Chereads / Cinta Diujung Kabut / Chapter 12 - Motif Bunga Anyelir.

Chapter 12 - Motif Bunga Anyelir.

"Apa ditempatmu kau sering jalan seperti ini? Tanya Ranti.

Rukha tersenyum dan mengangguk.

"Bahkan Aku berjalan hampir setiap hari."

"Benarkah? Yang aku dengar dari Ibu, Ayahmu seorang pengusaha hebat. Tidakkah kau selalu menggunakan mobil kemana pun kau pergi?" Tanya Ranti penasaran.

Rukha memandang wajah temannya itu dan tersenyum.

"Tidak Ranti, karena aku tidak pernah pergi kemanapun."

Langkah Ranti terhenti mendengar ucapan Rukha.

"Kau berbohong," ucap Ranti yang memandang wajah Rukha sambil menyelidiki.

Rukha tersenyum dan melanjutkan perjalanannya.

"Ehh… tunggu, jadi apa yang Kau lakukan setiap harinya jika Kau tidak pernah pergi kemanapun." Ranti bertanya sambil berlari kecil menyusul Rukha.

Rukha berhenti dari langkahnya yang diikuti oleh Ranti. Ia tersenyum tipis sambil memandang temannya itu.

'Tidak banyak yang Ku lakukan Ranti, terkadang Aku hanya menyibukkan diri diladang murbey untuk mengalihkan kehampaanku.'

"Rukha! Mangapa Kau diam."

"Aaa…aah, nanti Aku akan menceritakannya padamu." Jawab Rukha sambil tersenyum ragu.

"Baiklah, pasti nanti Aku akan sangat iri mendengarnya," ucap Ranti sambil tertawa kecil dan melanjutkan langakahnya.

'Tidak ada yang perlu kau irikan, karena kehidupanmu jauh lebih baik dariku' lirih Rukha dalam hati, sambil melangkah dan memperhatikan Ranti yang masih tertawa kecil dan menandang arah jalan.

Suara kicauan burung bersahutan satu persatu. Mereka berjalan ditanah merah berbatu, pinggiran jalan yang dibatasi pohon-pohon cemara.

Mereka menikmati sejuknya udara pagi yang segar.

"Tidak jauh lagi kita akan sampai," ucap Ranti.

"Kau masih sanggup?" Tanya Ranti memastikan Rukha.

Rukha tersenyum lebar dan mengangguk.

"Tiga hari lalu Kau membuatku takut Rukha. Demammu sungguh tinggi, sampai ibu panik setengah mati." Jelas Ranti

"Kau juga sering mengigau memanggil 'Ayah…A…Ayaah' pasti Kau sangat merindukannya,"ucap Ranti dengan menirukan suara Rukha untuk menggodanya.

Ranti terus melangkah sambil teratwa kecil, tanpa ia sadari Rukha memperlambat jalannya sambil memikirkan perkataan Ranti.

"Rukha, itu Sanggarnya." Ranti berkata sambil menunjuk kearah rumah joglo yang berada didepan bagian kanan mereka.

Dari luar, sanggar yang bernama "Rumah Batik Giriloyo" sudah tampak ramai. Terlihat para winta dan gadis-gadis sedang melakukan kegiatannya masing-masing.

Mereka mempercepat langkahnya agar segera sampai.

Terlihat Ayu yang sedang berdiri dihalaman depan dengan tatapan yang focus pada satu arah.

'Apakah mungkin Aku bisah mengembalikan kain itu pada Bu Laras? Dengan cara menebus dari yang membelinya. Tapi, bagaimana caranya Aku bisa menemukan orang yang mambelinya. Itu mustahil! Aaghhh… Ayu, mengapa kau begitu ceroboh. Tentu Bu Laras akan sangat Marah, karena itu karya yang telah lama disimpan Ibu dan baru diselesaikannya.' Pikiran Ayu hanyut dengan rasa bersalahnya.

"Mbak Ayuu!' Panggil Ranti sambil berlari kearah Ayu.

Ayu tidak menghiarukan panggilan Ranti, ia tenggelam dalam pikirannya.

"Mbak." Sapa Ranti lagi sambil menepuk bahu Ayu.

"Aahh…Kau," ucap Ranti menoleh.

"Apa yang telah mengganggu pikiranmu pagi-pagi begini?" Tanya Ranti.

"Tidak ada, malah Kau yang mengganggu lamunanku," ucap Ayu menggoda Ranti, berusaha menutupi.

"Rukha," sapa Ayu ramah.

Rukha tersenyum dan sedikit menganggukkan kepalanya.

"Mengapa baru hari ini Kau mengajaknya kemari Ranti?" Tanya Ayu.

"Rukha, Kau harus menghapal jalan menuju sanggar ini. Jika Ranti malas untuk diajak Kau bisa datang sendiri," bisik Ayu yang masih bisa didengar oleh Ranti, karena ia memang berniat menggoda Ranti.

Ranti merupakan salah satu murid Larasati. Sejak kecil Ningrum sudah memasukannya ke Sanggar untuk belajar Seni Batik Tulis. Ia anak yang cepat dalam belajar, namun sangat ceroboh dalam hal disiplin.

"Bukan karena Aku malas Mbak," jelas Ranti memanyunkan wajahnya.

"Rukha baru sembuh dari sakit." Timpalnya.

"Wahhhh, kau sakit Rukha. Apa Ranti menyiksamu dirumah." Ucap Ayu kembali menggoda sambil tertawa kecil.

"Tidak Mbak, Aku sakit sehabis kehujanan dimalam kami mengunjungi pameran." Rukha meluruskan, tidak tega melihat Ranti yang terus-terusan digoda Ayu.

"Hhehehehe… iya, iya. Mbak hanya bercanda Rukha." Jelas Ayu sambil melirik Ranti seolah memberi kode tentang Rukha yang tidak peka akan candaanya.

"Ya sudah, apa kita hanya mau tertawa saja seperti ini. Ayok Rukha, kita masuk. Kau bisa melihat kain-kain Batik khas Giriloyo. Tapi, sanggar masih berantakan. Karena masih berbenah sehabis pameran kemarin." Jelas Ayu sambil mengajak mereka masuk kedalam Rumah joglo dengan khas saka/tiang-tiang yang tinggi.

Kampung Giriloyo sudah terbiasa dikunjungi pendatang dari berbagai daerah maupun Luar Negeri. Karena Kampung Giriloyo merupakan Sentra Batik tertua yang ada di Yogyakarta.

Tidak heran jika kampung ini sering dikunjungi oleh turis lokal maupun mancanegara.

Sanggar "Rumah Batik Giriloyo" yang dikelola oleh Larasati, menjadi salah satu daya tarik wisatawan untuk mengunjungi dan belajar membuat Batik Tulis khas Giriloyo.

Mereka melangkah menaiki beberapa anak tangga kecil. Kemudian masuk kebagian depan rumah joglo yang luas dengan beberapa saka tinggi yang terukir.

Ruang depan yang lebar tanpa dinding pembatas, hanya terlihat beberapa tiang-tiang tinggi dengan ukiran yang khas.

Rukha disambut ramah dengan sapaan senyuman yang diberikan oleh beberapa gadis maupun wanita paruh baya yang berlaga pandang dengannya.

"Mereka sedang melipat kain-kain batik yang dibawa kebazar kemarin." Jelas Ayu pada Rukha.

"Mbak Ranti," panggil Melur yang baru tiba dari arah dalam rumah joglo.

"Mbak kemana saja, beberapa hari tidak kelihatan."

"Kau tidak melihatku, tapi Aku melihatmu Melur," ucap Ranti.

"Ahhhh Benarkah, kau bisa melihatku dari jauh?" Tanya Melur serius.

"Iya, Aku bahkan bisa melihatmu dari jarak yang saaangat jauh. Makanya Kau tidak boleh mengumpatku karena tidak membantu."

"Aku bisa mendengarnya." Bisik Ranti menggoda Melur yang polos.

"Aghh Mbak, Aku tidak pernah mengumpatmu." Jawab Melur serius.

"Tapi Aku mendengarnya." Jawab Ranti sambil melipat tangan didadanya.

"Mbak Ayu, pernahkah Aku mengumpat Mbak Ranti? Coba kau jelaskan padanya," ucap Melur yang mempercayai perkataan Ranti.

"Sudah, sudah! Kalian ini. Mbak Ranti sedang menggodamu Melur." Jelas Ayu.

"Tapi Mbak Ranti tidak terlihat sedang menggoda Mbak," ucap Melur sambil melihat Ranti yang masih melipat tangannya dan menawarkan ekspresi serius.

"Ranti, sampai kapan Kau akan mengganggunya." Bujuk Ayu menengahi.

Melur remaja berusia tiga belas tahun yang belum genap dua bulan masuk kesanggar Larasati. Dari pertama kedatangannya, Ayu dan Ranti sudah menyambutnya dengan hangat.

Ayu yang jauh lebih tua dari mereka, selalu menjadi penengah dikala Ranti yang sesekali mengganggu Melur begitupun sebaliknya.

"Aktingku sungguh bagus bukan?" ucap Ranti yang menaikkan kedua alisnya.

"Kau ini, lain kali aku tidak akan mempercayai mu Mbak,"ucap Melur

"Lagian Kau percaya saja, memangnya Mbak punya keahlian supranatural bisa melaihatmu dari jauh. Mbak melihatmu ketika dibazar. Tapi tidak sempat menyapa."

"Manatahu Kau tidak terlihat karena pergi Semedi didalam Goa Mbak, hehehehehe," ucap Melur yang gantian menggoda Ranti. Mereka tertawa bersama.

"Ehh, Mbak. Apakah ini saudaramu?"

"Hai…ehm Mb, eh," ucap Melur Ragu sambil menggaruk rambutnya yang tidak gatal.

Ia bingung menuturkan Rukha, karena Rukha tidak terlihat seperti orang Pribumi.

"Apa Aku harus menggunakan bahasa Inggris atau Arab padanya Mbak?" Tanya Melur penasaran.

"Kau ini, gaya sekali Melur. Memangnya kau bisa kedua bahasa itu?" Tanya Ranti.

"Heheheheh… tidak bisa Mbak." Jawabnya dengan senyum malu.

"Aku Rukha," ucapnya sambil menjulurkan tangannya pada Melur.

Ruka tersenyum, ia merasa lucu dengan kepolosan Melur.

"Ehhh… bisa bahasa Indonesia? Aku, Melur." Jawab Melur smabil menyambut juluran tangan Rukha.

"Tentu Melur," jawab Rukha sambil tersenyum tipis.

"Mbak, Bu Laras dimana? Aku tidak melihatnya." Tanya Ranti sambil memperhatikan sekitar ruang depan.

"Ibu ada didalam." Jawab Ayu.

"Aku mau menemui Ibu." Timpal Ranti.

"Tidakkah sebaiknya Kau membawa Rukha untuk melihat-lihat dulu?" Tanya Ayu.

"Dia akan lebih sering disini nantinya Mbak." Jelas Ranti.

"Maksudmu?" Tanya Ayu lagi.

"Rukha akan berlatih disini, makanya Aku harus menemui Ibu."

"Wahhhhh… benarkah?" Ucap Melur semangat.

Ranti mengangguk dan tersenyum pada Melur.

"Ibu ada didalam," Jawab Ayu.

"Baiklah Mbak, Aku akan menemui Bu Laras bersama Rukha." Jelas Ranti.

*****

Drrrrrrttttt…Drrrrttt, getaran Handphone terdengar dari atas nakas jati berbentuk persegi.

"Hallo, Saya masih di Yogya Pak, Siap! Besok saya segera kembali," ucap pria berbadan atletis.

Ia menutup teleponnya dan melanjutkan membaca. Kain Batik bermotif bunga Anyelir dua warna terlihat terlipat rapi diujung tempat tidur.