"Baguskah vilanya?" tanya Aira.
"Sangat bagus. Bukan hanya vilanya tapi pemandangan di sana sungguh indah, sejuk dan menentramkan." Sartika membayangkan tempat dimana separuh kehidupannya dilaluinya di sana.
"Apakah Ibu juga tinggal di sana?" Pertanyaan Aira membuat mata Sartika berembun.
"Dulu aku tinggal lama di sana. Bahkan ketika mamamu meninggal aku masih terus di sana. Keluarga besarmu memintaku untuk menjaga dan membersihkan vila itu."
"Jadi mamaku sudah meninggal?" Pertanyaan spontan yang terlontar dari mulut Aira kembali menyeruakkan rasa sedih di hati Sartika.
"Ya, sayang," jawabnya singkat.
"Apakah kemudian Ibu mengangkatku sebagai anak?"
Sartika menggeleng, "Tanpa diangkat pun engkau tetaplah anakku. Tak selamanya anak hanya yang berasal dari rahim kita bukan?"
"Kalau Ibu memang ibuku, kenapa kita baru ketemunya sekarang?"
Sartika tertegun mendengar pertanyaan yang diajukan Aira. Tak sadar runtuh juga tangisan dari kelopak mata tua Sartika.
