu masih marah sama aku, Mas?" celetuk Bella penuh harap.

"Merutumu? Apakah kejadian kemarin bisa dengan mudah dimaafkan begitu saja?"

"Aku minta maaf."

Seketika Radit langsung membuang mukanya acuh. Tersenyum getir mendengar dirinya mengatakan permintaan maaf untuk yang kedua kalinya.

Apakah itu lucu? Hingga Radit pun ingin tertawa mendengarnya. Apakah itu juga adalah kalimat yang tak bermakna? Hingga Radit juga sepertinya tak ingin menanggapinya.

Tapi Bella, sebisa mungkin harus terus membujuk Radit bagaimanapun caranya. Dirinya adalah istri Radit sendiri. Dan dirinyalah yang harus bisa mencairkan keangkuhan Radit suatu saat nanti.

Jika dirinya tetap saja diam dan tak melakukan hal yang lebih memperbaiki suasana, maka dirinya termasuk istri yang gagal sampai kapan pun.

"Aku enggak butuh ucapan maaf atau yang lainnya, Bel! Yang kuinginkan hanya sebuah pembuktian nyata bahwa kamu ingin berubah," kilah Radit menyorot mata Bella sangat dalam.

Belum sampai dirinya hendak menjawab apa yang Radit ucapkan barusan, suaminya itu lebih dulu melenggang pergi begitu saja tanpa berpamitan sedikit pun.

Meninggalkan sarapannya dan langsung menyambar kunci mobil. Pakaiannya yang sudah rapih sambil membawa tas kantornya, Bella mengikuti Radit hingga teras rumah.

Dan benar saja, Radit sama sekali tak memberi aba-aba sebelum suaminya menancapkan gas. Tak ada bunyi klakson atau sekedar lambaian tangan yang biasa dirinya lakukan setiap pagi. Bella kembali memandang sendu semua yang ada di hadapannya.

"Kalian sedang bertengkar, Nyonya?" cetus pembantunya berada di samping Bella yang entah dari kapan.

Dengan sontak Bella pun langsung mengahapus air matanya yang sempat menetes. Menghadap langit-langit agar dirinya tak terlihat kentara jika sedang sedih. Bella tak suka ada yang tahu kesedihannya.

"Biasa, Bi. Peretengkaran kecil kan memang selalu ada di dalam rumah tangga. Mas Radit mungkin dari kemarin mood nya lagi enggak stabil," jelas Bella masih mempertahankan senyumannya.

"Oh iya, Bi. Bisa temenin aku ke kantornya Mas Radit, enggak? jam makan siang nanti? Dari dulu Mas Radit pengen makan siang bareng tapi seringnya aku yang enggak bisa."

"Kenapa ngajak Bibi? Kenapa enggak Nyonya aja yang ke sana biar bisa berduaan sama Tuan?" tanya pembantu itu keheranan meski sempat iba melihat Tuannya sedang marah.

Sebenarnya, dirinya mengajak Bibi bukan untuk menemani menuju kantornya Radit karena tak berani. Bukan juga untuk ikut makan siang, karena Radit lebih suka berdua saja.

Tapi niat awalnya Bella mengajak Bibi adalah hanya untuk menjaganya. Mengingat tubuhnya yang kurang fit hari ini, Bella tak ingin mengambil resiko jika terjadi apa-apa padanya nanti di luar.

Akan menyusahkan orang lain, dan juga Radit sendiri. Maka dari itu, Bella ingin ditemani Bibi. Tapi sayang, semua itu tidak bisa Bella jelaskan kepada Bibi sebenarnya.

"Enggak papa. Temenin aja, hehe."

*Bersambung ...