Kanaya berubah khawatir, melihat keadaan gadis muda yang duduk di depannya. "Kamu tidak demamkan?" tanyanya.
"Tidak, Kak," jawab Aira dengan wajah lesu.
"Kenapa dahimu berkeringat?" tanyanya lagi. Kanaya tak mau kalau Aira sampai sakit hanya hal yang tidak begitu penting menurutnya.
"Lebih ke trauma saja aku, Kak. Aku benar-benar takut kehilangan masa laluku yang indah bersama keluarga besarku."
Keinginan besar Aira untuk menyakinkannya membuat Kanaya tersenyum sendiri.
Diperhatikannya saja gadis muda itu terus mengeluarkan uneg-uneg dari dalam hatinya.
"Bila aku kabur dari rumah, artinya aku harus ikhlas melepas semua keindahan yang selama ini kujalani bersama mereka."
"Kau boleh tinggal di rumahku, sampai kau bisa memikirkan jalan terbaik untuk semua persoalan yang tengah kau hadapi."
Kanaya memotong keluhan-keluhan yang bagai tak henti terlontar dari mulut Aira.
"Apa ...!" seru Aira dengan mata membulat.
