Nyimas sesekali menatap ke arah cermin di depannya, kepalanya menunduk. Dadanya terasa sesak karena ini sudah ke-lima kalinya, ia tidak mendapatkan penghasilan seperti biasa. Ia menyadari pekerjaan yang ia geluti saat ini sangat mengandalkan kecantikan dari wajah. Namun, apa hendak dikata, umurnya sudah memasuki kepala 3 tidak secantik dan semuda gadis-gadis lain yang baru saja mengeluti dunia tari.
Lantas ia menghapus riasan yang menutupi wajahnya, satu-satu aksesoris berupa centung atau hiasan berbentuk sisir, suntiang hingga kalung sungsun yang jumlahnya 3 buah di dada ia keluarkan perlahan-lahan. Malam itu ia berniat untuk langsung pulang dan tidak mengambil jam kerja tambahan, maklum sebagai penari tradisional kadang Nyimas minta jadwal tambahan agar pendapatan yang ia peroleh bisa lebih banyak.
Saat bersiap untuk keluar dari ruangan rias, teman dekatnya Risma masuk dengan tergesa-gesa.
"Eh Mas jangan pulang dulu, aku mau cerita sedikit,"