Ibnu syok, ia sama sekali tak menduga kalau kedatangan abah Ibrahim, terkait dengan acara lamaran Jamila kepada dirinya.
'Apa-apaan ini? Mana mungkin Ayah bisa melakukan hal ini kepadaku? Aku masih terlalu muda untuk menikah, kuliah saja belum lagi bisa kurampungkan.' pemuda itu berkali-kali membantah dalam hatinya.
'Dengan apa hendak kuberi makan anak gadis orang?' Apa ayah Jamila, si Abah itu, tidak berfikir sampai ke sana?' sungut Ibnu.
Menikah itu soal gampang. Mempertahankan pernikahan supaya langgeng sampai ajal memisahkan? Itu yang sulit.
Apalagi bila pernikahan tidak diiringi dengan kemampuan finansial lelaki sebagai calon kepala rumahtangga.
Ibnu tak ingin menjadi kepala keluarga yang kehadirannya seperti mentimun bungkuk, atau abu di atas tunggul, atau seperti baling-baling di atas bukit.