nafas Sonia berpacu semakin cepat mengejar yg lain, Rizky terus berteriak agar Sonia tak kehilangan arah, namun Sonia tak pernah sekalipun menginjak gunung, medannya yg sulit benar-benar tak mampu menyamai mereka semua. Sonia berhenti, membiarkan Rizky dan yg lain pergi.
dengan tenaga yg tersisa Sonia berjalan menapaki medan, namun tubuhnya semakin lama semakin nyeri, tempat ini kian sunyi dan tak ada satupun suara yg bisa Sonia dengar selain teriakan agar ia meninggalkan tempat ini. di belakang, Sonia mendengar suara langkah kaki, Sonia berhenti
di belakangnya sosok itu berjalan tertatih-tatih mendekatinya "tolong" katanya, Sonia melangkah mundur, "tolong saya" Sonia masih tak mengerti, sosok itu terus menggapai-gapai dirinya sebelum melewati Sonia yg kebingungan, sosok itu tidak mengejarnya lantas dia bicara dengan siapa
hujan turun dengan deras. Sonia masih berusaha menerabas medan. tanah keras menjadi berlumpur, Sonia masih memikirkan kejadian yg menimpanya, Maria meminta tolong tapi bukan kepada dirinya karena bila melihat dari gerakan tangannya Maria seperti tak meihatnya.
setelah berjalan sendirian di tengah kegelapan hutan, Sonia melihat pondok lain, kali ini pondoknya berbeda dari rumah pondok pertama, tak hanya itu, di celah-celah gubuk Sonia melihat cahaya di dalamnya. dengan tubuh menggigil akibat hujan, Sonia mendekati pondok.
Sonia mengetuk pintu, dari samping jendela wajah familiar yg Sonia kenal mengintip sebelum membuka pintu. "nia" katanya, Eka mengamati Sonia tak ada sepatah katapun yg Sonia ingin katakan termasuk Rizky yg buru-buru keluar saat mendengar nama Sonia di sebut. mata Sonia bertemu sengit
Eka memperhatikan sekeliling sebelum menutup pintu untuk memastikan. "maaf" kata Rizky, "kami harus lari bagaimanapun juga, kami semua sebenarnya sudah di jampi sama anak itu. Maria menjampi-jampi kami agar ikut apapun yg dia perintahkan termasuk-" "-bunuh diri".
"bunuh diri?" tanya Sonia. "iya benar." kata Eka tiba-tiba ikut bicara, "sini Mir, aku tunjukin sesuatu" Eka menarik tangan Sonia membawanya ke salah satu kamar, Sonia terlihat bingung apa yg mau di lakukan perempuan ini, tiba-tiba Eka membuka bajunya tepat di depan Sonia.
Sonia gemetar menyaksikannya. "itu kenapa?" "bangsat kan!!" Eka menutup kembali bajunya setelah menunjukkannya pada Sonia, "Rizky dan Guntur sama seperti kami, sejak kejadian itu satu persatu dari kami mati. MATI. berengseknya hanya Maria yg tidak mendapat penyakit ini."
Sonia melangkah keluar menatap Rizky dan Guntur yg tengah duduk, "kalian juga mendapatkan itu" "iya. pilihannya hanya ada dua, bunuh diri atau habisi satu kali lagi Maria, tapi yg jadi masalah adalah" belum selesai Rizky bicara, tiba-tiba Sonia bergerak melihat ke jendela,
di lihatnya jauh dari pondok berada, berdiri kurang lebih 6 sosok yg tengah menatap pondok rumah. semuanya menyerupai Maria. Sonia terdiam karena suara yg ia dengar kini tertawa-tawa di dalam kepalanya. Rinjani tertawa.
belum selesai menguasai keadaan tiba-tiba Guntur bicara, "Riz" katanya, semua orang menatap Guntur yg berdiri paling belakang di kepalanya tertancap kapak, Guntur jatuh tersungkur di belakangnya ada seseorang yg wajah dan tubuhnya hancur karena terbakar. "kurang loro"
Sonia dan yg lain mematung, belum selesai dengan ini tiba-tiba terdengar pintu di ketuk, semua mata tertuju pada pintu, dari luar terdengar suara familiar yg Sonia kenal memanggil. "syid, ka, Mir, buka pintunya. ini aku, Maria. kenapa kalian ninggalin aku?"
Sonia membuka pintu di lihatnya Maria berdiri menatapnya namun tak di temuinya sosok yg ada di belakang termasuk sosok yg menyerupai dirinya yg baru saja menghantam kepala Guntur. Maria tersenyum sebelum berujar pada Sonia. "kenapa? mau bunuh aku juga?"
Eka dan Rizky menatap sengit Maria sebelum perempuan itu masuk dan menatap Guntur, "sudah mati ya" Maria menatap yg lain saat Rizky menghunus belatinya, Maria masih diam. "ndak usah bunuh-bunuhan lagi. lagipula aku kan sudah bilang sama kalian, jangan mandi dari tempat itu"
"aku sudah bilang, aku hanya antar bukan untuk menyalahi aturan, kalian yg memulai, kalau kalian gila bukan salahku" Maria menyentuh wajah Guntur, di belai wajahnya saat Sonia menyaksikan Maria seperti itu, suasana tempat ini menjadi lebih dingin sebelum Guntur membuka mata.
"aku gak gila May!!" ucap Eka, "AKU GAK GILA MAY!!" Maria lantas menarik kapak di kepala Guntur sebelum menghempaskannya tepat di wajahnya dan membuat wajah lelaki itu terbelah dua, "kalian sakit. biar aku sembuhkan ya"
Maria bangkit dari tempatnya berdiri sebelum berujar,
"pukleken gulumu" Eka tiba-tiba mengangguk sebelum mematahkan lehernya sendiri tepat di depan Sonia. perempuan itu tewas seketika. kini Maria menatap Rizky, ia tahu ajalnya tak lama lagi.
Maria mendekati Sonia. berbisik tentang sesuatu. tatapan mata Sonia pada Rizky tiba-tiba berubah, ia tak percaya dengan apa yg ia dengar namun Maria tampak tak berbohong sedikitpun. Sonia melangkah keluar mengunci pintu tak lama kemudian suara Rizky berteriak terdengar.
hujan masih turun, Maria melangkah keluar dari pondok mendekati Sonia yg sedari tadi menunggunya. "maturnuwun Mir, awakmu wes percoyo ambek aku" (terima kasih Mir, kamu sudah percaya sama saya) Maria memberi penutup kepala berupa kain yg langsung di kenakan oleh Sonia.
bersama-sama, mereka melanjutkan perjalanan berdua saja. Sonia menatap pondok itu untuk terakhir kalinya, saat Maria keluar dari dalam pondok sekilas Sonia melihatnya. ia melihat Rizky tergantung di atas langit-langit.
"siapa sebenarnya Rinjani itu? kenapa dia di tempatkan di sini?" tanya Sonia yg tak di tanggapi sama sekali dengan Maria. mereka sudah melewati banyak sekali pepohonan yg kian lama kian rapat. tak hanya itu, udara yg kian dingin membuat Sonia menggigil.
Maria terus berjalan tak sedikitpun dia terlihat lelah sebaliknya ia seperti tampak terburu-buru sembari sesekali melirik sekeliling. "Maria. kenapa tidak menjawab pertanyaanku" "jangan sebut nama dia di tempat ini. jangan pernah!!" ucap Maria.
perjalanan yg jauh dan melelahkan itu berujung pada satu pohon besar yg terlihat begitu keramat, siapa sangka di balik akar menjuntai tepat di bawahnya Maria memotong dahannya. cairan kemerahan itu Maria hisap sebelum memberikannya pada Sonia. "teloto. rasakno"
Sonia terlihat bingung sebelum menuruti perintah Maria. ia hisap cairan dari akar pohon, cairannya lengket dan berwarna merah gelap, ketika Sonia menghisapnya ada rasa pahit yg membuat Sonia merasakan sentakan di tenggorokannya. karena setelahnya Sonia bisa melihat semua.
tempat Sonia berdiri tepat di depan pohon keramat itu, Sonia melihat begitu banyak anak-anak perempuan kecil mengamatinya malu-malu. Maria mendekati lalu berbisik. "anak-anak itu milik Codro yg di ambil dari tangan Rinjani"
Maria menceritakan siapa Codro, ia mewarisi salah satu ilmu yg di ajarkan langsung oleh Codro namun ada harga yg harus di bayar. "apa yg di minta olehnya" "menurutmu apa yg di minta oleh orang tua uzur yg tak pernah mau menikah pada gadis kecil?" Sonia mematung ia tahu apa itu
Maria tersenyum namun Sonia tak habis pikir bila hal itu terjadi pada adiknya kira-kira bagaimana ia akan menyikapi semua ini. "sekarang akan ku bawa kau ke tempat itu, hanya kau seorang.." wajah Maria mendekati wajah Sonia sampai mereka seperti akan berciuman sebelum,
Maria menggorok leher Sonia dengan cepat. Sonia tersungkur, dengan wajah setengah sadar Sonia menahan darah yg terus keluar dari lehernya. di tatapnya Maria yg mengamati, karena sebelum semuanya hitam, Maria berbisik, "pilihane onok nang awakmu"
"Kolojiwo iku kanggo ngiket nyowo nang tumbal sing mok persembahno" (Kolojiwo itu ilmu untuk mengikat nyawa pada tumbal yg kamu persembahkan) Maria melihat anak lelaki kecil, di depannya ada kakek tua, di belakangnya ada seorang pria yg mengenakan blankon. mengawasi.
"persembahno tumbalmu, setan-setan sing nang ndunyo bersumpah ngganteni awakmu, wujudmu, nyowomu ra bakal entek sampek ping pitu" (persembahkan tumbalmu maka setan di dunia akan bersumpah menggantikanmu, hidup menyerupaimu hingga tujuh kali kematianmu)
"nanging tumbalmu ra isok sembarangan, sing di tumbalno kudu cah cilik wedok soale iku sing di janjino nang trah Codro ket pertama gawe perjanjian iki, tumbalmu tambah akeh abdimu tambah kuat maneh" (namun tumbalmu tidak boleh sembarangan karena harus anak perempuan)
(itu yg dulu sudah di janjikan semenjak perjanjian pertama antara keturunan Codro, tumbalmu semakin banyak maka yg mengabdi padamu akan bertambah kuat lagi) Sonia hanya mendengarkan. ia tak tahu di mana ini dan kenapa ada di sini namun wajah anak kecil itu familiar.
pintu terbuka seorang lelaki yg mengenakan pakaian putih masuk ia membisiki pria berblankon sebelum pria itu pergi meninggalkan ruangan. Sonia melihat anak lelaki itu untuk terakhir kalinya ada saat di mana anak itu sempat menatap ke arahnya. "onok opo gus?" (ada apa gus) tanya-
si lelaki tua. anak itu menggeleng sebelum menatap kembali lelaki tua di depannya. Sonia mengikuti pria berblankon, ia di tuntun menuju sebuah ruangan, sebelum pintu di tutup Sonia melesat masuk, di atas ranjang Sonia melihat seorang gadis kecil. "Maria" kata si pria berblankon
gadis itu hanya menunduk, ia menahan tangisannya. "mari iki awakmu tak uruki opo iku Kolojiwo" (sebentar lagi akan ku ajarkan dirimu Kolojiwo) pria itu masuk ke ranjang sebelum menutup tirai putih, Sonia tertegun sesaat menyaksikan semuanya sebelum sesuatu menarik dirinya
tangan kurus pucat, bahkan bila di lihat dengan mata kepala sendiri sosok yg menarik Sonia terlihat bukan seperti manusia lagi. Sonia tersentak mundur, ia begitu terkejut menyaksikan seorang perempuan, tingginya mungkin lebih dari 2 meter, begitu jangkung dengan rambut panjangnya.
"akhire kowe tekan nduk, anak-pepet ku" (akhirnya kamu datang juga nak, anak dari ikatan ari-ariku) Sonia masih terpaku melihat betapa mengerikannya sosok yg ada di depannya. tangannya tidak normal, begitu panjang sampai menyeret lantai, "ojok wedi ambek ibuk" (jangan takut)
(sama ibuk nduk) "sinten njenengan?" (siapa anda) tanya Sonia. sosok itu masih bersimpuh sebelum Sonia tahu di tubuhnya di tancapkan sebuah pasak kayu, ia menyeret satu kakinya yg lumpuh, sebelum ia mencoba membelai kepala Sonia ia berucap dengan suara lirih. "Rinjani".
meski penampilannya tak seperti manusia namun tatapan matanya yg putih begitu sayu, ia seperti tersiksa di kurung di sebuah tembok batu yg begitu dingin. "akeh sing tekan mrene gawe golek sugih, golek urip enak, tapi aku mong ngenteni kowe kanggo-"
(banyak yg datang ke tempat ini untuk mencari kekayaan, mencari hidup yg layak, tapi aku cuma nunggu kamu untuk-) sebelum sosok itu menyelesaikan ucapannya, mulutnya memuntahkan cairan keputihan yg aromanya begitu busuk. membuat Sonia begidik ngeri, "ra sah wedi" (jangan takut)
"aku ra isok ngomong perkoro takdirmu sing ireng kui, tapi aku isok ngekeki awakmu pilihan, cah kui, adikmu-opo kowe kepingin nyelametno dek-e" (aku gak bisa bicara masadepanmu yg sangat hitam tapi akubisa memberimu pilihan untuk dia, adikmu apa kamu ingin menyelamatkannya?)
"tapi tak ilingno, bapakmu wes gawe janji ambek aku, nek sampe kowe salah milih, uripmu ra bakal tenang, aku isih menungso sak dapuranku ajor ngene aku tetep menungso nduk tak ilingno-" (tapi aku ingatkan, ayahmu sudah membuat janji sama saya, jika sampai kamu salah memilih-
hidupmu tidak akan pernah tenang, meski wujudku terlihat bukan seperti manusia lagi tapi ku ingatkan) Rinjani menatap wajah Sonia, "ojok sampe awakmu sekutu nang Ratu" (jangan sampai kamu bersekutu dengan Ratu) "pilihan sak iki nok nang awakmu"