Chereads / The Mistake (balas dendam) / Chapter 23 - 23 Cari Pekerjaan

Chapter 23 - 23 Cari Pekerjaan

"Dasar hidup. Kok begini amet ya?"

Oke, gak boleh menyumpahi hidup. Hidup sangat suci, bawa berkah untuk masing-masing individu yang dapat sikapi hal tersebut dengan benar.

Pernahkah Anda menggerutu ke diri sendiri? Nah, itu yang Lyra lakukan sekarang. Tadi pertemuan ia dengan sang kakak buat orang tersebut tertekan lahir batin.

Hidup jenis apa yang mereka jalani?

Sang kakak di mata Lyra persis perempuan murahan. Namun sisi berjuang juga masuk. Hidup dan setiap hembusan napas orang tersebut terasa aneh.

Lantas sekarang Lyra galau.

Ia toh merasa tak jauh beda. Nasib banget sih!?

"Ouh, cari lowongan pekerjaan dulu." Lyra terpikir akan sesuatu. Harus gesit.

"Apa ya jenis pekerjaan yang gak mengikat, bisa dirumah, dapat uang, dan aku juga bagus dibagian itu."

Lyra termenung.

"Sekarang serba canggih... aku pengen jadi novelis. Hah... flatform."

Lyra mengerjap lamat-lamat. Kerja di bidang itu harus punya basis pembaca dan fanbase, nah dia kan belum terkenal. Yang ada nanti nasibnya sebatas remahan rengginang.

Tenggelam, gak dilirik dan ya... ujung-ujungnya mumet.

"Jangan yang ini, cari yang lain. Sambil jalan agar gak galau saat aku gak dilirik ditempat nulis. Mau gak mau terikat ke perusahaan nih."

Tuk. Tuk. Tuk.

Sambil berpikir, jari Lyra aktif ketuk meja. Bibir maju beberapa centi dan dahi mengerut tanda tengah berpikir keras.

Aha, kebetulan nih otak Lyra agak lancar. Ia tahu.

"Sekertaris kayaknya keren. Ah tidak, asisten aja. Tapi... perusahaan mana yang mau nerima orang jurusan sastra kayak aku? Gak nyambung."

Lagi-lagi menggerutu.

"Udah coba aja, jadi asisten kan belum tentu bergelut sama berkas. Eh, itu mah tugas sekertaris. So... editor?"

Senyum Lyra mengembang. Bagus, ia sudah punya keputusan akan melangkah kemana. Jalan yang ia tentukan sendiri. Tak masalah, hal yang harus Lyra perbuat adalah coba.

Lantas disinilah Lyra sekarang. Menatap gedung pencakar langit yang tingginya minta ampun. Kalau jatuh, sudah pasti mati kecuali Tuhan masih belum kasih izin.

Bisa sampai disini, Lyra bangga. Habis dia anak rumahan, gak pernah keluar.

"CEO-nya galak gak?"

Sepanjang perjalanan, Lyra berharap orang yang menjadi atasannya nanti gak aneh-aneh.

Tahap pertama selesai. Lyra memberikan CV, dokumen dan berkas penting. Selanjutnya tinggal tunggu panggilan tes dan wawancara.

"Tahu pak presdir pusat?"

Lyra cuman geleng-geleng saat ditanya soal presdir pusat. Berarti ini perusahaan cabang. Oh oke.

"Silahkan tes dan langsung wawancara. Kebetulan pak presdir pusat akan datang hari ini."

Langsung?

Puji syukur untuk Tuhan. Lyra pikir prosedural bakalan lama. Mungkin ini hari hoky besar, makanya dipermudah. Sampai rumah harus mandi tujuh kembang nih.

Tepat seperti yang resepsionis bilang, kelar dalam satu kali proses. Sekarang Lyra sedang berada di ruang tunggu CEO. Katanya sih bentar lagi orangnya bakalan datang.

"Lyra?"

"Eh?"

Tebak orang yang Lyra lihat. Denes Alkhair!

Ini toh pemimpin pusat. Kalau gini Lyra gak mau kerja. Mending pindah ke perusahaan lain.

"Oh, kamu yang kata pak Sepian cepat tanggap dan pintar itu."

Lyra tersenyum tipis lalu menunduk. Gak enak langsung semprot Denes, ada banyak kolega bisnis dekat orang tersebut. Kemanapun Lyra pergi, ia adalah nonya Jinan. Sikap baik dan buruk Lyra adalah cerminan family tersebut.

Harus jaga sikap.

"Silahkan masuk."

Cih, kalau bukan pertimbangan matang, Lyra lebih baik langsung pergi. Terserah Denes mau gimana. Orang ini kok punya banyak cabang perusahaan?

Sampai bidang literatur aja diembat. Pantas aja kaya.

Terpaksa deh Lyra ikut alur sambil senyum yang sangat dipaksakan.

"Jadi, Martin membebaskan kamu. Bagus... tipe suami pengertian. Kamu diterima Ly. Oh, kalau kamu nuntut aku minta maaf, aku akan melakukannya. Maaf atas sikapku padamu."

Ya Tuhan. Buat Lyra sadar kalau sekarang cuman mimpi di siang bolong. Apa yang ia harapkan pada orang macam Denes?

Tiba-tiba minta maaf?

Itu seakan dunia terbalik. Lyra gak ngerti jalan pikir orang tersebut.

"Anda tidak kepentok dinding Pak? Tiba-tiba minta maaf?"

Denes angkat sebelah alisnya. Terkekeh lihat reaksi sang adik ipar mirip orang habis lihat salah satu keajaiban dunia.

Ia serius lho, dalam beberapa aspek.

"Kalau salah minta maaf Ly. Bukankah itu yang kamu mau?"

Kekehan pelan tadi berubah ke seringaian. Seram kalau dari sudut pandang Lyra. Untuk menetralkan gugup, Lyra berdehem, memperbaiki posisi duduk dan mengalihkan pandangan.

Berusaha terlihat senatural mungkin.

"Ya udah, aku maafkan. Jadi ini perusahaan cabang Kakak?"

Lyra berhenti sejenak. Kok serba salah?

Ia barusan panggil apa!?

Lyra tak tahu harus melakukan hal tepat. Terlebih manik Denes terus ikut kemanapun Lyra memandang. Pergerakan kecil pun tak luput dari penglihatan orang tersebut.

Aneh.

"Kamu diterima Ly. Mulai besok datang dan lakukan tugasmu. Semoga kau betah dan kita bisa berkerja sama dengan baik."

Masih adakah celah Lyra menghindar?

Ia ingin mundur. Banyak kok perusahaan yang mau terima dia jadi editor. Kalau harus berhubungan ke Denes, Lyra tak pernah mau.

Lebih baik ia pergi.

"Oh ya kau juga akan banyak membantu saat aku datang. Kau adalah asisten pribadiku."

Cukup.

Rein tak bisa diam. Enak aja, di kontrak dia jadi editor bukan asisten pribadi!

Dasar, jelas nih si Denes kepengen dekat-dekat Lyra. Alasan klasik. Huh.

Lyra menyeringai. Ia ingat bagaimana perjanjian sang kakak dengan orang dihadapannya. Lebih baik ia berdiskusi ke Martin sebelum bilang setuju.

"Em... ada kontrak kalau saya jadi asisten pribadi Bapak? Nona sekretaris gimana?"

Denes terkekeh. Bukannya khawatir, wajah smirik Lyra semakin buat ia tertantang. Orang itu dan Jane tak jauh beda, sama-sama keras dan sulit diatur.

Pasti menyenangkan kalau ia miliki kedua-duanya. Martin bukanlah orang yang harus ia takuti.

Perlahan Danes menghampiri Lyra yang terlihat sudah siap. Ancang-ancang ingin nendang little angry bird orang tersebut.

"Calm down baby. Maaf, kamu, memaafkanku tidak?"

Siapapun tolong cegah Lyra tertawa lepas. Dengan sikap Denes, Lyra yakin orang itu tengah menjebaknya. Dasar.

Oke, pura-pura masuk perangkap.

Lyra terlihat sedang berpikir, ia suka kalau Denes bersikap begini. Lebih menantang.

"Baiklah, lagian aku orang pemaaf."

Sesuai ekspektasi Denes, masih nyangkut sifat polos pada diri seorang Lyra. Hal yang membuat Denes tersenyum.

"Tapi ada syaratnya, Mr Alkhair."

Senyum Denes seketika luntur. Polos berganti licik. Cih, cover yang menyebalkan.

Lyra terlihat sedang berpikir kembali. Semakin kesini, aura 'bitch' Lyra menguar jelas. Orang itu banyak berubah yang sialnya lagi, mengepa Denes 'terselip' kalimat menyesal sebab sudah campakkan orang tersebut?

Lyra punya aura memikat yang tak dapat Denes respon benar. Ia benar-benar terikat!

Bukankah bodoh?

Benar!

*****