"Zain, kelak jika kita bisa bersama hingga akhir hayat, tetaplah mengenangku melalui perantara coklat, ya."
Kedua mata Zain memicing mendengarkan permintaan aneh yang Kirana layangkan secara tiba-tiba.
"Mengapa seperti itu?" tanya Zain ketimbang menerka jawaban yang tidak pasti.
Kirana yang berada dalam rangkulan Zain itu pun sedikit mendongak. Menatap Zain dari bawah dan memperhatikan rahang tegas lelaki itu. Sekilas senyum Kirana terukir tipis.
"Karena coklat adalah awal di mana kita saling dekat," jawabnya.
Masa kecil mereka hampir setiap hari ditemani coklat. Bahkan tanpa coklat, seperti begitu hambar. Mereka terbiasa menikmati senja dengan bertemankan coklat hangat. Menyeruputnya dengan sangat nikmat dan menikmati sensasi manis serta pahit yang berkombinasi dalam mulut.
