Tuan Zhang menanam benih di dua wanita yang berbeda. Namun, sungguh itu hanya upaya dia untuk membalas atas pengkhianatan Nyonya Wang.
Meski pada akhirnya Tuan Zhang benar-benar jatuh hati pada ibu dari Yushen dan ibunya Sifeng.
Rumit. Orang kaya memang rumit.
Tuan Zhang menghubungi seseorang.
"A-Shen! Ini papa."
"Iya, Papa." Suara dari seberang telephone.
"Ceritakan pada papa! Bagaimana bisa adikmu jadi seperti itu, huh?"
Tak ada jawaban beberapa menit.
"Maafkan aku, Papa!" suara Yushen terdengar begitu menyesal.
Tuan Zhang masih terdiam, menunggu Yushen melanjutkan kalimatnya.
"A-Feng mengalami sedikit kecelakaan. A-Feng diserang segerombolan pemabuk. Dan demi menyelamatkanku, he malah terluka."
Tuan Zhang masih terdiam. He menyesal kenapa menuruti kata-kata Sifeng. Tuan Zhang menarik kembali mata-mata yang ditempatkan di Guangzhou karena paksaan Sifeng.
"Papa? Apa papa mendengar saya?" tanya Yushen.
"Ini peringatan bagimu, A-Shen! Kalai terjadi seperti ini lagi, papa akan membawa A-Feng pulang ke Beijing atau bahkan mungkin memulangkan A-Feng ke Jepang."
Kata-kata Tuan Zhang tegas hingga membuat Yushen semakin tak kuasa membela diri.
Tuan Zhang hanya menggertak. Tidak mungkin juga dia akan tega membuang Sifeng ke Jepang, bukan?
***
Siang semakin terik. Namun, pesta tetap berjalan. Pesta meriah ini akan berakhir hingga tengah malam nanti.
Bahkan, sudah disediakan kamar hotel bagi para tamu untuk beristirahat, atau hanya sekedar mandi. Sungguh hotel yang tidak main-main dalam pelayanannya.
Zhang Sifeng merasa ada yang aneh pada dirinya. Tiba-tiba saja tubuh Sifeng gemetaran, pandangannya mulai kabur.
Tidak tahu apa yang terjadi. Mungkin karna cuaca yang sangat panas atau karena luka di kepala Sifeng.
Sifeng hampir saja terjatuh ke depan, tapi ada tangan kekar yang menahan. Manager Huo.
"Childie Zhang, Anda tidak apa-apa?" Sebuah suara dari arah belakang Sifeng.
"Tidak apa-apa, Paman. Hanya merasa sedikit kepanasan." Sifeng mengalihkan wajah dari tatapan curiga lelaki yang berada di hadapan Sifeng. Sifeng menyembunyikan rasa sakitnya.
"Saya permisi dulu, Paman!" Sifeng membungkukkan badan dan pergi meninggalkan Manager Huo, begitu saja.
Manager Huo mulai menyadari ada yang aneh pada diri Tuan Muda Zhang itu.
Sifeng duduk sejenak di salah satu kursi tamu. Sifeng mengarahkan pandangannya pada sosok Yushen.
Zhang Yushen terlihat sangat sibuk. Yushen berbincang-bincang dengan rekan bisnisnya.
Mungkin, bukan saat yang tepat untuk Sifeng mengeluh tentang keadaannya pada Yushen. Sifeng akan menahan diri sampai kakaknya itu bersantai. Baru Sifeng akan mengungkapkan tentang tubuhnya yang mulai lemas saat ini.
Sifeng dengan gontai menuju ke dalam hotel.
"Berikan aku satu kamar! Di lantai dasar saja, aku tidak ingin berjalan terlalu jauh." Sifeng berkata pada resepsionis.
Resepsionis itu mengamati Sifeng. "Anda terlihat pucat, Childie Zhang. Maukah saya panggilkan dokter untuk Anda?"
"Tidak perlu! Aku hanya butuh beristirahat." Sifeng dengan segera mengambil kunci dari resepsionis.
Sifeng buru-buru masuk ke sebuah kamar. Sifeng mengunci kamarnya. Tubuhnya sangat lemas saat ini. Dia merosok ke lantai, dan kini terduduk sambil bersandar di pintu.
Napas Sifeng menderu. Dengan susah payah Sife mencapai kamar ini. Kepalanya sungguh pusing, lebih sakit dari saat Sifeng dihantam sebuah botol waktu itu.
Sudah tidak ada tenaga untuk mencapai ranjang, yang tinggal beberapa meter dari Sifeng berada. Matanya kini semakin mengabur, Sifeng terus memegangi bekas luka di kepala, yang masih terlilit perban tebal itu.
"Aargh ...!!" Sifeng mengerang kesakitan. Detik berikutnya, Sifeng pingsan tepat di dekat pintu.
***
Mentari mulai menuju peraduannya, para tamu satu persatu meninggalkan pesta dan menuju kamar hotel mereka masing-masing.
Gil dan Vin menghampiri Zhang Yushen yang berada di salah satu kursi.
"Apa kita akan pulang saat ini, Zhang?" tanya Gil.
"Sepertinya, malam ini kita menginap di sini saja, Gil. Lagipula, pesta ini belum selesai. Pestanya akan selesai tengah malam nanti," jawab Yushen. Yushen tersenyum ramah kepada Gil dan Vin, sama seperti biasanya.
"Oh iya, aku tidak melihat Sifeng Brother dari tadi." Vin bertanya. Dia sambil melihat ke sekeliling. Mencari keberadaan pemuda yang memiliki tatapan rambut aneh, menurut Vin.
Astaga, Yushen melupakan Sifeng. Ini sudah lewat waktu adiknya harus meminum obat. Ternyata, pesta ini sungguh menyita waktu Yushen.
"Aku kira A-Feng bersama kalian sejak tadi." Yushen berucap. Dia mulai melihat ke sekeliling juga, mencari keberadaan adiknya.
"Tidak, Yushen. Dari tadi, aku hanya bersama Vin di taman bermain." Gil juga ikut mengarahkan pandangan ke seluruh sudut halaman.
"Sial! Ke mana anak itu?" Yushen berlari ke seluruh tempat, berharap segera menemukan adiknya.
Mungkin saja dia sudah pulang. Ah, tidak mungkin. Sifeng masih belum dapat menyetir sendiri dalam kondisi seperti itu, bukan?
Zhang Yushen tiba-tiba mengingat kata dokter agar Sifeng beristirahat total selama beberapa hari.
"Aku memang bodoh! Seharusnya, aku tidak membiarkan A-Feng ikut tadi." Yushen memaki dirinya sendiri.
Yushen bertanya pada beberapa orang, apa ada yang melihat adiknya. Namun, tidak ada seorang pun yang melihat Sifeng.
Di depan hotel, Yushen berpapasan dengan Manager Huo. Yushen langsung membungkukkan badan.
"Childie Zhang, aku tadi melihat Tuan Muda Sifeng. Dia terlihat lemas. Sepertinya sedang kurang sehat."
"Apa Paman tahu A-Feng di mana saat ini?" tanya Yushen, panik.
"Mungkin saja ada di salah satu kamar hotel ini, Childie Zhang," jawab Manager Huo.
"Baiklah, Paman. Terima kasih!" Yushen kembali menundukkan kepala. Kemudian, berlari menuju resepsionis.
"Apa adikku meminta kamar tadi?" tanya Yushen.
"Iya, Tuan Muda. Tuan Muda Zhang meminta satu kamar dan saya memberinya kunci kamar 04. Dia terlihat sangat pucat tadi," jawab resepsionis itu, yang membuat Yushen semakin panik.
"Beri aku kunci duplicate-nya! Cepat!" Yushen mengetuk-ngetuk meja, seolah tidak sabar menunggu resepsionis itu mengambilkan kunci.
"Ini, Tuan." Resepsionis itu memberikan kunci duplikat yang diminta Yushen.
Yushen segera mengambil kunci itu dan berlari menuju kamar 04.
Zhang Yushen membuka pintu kamar itu. Tangannya bergetar hingga menjatuhkan kunci. Yushen tidak sanggup membayangkan kondisi Sifeng saat ini.
Yushen memungut kunci kembali dan mencoba membuka pintu kamar itu. Berhasil. Namun, kenapa pintunya masih sulit terbuka?
Zhang Yushen mendorong pelan pintu itu. Yushen memasukkan sebagian kepalanya ke ruangan. Yushen tidak menemukan Sifeng di kamar itu.
Kamar ini sepi. Lalu, Yushen melirik ke bawah pintu. Apa yang sebenarnya membuat pintu ini macet?
Astaga, sebuah tubuh tergeletak tidak berdaya, tepat di balik pintu. Yushen sangat terkejut.
Apa yang dilakukan Sifeng di dekat pintu ini? Apa Sifeng tidak ingin ada seorang pun masuk? Atau mungkin Sifeng pingsan? Pertanyaan-pertanyaan itu muncul di benak Zhang Yushen.
Yushen tidak bisa masuk kalau Sifeng masih tiduran di balik pintu, seperti itu.
Yushen akhirnya berjongkok dan memasukkan tangannya ke dalam. Yushen mengguncang bahu Sifeng. Pelan.
"A-Feng! Bangunlah! Apa kamu ingin tiduran seperti ini, heh? Hei, Zhang Sifeng! Cepat bangun dan menyingkirkan dari pintu!" panggil Yushen, keras. Memang terdengar sangat kasar. Tapi, ada rasa khawatir pada nada bicara Yushen. Yushen mengkhawatirkan kondisi adiknya saat ini.
Tidak ada respon, Sifeng masih tertidur di balik pintu. Zhang Yushen semakin panik.
To be continued ....