Hari yang sudah ditunggu-tunggu akhirnya datang juga. Dekorasi yang sudah terpampang secara jelas di kediaman Bella memang sangat terlihat indah. Sejak pagi, sang bunda bahkan sudah ikut membantu orang-orang menyiapkan bahan.
Mulai dari persiapan chatering yang memang Bella sendiri yang menghandle semuanya. Tim WO yang juga sudah jauh-jauh hari membuat planning dengan sangat matang. Wardrop dan sejenisnya pun sejak pagi sudah siap.
Dari kejauhan Bella hanya memandangi hal itu semua dengan sekilas. Tak ada yang patut dirinya banggakan dan dirinya senangkan. Semua begitu hambar bagi Bella.
"Permisi, tim MUA sudah siap semua, Mbak. Apakah mau kita mulai sekarang?" tanya salah satu perias yang memang sudah menjadi pilihan bunda.
"Oh … baiklah. Kalau kita mulai sekarang, aku juga sudah siap.
Mari ke kamar."
Dengan langkah yang memang tabu. Beberapa keraguan yang masih dengan jelas terbesit dalam benaknya.
Mendahului jalan sebagai penunjuk arah, Bella lebih memilih berdandan di kamarnya saja.
Acara dimulai sekitar pukul sembilan pagi. Semua tamu undangan juga sudah siap. Radit dan keluarganya lah yang mengambil alih semua undangan yang ada.
Keluarganya hanya mendapat kuota lima ratus orang saja untuk menghadiri pesta pernikahan mereka. Jika keluarga Radit, bahkan kuota mereka saja tak terbatas.
Bella yakin jika tamu yang diundang Radit pastilah sangat banyak. Lebih dari dua ribu orang bisa-bisa. Meski masih dalam kediamannya, Radit sudah berani mengundang ribuan orang yang datang, Bella memang tak masalah. Ini adalah urusan bersama dan Bella sama sekali tak keberatan.
"Sayang … sudah siap?
Kamu pasti terlihat sanga--"
Alana tercengang seketika ketika dirinya memasuki kamar Bella dengan sempurna. Mengamati kecantikan sang putri dari atas hingga bawah. Gaun yang berpadu pada tubuh Bella, memanglah sangat sempurna.
Gaun putih itu … dengan ekor yang menjuntai di jalananan. Sekitar 200 meter gaunnya terlihat sangat mewah dan indah. Alana bahkan tak bias berkata apa-apa lagi di sini.
"Sayang … ini beneran kamu, kan?" tanya Alana sambil menutup mulutnya saking takjupnya.
"Hm … Iya, Bun. Ini aku, Bella. Masa Bunda lupa sama anak sendiri, sih?"
"Bunda sangat terpana melihat kecantikan kamu, Sayang."
Wajah Bella kian meerah. Mendapat sanjungan dari sang Bunda memang terkadang sedikit menggelikan.
Senyumnya yang semakin lama semakin meruak. Pergelangan tangannya yang semakin menjadi penghalang agar wajahnya tak terlihat blushing. Bella masih mencoba mengkondisikan ekspresinya.
"Bunda, mah … jangan gitu, dong. Aku kan jadi malu."
"Ini anak Bunda beneran, kan? Kok malu-malu gitu?" tanya Alana kembali sambil terkekeh pelan.
Bella hanya mengangguk pelan. Mengiyakan semua pertanyaan yang bundanya berikan kepadanya. Ini adalah hari yang sakral juga menurutnya. Di mana statusnya akan berubah menjadi istri dari seorang Tuang Radit, ya ... meskipun perkenalan ini terlalu singkat, tapi Bella juga tak masalah.
Suara bariton Radit menggelegar sangat jelas di pendengaran Bella sekarang. Nama lengkap yang pria itu sebut dengan tegas bersama sama ayahnya. Mahar perkawinan yang memang sudah mereka berdua sepakati, perasaan Bella juga bergetar seketika.
Edo sedari tadi juga ikut menemaninya. Duduk di sampingnya dengan bundanya juga di sisi yang lain. Tangan bunda yang sedari tadi menggenggam kuat tangan Bella, dirinya merasakan banyak harap yang sedang bundanya beri padanya.
"Bunda yang tenang, dong. Yang nikah kan aku, Bun. Kenapa Bunda yang deg-degan?"
"Iya ... Kayak Bunda aja yang nikah," timpal Edo sambil terkekeh ringan.
Bella juga ikut tertawa saat bundanya merasa malu setelah ditertawakan oleh Edo. Hubungan mereka yang sama-sama dekat. Edo yang juga sering menjahili sang bunda. Bahkan itu juga termasuk momen indah saat bersama Edo.
Menarik tangan menuju punggung sang bunda. Mengusapnya pelan. Ayolah ... Bella juga tak ingin bundanya segugup itu dihari pernikahannya.
Bella juga jujur, gugup di sini. Di saat tanggung jawab kedua orang tuanya untuk membahagiakannya telah beralih tangan kepada orang yang masih belum terlalu Bella kenal, bagaimana Bella juga bisa tenang?
Tapi ... sudahlah. Semua akan berjalan baik seiring berjalannya waktu. Bella yakin itu.
"Ya ... maklumi Bunda lah, Sayang. Kan anak satu-satunya Bunda bakal ikut sama orang lain sekarang. Gimana Bunda juga bisa tenang. Ini kan momen mengharukan juga bagi Bunda.
Kamu juga Edo, cepet lah nyusul cari menantu buat Bunda."
Edo kembali terkekeh mendengar Alana menginginkan calon darinya. Alana yang sudah Edo anggap sebagai Bundanya juga, pastinya Edo juga memikirkan pesan beliu.
Mencari pasangan ... Bella memang sedikit miris dengan perkataan itu. Entah nanti ketika Edo menikah, dirinya bisa sanggup atau tidak menemaninya. Bella mulai ragu.
"Tenang, Bun ... bentar lagi Edo bakal nemuin pasangan Edo. Doain ya. Semoga pasangan Edo kelak bisa kayak Bella yang perfect seperti ini."
"Aamiin. Pasti Bunda doakan yang terbaik juga buat kamu, Edo."
DEG
Seperti dirinya? Edo menginginkan pasangan seperti dirinya dia bilang? Tapi ... tapi mengapa tidak dirinya saja yang menyandang kata itu? Mengapa? Jika tujuan impiannya pun sama?
Kedua pandangan Bella semakin mengabur. Air mata yang sudah berada di pelupuk matanya, sudah tak kuasa untuk segera terjun bebas.
Antara sakit dan harapan yang telah pupus. Anatara senang tapi juga sedih karena semuanya sudah terlambat. Semua seakan dua hal yang tak bisa disatukan.
Oh Tuhan ... Mengapa harus dirinya menghadapi hal di saat detik-detik semuanya akan menjadi beda? Bella juga tak kuasa jika seperti ini. Hatinya masih basah ... masih basah untuk cepat melupakan Edo.
"Hm ... Doanya ya jangan gitu, dong. Edo kamu harus punya pendamping yang lebih kayak aku. Yang sholihah, yang selalu temenin kamu, baik dan sayang juga. Harus lebih dong."
"Enggak, Bel. Kayak kamu aja udah cukup kok. Paket lengkap," sahut Edo sambil menatap dalam manik mata Bella.
Pandangan Bella langsung teralihkan. Mencari sumber objek pandangan yang lain saat manik mata Edo tepat mengunci penglihatannya.
Tidak ... ini tidak boleh terjadi. Semua sudah berbeda. Semua sudah beda jalur. Dan Bella yakin jika Edo tak menyukainya. Bella sangat yakin.
Tidak mungkin meski ini juga bisa terjadi. Mengingat pandangan Edo yang tak pernah seteduh itu sebelumnya. Bella kembali meragukan perasaannya.
SAH
"Selamat Sayang ... Kamu sudah resmi jadi istri Radit.
Love you, Sayang."
Gelegar kata 'SAH' seketika membuyarkan segala lamunannya mengenai Edo. Sadar bahwa semuanya tak akan pernah terjadi. Sadar bahwa dirinya sekarang telah memiliki tanggung jawab lain. Ini adalah hidup Bella sekarang.
Pandangan Edo yang sedari tadi masih menangkapnya. Bella seketika menyenggol lengan Edo pelan. Mengembalikan kesadaran Edo yang entahlah dia melamun apa.
"Selamat menempuh hidup baru, my dear."
***