"Memangnya kenapa kita ke sini?"
"Nanti kamu juga tahu."
"Sini!" titah Zain yang langsung berjongkok.
Ah, Kirana baru paham mengapa Zain mengajaknya kemari. Pada sebuah nisan yang kini Zain berjongkok di sampingnya, tertulis sebuah nama Adrina Hermawan.
Mungkin Zain ingin menunjukkan makam Kakak perempuannya yang telah tiada.
Kirana pun ikut berjongkok mengimbangi Zain. Menatap gundukan tanah yang terlihat telah lama berbentuk seperti itu. Banyak bunga kering yang tertabur di atasnya. Kirana melihat sebuah potret wajah yang tampak begitu cantik terpajang di sana. Perempuan berhijab dengan lesung pipi dan mata sipitnya.
Ah, Kirana terpesona hanya dengan memandang satu foto terbingkai itu. Bahkan hanya melalui fotonya saja, Kirana dapat menangkap bahwa semasa hidupnya, wanita itu sangan sopan atau bahkan juga lemah lembut. Persis seperti yang Zain pernah ceritakan padanya.
Lamunan Kirana tersadar saat bunyi hela napas Zain yang terdengar cukup berat.
