"Didalamnya ada foto pernikahan kita." Martin fokus mengaitkan kalung, "yang punya aku, liontin kalungnya anak kunci. Kalau dibuka yang milik kamu, kelihatan deh foto pernikahan kita. Aku anak yatim-piatu dan kamu adalah orang yang aku nikahi. Ku pikir aku akan lama menuju ke momen sakral tersebut, tahu-tahu malah nikah muda," lanjut orang itu lagi.
Bak tengah berdongeng.
Tersenyum lihat hasil kerjanya lalu lihat lurus Lyra yang lebih cantik. Anggun.
"Nah, sudah selesai. Kamu cantik banget. Biasanya jarang lho aku muji orang. Tapi serius, kamu lebih baik dari layak pandang."
Tolong pegangin Lyra biar gak terbang tinggi!
Ia mau loncat-loncat saking bahagianya. Itu Martin kok romantis banget?
So sweet. Lyra meleleh bak lilin kan jadinya!?
Kepentok dinding ya, kepala Martin?
Lyra ambyar.
"Udah sana, sok romantis," alibi Lyra biar gak ketahuan.
Entah ketahuan atau tidak, yang penting dia hanya ingin diam aja!
Tenang, stay cold.
Serba salah, alhasil ya begitu, Lyra bak orang salah tingkah. Lyra yakin, wajahnya sudah semerah tomat. Merona!
Hilang muka terpesona Martin, ia tak lagi puji Lyra.
"Ck, dasar baperan. Sudah, jangan banyak halu, gak boleh berlebihan nanggepin cinta, dasar orang kurang kerjaan."
"Hiks, Martin gimana sih padahal tadi romantis!?"
Lyra ngedumel dalam hati. Sudah terbang, dijatuhin ke tanah. Sakit!
Kepengen nampol!
Klepak.
Satu done.
Plak.
What happen???
***
Dua orang beda jenis itu pun saling menatap kesal satu sama lain. Lihat, dua-duanya memang agak aneh.
Habis Lyra pukul Martin, orang itu pun balas Lyra. Biar adil.
"Hah, pasangan suami istri macam apa kita?" Lyra bertanya.
Lyra meringis. Benar, suami istri macam apa mereka!?
"Jadi yang biasa itu mainstream sayang, yang ekstrem dong biar wow."
Setelah bilang itu, Martin senyum tanpa dosa. Orang tersebut memang kepengen dibecek-becek deh kayaknya.
Mau Lyra bunuh sekalian!
Eh, gak jadi, gak mau ambil gelar janda muda.
Sedangkan respon Martin bersmirk.
"Malam ini kita tidur biasa aja, aku tahu kamu lelah."
Tuh kan makin jatuh, Lyra yang bergantung ke Martin, bukan orang tersebut. Tidak, big no, Lyra harus hati-hati. Banyak hal yang tak boleh Lyra hayati begitu dalam.
Itulah aturan mainnya.
Pada akhirnya dua orang itu pun tertidur. Kalau Lyra sih teringat ke kak Jane. Masa sih dirinya sebegitu mudah dibenci cuman masalah suami.
Kak Jane dipermainkan oleh Denes. Otak dan akal sehat Lyra tak mau percaya, tapi... kok hal tersebut buat pusing berkepanjangan?
Kenapa juga main sok besar?
Udah, gak boleh dipikirin!!!
Enyahlah engkau wahai hal buruk!
Go!
***
Seperti kemarin, Lyra menyiapkan makanan. Mata orang tersebut memicing lihat si perempuan cabe-cabean masih gencar usik suaminya. Pagi-pagi udah muncul lho. Gak tahu malu, harus Lyra kasih pelajaran nih.
"Heh orang yang urat malunya udah putus itu lagi, belum cukup beberapa hari kemarin? Wah... harus dikasih pelajaran nih," Lyra mencak-mencak, lengan baju digulung sampai siku.
Udah siap melayangkan satu pukulan. Bak pesumo handal.
Emosi orang itu diubun-ubun!
Itu orang harus ia basmi!
Dasar parasit!
Taph.
"Jangan bar-bar Lyra sayang."
Perempuan itu merinding saat Martin memeluk pinggangnya posesif. Begitu ya cara nampar yang lebih berkelas?
Sadar, Lyra pun langsung tatap nyalang perempuan yang ingin jadi orang ketiga tersebut.
"Lihat, aku sama Martin adem ayem aja kok. Aku gak akan biarin kamu macam-macam. Gak tahu malu. Sana pergi."
Lyra ngusir orang itu seperti ngusir hewan. Untung nama makhluk berbagai spesies gak Lyra sebutin. Ia juga jarang ngomong kata-kata kasar.
Untuk kali ini Lyra gak bisa diam. Perempuan itu jelas-jelas ngajak dia perang. Mau main api, awas terbakar!
"Dengar Lyra sayang, manis. Sudah, jangan marah-marah."
Tenagin Lyra, Martin gak mau ribut pagi-pagi.
Orang itu beralih ke perempuan lain tepat dihadapan mereka.
"Satin, pulang. Besok aku akan panggil penjaga biar kamu gak bisa sembarang masuk. Kemarin sudah aku peringatin, jangan muncul di hadapanku lagi."
Manik Satin berkilat marah. Ia tak rela Martin mencampakkannya begitu mudah. Lihat, ia pasti akan buat orang itu bertekuk lutut. Lyra sama sekali bukan saingannya!!!
Dia tidak pantas!
"Kamu ngusir aku?" Wajah Satin khas orang tak percaya.
"Iya, mau yang lebih parah." Giliran Lyra yang jawab, ia bahkan mendahului Martin lakukan hal tersebut.
Sudah kepalang dongkol.
Inilah saatnya.
"Aw!"
Sedetik kemudian Lyra jambak rambut orang sok centil tersebut. Emosi sudah di ubun-ubun, kepalang marah, ya langsung terobos.
Don't play with Lyra Jinan!
Ngomong-ngomong, nama Lyra sudah berubah. Seperti gak percaya deh.
"Pergi atau aku akan buat Anda menyesal seumur hidup. Ini peringatan terakhir, perempuan murahan," kecam Lyra. Napas memburu menyatakan betapa kesal ia saat itu.
Tak akan ia biarkan begitu saja, yang jelas orang tersebut, Satin, harus enyah dari hadapannya sekarang. Harus!
Satin tersenyum misterius, oke, ia akan pergi. Lihat apa yang ia perbuat, yang jelas Lyra harus berakhir seperti sampah.
Orang kalangan bawah akan berada disana, sadar tempat, diri dan kedudukan.
Setelah kepergian Satin.
Hah... napas Lyra memburu, akankah semua baik?
Ia takut. Secepat yang Lyra mampu, ia berbalik untuk berhadapan langsung ke Martin. Tatapan dibuat setajam mungkin. Ibarat, setajam, silet.
Kupas habis!
"Awas kamu centil ke perempuan lain. Sekali lagi kamu kedapatan sama perempuan, kita cerai. Aku gak peduli gimana hidupku kedepannya. Ketimbang makan hati terus, lebih baik cerai. Aku mau hidup bebas. Aku juga sarjana, jadi jangan cegah aku buat cari pekerjaan. Untuk hidup normal, aku harus mandiri. Biar saat tiba-tiba kamu ceraiin, aku gak luntang lantung kayak pengemis."
Hembusan napas kasar Lyra sampai ke leher Martin. Orang itu tahu kalau Lyra benar-benar marah. Tersinggung oleh sikap ekstrem Satin.
Martin khawatir, ia tak mau Lyra lepas dari jangkauannya. Namun alasannya pastilah kurang jelas, Lyra tak akan terima. Ingin janji yang seperti apapun tak akan berpengaruh.
You know fake promise?
It's right.
Sejak awal Lyra sudah beda. Ia seperti tak terikat. Oleh sebab itu Martin pilih Lyra sebagai partner balas dendam.
"Aku setia kok sayang."
"Yes l know." Lyra respon cepat.
Lalu, lanjut lagi deh ngocehnya.
"Setidaknya sampai kamu belum bosan, aku masih cukup tenang. Tapi kamu pun harus ngatur diri dong. Gak mungkin aku terus yang jagain kamu dari perempuan ular. Awas, jangan sampai kamu terjebak. Ada celah untuk mereka buat kamu gak berkutik. Kalau salah satu dari perempuan koleksimu datang ngaku-ngaku hamil anak hasil hubungan kalian, kamu bisa apa? Nyuruh gugurin?"
Martin terpaku. Benar perkataan Lyra, apapun bisa terjadi. Tak menutup kemungkinan orang haus harta tersebut menjebak.
But, hey. Martin bukan orang bodoh yang mudah terjebak. Kenapa harus takut?
Kedua orang tersebut saling bertatapan lurus. Martin berusaha menyelami pikiran Lyra dari pancaran manik tajamnya.
"Trust me, aku gak bakalan kemana-mana. Oke."
Bisakah Lyra mempercayai orang berkelainan maniak seperti Martin?
Sedangkan Satin siap membuat Lyra hancur!
*****