Chereads / My Dark Husband / Chapter 5 - Gercep Radit

Chapter 5 - Gercep Radit

CUP

Bola mata Bella membola seketika saat benda kenyal yang tidak dirinya kenal tiba-tiba sudah menyentuh salah satu pipinya. Tubuhnya menegang seketika. Napasnya seakan terhenti saat itu juga.

Melirik keberadaan Radit yang ada di sampingnya, pria ini sama sekali tak merasa bersalah. Senyum tipis sambil melirik ke arah dirinya, Radit seakan tahu apa yang sedang ada di pikirannya saat ini.

Apa ini? Bagaimana bisa Radit asal mencium pipinya saja? Tanpa meminta persetujuan dulu, Radit telah lancang melakukan tindakan.

"Enggak usah kaget gitu ekspresinya, kamu harus bisa menyesuaikan diri lagi," bisik Radit tepat di samping telinga kiri Bella.

Kembali menggenggam tangannya yang tadi sempat terlepas. Melanjutkan kembali langkah mereka untuk memilih gaun. Debaran jantung Bella sungguh berpacu dengan sangat cepat sekarang.

Tak bisa dikondisikan, tak tahu ada apa dengan dirinya sebenarnya. Bella mencoba menenangkan saja.

Menerima setiap gaun yang harus dirinya coba. Meminta pendapat kepada Radit apakah cocok pada tubuhnya tau tidak. Satu fakta tentang Radit kembali terlihat. Radit adalah pria yang sangat pemilih.

Sudah lebih dari sepuluh kali Bella berganti gaun terbaik di sini yang bahkan dirinya saja sudah sangat terpukau dengan gaun-gaun yang ada. Tapi Radit masih saja belum cocok dengan seleranya.

Oh Tuhan ... mau berapa puluh lagi gaun yang harus diriya kenakan?

"Kak ... Apa enggak ada gaun yang pas dengan seleranya Radit? Saya sudah capek harus berganti gaun sebesar ini lebih dari sepuluh kali," keluh Bella pada perancang yang sudah merasa pegal pada badan-badannya.

"Selara Tuan Radit itu sangat tak bisa ditebak Nona. Saya saja yang sudah bertahun-tahun menjadi perancang busana Tuan Radit, masih selalu saja buat ulang karena selera beliau yang sangat susah ditebak."

"Apa enggak ada pilihan lain, Kak?"

Bella sudah mulai pasrah di sini. Segala mancam kemungkinan sudah dirinya coba untuk menemukan gaun mana yang sesuai dengan apa yang Radit inginkan. Berusaha memilih pun yang terbaik, tapi tetap saja selera mereka berdua sangatlah berbeda.

Tinggal satu gaun yang tersisa. Bella berharap ini juga akan menjadi gaun terakhir yang akan dirinya coba. Berharap Radit menerima gaun sebagus ini untuk acara mereka.

Jika tidak ... Bahkan Bella tak tahu akan berapa butik lagi yang akan merea kunjungi.

"Semoga ini adalah gaun terbaik menurut Radit. Dan aku berharap Radit enggak akan nyuruh aku lagi buat cobain gaun-gaun ini."

Keluar dengan langkah perlahan. Tirai yang Bella buat untuk berganti gaun telah terbuka. Memunculkan Radit yangsedang berduduk santai menunggu Bella dari sana.

Tanpa Bella sadari Radit terpana seketika. Aura yang terpancar dari diri Bella sendiri begitu kuat. Gaun itu telah berhasil menarik auranya keluar hingga Radit tak berkedip sedikit pun.

Menegakkan duduknya mengamati Bella dengan lekat. Radit sudah tak bisa berkata apa-apa lagi mengagumi kecantikan Bella saat ini.

"Perfect."

Bertepuk tangan sambil bangkit dari duduknya. Radit hendak memandang calon istrinya lebih dekat lagi.

Bukan hanya Radit di sini yang terpana dengan penampilan Bella barusan, tetapi semua tim yang bekerja di butik ini pun juga sangat terpana dengan Bella.

"Gimana? Udah cocok sama keinginan kamu?"

"Sangat sempurna," jawab Radit menekankan setiap katanya.

"Kalau udah cocok, kita pulang aja kalau begitu, ya?"

Berbalik tubuh hendak kembali ke tempatnya untuk berganti pakaian. Bella sungguh bersyukur akhirnya Radit menemukan seleranya juga.

Hendak melangkahkan kaki menjauhi Radit, langkah Bella terhenti seketika. Cekalan tangannya yang berhasil membuatnya berhenti, Radit telah begitu sangat dekat.

Membelai rambutnya yang lurus. Tatapan Radit yang sangat lekat hingga membuatnya sedikit tak nyaman. Menyelipkan anak rambut pada belakang telinganya. Bahkan napas Radit pun sangat terasa dari Bella berdiri.

"Mau ke mana? Jangan jauh-jauh dari aku. Kamu itu sudah menjadi milikku," ujar Radit sangat dalam dan berat.

"A ... aku ... aku mau bergati pakaian. Kita kan sudah mendapat gaun yang cocok. Jadi—"

"Jangan keburu pergi dulu, Sayang. Aku masih ingin menikmmati kesempurnaanmu saat ini."

Bella sudah tak bisa berkutik lagi. Suara bariton yang berasal dari Radit langsung mengena pada sedi-sendi tubuhnya sendiri.

Sangat dingin tapi sangat berenergi. Bella seperti terkesiap seketika mendapat perlakuan dari Radit yang sudah sangat mengkhawatirkan.

Mengikuti ke mana arah Radit berjalan. Tangannya yang masih digenggam kuat namun sama sekali tak menyakitinya. Bella hanya ikut saja di sini.

Duduk di sebuah sofa besar. Masih mengenakan gaun yang sama. Depan duduk mereka yang sudah terpasang cermin besar membuat Bella bisa melihat rupanya. Senyum Radit semakin mengembang.

"Lihatlah! Gadis cantik di depan sana adalah calon istriku. Kecantikannya tak ada yang bisa menandinginya lagi di sini. Duduk bersanding denganku di pelaminan memang sebuah keputusan yang ku ambil.

Hanya kamu. Dan cuma kamu yang akan selalu ada di kehidupanku. Jangan pernah menjauh dariku mulai sekarang, atau kamu tak akan merasakan kebahagian lagi di masa mendatang."

Mengecup punggung tangan Bella dengan sangat lembut. Mengusapnya dengan sangat sayang. Tak ada pancaran keraguan yang Radit berikan di mata Bella.

Tubuhnya yang sudah menegang sedari tadi. Radit yang terkadang bersikap manis tetapi juga terkadang bersikap kurang sopan. Entahlah ... Bella masih belum bisa menyimpulkan sesuatu hingga detik ini.

Mengangguk kecil hanya sebagai respon dirinya kepada Radit. Bella tak ingin berbuat lebih lagi. Pria yang baru dirinya kenal ini, juga tak bisa sembarangan langsung membukakan kehidupannya untuk Radit.

"Kita boleh pulang, kan?" tanya Bella ragu-ragu yang sudah menahan pegal di sekujur tubuhnya.

Dirinya rasa Radit tahu apa yang sedang dirinya sekarang rasakan. Beranjak dari butik yang sudah memilih gaun yang tepat untuk mereka. Radit pun mengajak Bella pulang.

Seperti biasa tak ada perbincangan yang terjadi selama mereka sama-sama berada di dalam mobil. Saling diam sambil beberapa kali Bella hanya mengecek ponselnya yang tak ada notif sama sekali. Bella berusaha untuk tak terlalu tegang.

Berhenti pada salah satu restoran yang sangat megah. Memberhentikan mobil dan Radit menyuruhnya turun. Bella rasa Radit melupakan satu hal.

"Kita kenapa ke sini? Kan tadi enggak ada perjanjian kalau mau mampir makan dulu?"

"Emang salah? Ngisi perut dulu baru aku antar pulang?" sahut Radit mendudukkan dirinya dengan suara yang sangat dingin. Bahkan sudah beda seperti di butik tadi.

"Em ... enggak juga, sih."

Tak ingin Radit berubah kembali menjadi harimau, mencari titik aman saja dirinya mengikuti arahan calon suaminya ini. Bella sealalu menyiapkan persediaan sabar untuk menghadapi Radit dengan jumlah besar.

Memeilih beberapa makanan dan minuman yang hendak diirnya santap. Menunggu pesanan mereka sampai. Bella dan Radit sendang berkutat dengan ponselnya masing-masing.

"Lain kali kalo capek itu bilang. Jangan ngeluh di belakang tirai. Aku enggak bakal kedengeran.

Ngomong laper juga apa susahnya, sih."

"Hah?"

*Bersambung ...