Di sekolah ini mewajibkan murid -muridnya untuk mengikuti setidaknya satu organisasi. Lintang sudah memiliki pilihan sendiri yaitu Marching Band. Ini dikarenakan waktu sekolah menengah pertama dulu, Lintang merasa sangat mengasyikan jika bergabung dengan tim Marching tersebut, maka dengan yakin, ia menandai pilihannya tersebut pada selembar kertas yang sudah dibagikan oleh panitia OSIS.
Jadwal kumpulan pertama organisasi itu dilaksanakan hari ini seusai kegiatan belajar mengajar, tepatnya pukul 3 sore. Masih banyak waktu tersisa dan Lintang memanfaatkan itu untuk pulang ke asrama terlebih dulu agar bisa berganti pakaian.
Lintang tahu peraturannya harus menggunakan pakaian training, namun ia tak mempunyai satu pun pakaian training, baik baju maupun celana. Dan dari itu, ia memutuskan untuk memakai kaos biasa saja, dengan harapan semoga pembina juga senior-seniornya dapat memaklumi itu semua.
Namun ternyata, ketika ia tiba di lapangan, tempat dimana perkumpulan organisasi anak-anak Marching Band itu berada, ia justru mendapat tatapan aneh dari mereka. Untungnya, salah satu senior perempuan segera berjalan menghampiri Lintang. "Ayo ikut aku, anak baru kumpulnya di ruangan sana," katanya sambil tersenyum dan menunjuk satu ruang kelas yang tak jauh dari posisi mereka.
Lintang hanya balas dengan anggukan kaku.
"Tinggal di asrama ya?" tanya sang senior untuk sekadar basa-basi.
"Iya kak."
Tidak ada lagi percakapan selanjutnya karena mereka sudah tiba di depan ruangan yang dituju. Senior itu mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum membukanya dan mempersilakan Lintang untuk masuk.
Entahlah, perasaan Lintang sekarang sungguh jauh berbeda dengan harapannya yang berpikir akan enjoy dan menyenangkan, nyatanya ia malah merasa gugup luar biasa. Lintang benar-benar tak nyaman saat lagi-lagi ia menjadi pusat perhatian karena pakaian yang ia kenakan tampak berbeda dengan yang lain.
Lintang mencoba menenangkan dirinya sendiri dengan menarik nafas dan menghembuskannya beberapa kali. Ia menoleh pada senior tadi, mengucapkan kata terima kasih secara singkat lalu perlahan berjalan masuk ke arah belakang, dimana terdapat kursi yang masih kosong di sana dan segera mendudukkan diri.
"Selamat sore semuanya."
Beberapa senior yang ada di lapangan sebelumnya sekarang mulai memasuki ruangan, menyapa juniornya dengan riang dan dilanjut memperkenalkan diri masing-masing.
Kurang lebih 20 menit waktu yang digunakan untuk mendengarkan penjelasan senior tentang apa saja yang ada di organisasi Marching Band ini. Setelah dirasa cukup, mereka langsung menyuruh semuanya kembali ke lapangan untuk pengenalan instrumen yang akan digunakan serta penampilan perdana mereka memainkan itu semua.
Di tengah penampilan tersebut, sungguh rasanya Lintang ingin mundur dan pulang saja karena ia terlanjur malu, bahkan Lintang sengaja memisahkan diri, sedikit menjauh dari jarak teman-teman seangkatannya.
Ia hanya seorang diri.
Sebelum akhirnya ia merasa seseorang melambai padanya, ia menoleh sekilas.
"Hei, ayo sini gabung."
Lega. Kalian tahu bagaimana rasanya di tengah kesendirian kita lalu tiba-tiba ada yang menghampiri? Rasanya lega, sebab merasa bahwa masih ada orang baik yang mau menerima kehadiran kita, itu yang kini Lintang rasakan.
Lintang tersenyum padanya kemudian menghampiri seseorang yang mengajaknya bergabung itu. Mereka kembali fokus pada penampilan, memperhatikan dengan sangat detail, karena nantinya mereka disuruh memilih masing-masing satu instrumen yang paling diminati.
"Lo udah punya pilihan mau megang apa?"
Lintang sedikit berpikir, "Kayaknya gue mau mainin bendera aja."
"Wah, sama! Gue juga pengen itu."
Lintang tak menjawab lagi, ia bingung dalam menanggapi obrolan jika tidak ada pertanyaan yang ditujukan padanya.
Tanpa terasa hari sudah semakin sore, kumpulan pertama hari ini sudah selesai, sedangkan untuk latihan akan dimulai minggu depan. Sekali lagi Lintang merasa lega, ya—hari ini tidak terlalu buruk.
•••
Peraturan asrama bisa dikatakan lumayan ketat. Bangun terlambat saja harus dikenakan hukuman, handphone disita selama 3 hari dan sialnya Lintang bangun kesiangan akibat kemarin terlalu kelelahan.
Mau tak mau ia menyerahkan ponselnya pada penjaga asrama yang pada pagi hari ini menangkap dirinya tengah tergusar-gusar merapikan tempat tidur. Yasudah, mau bagaimana lagi kan. Teman sekamarnya tidak ada yang peduli, mereka sudah berangkat duluan.
Karena ponselnya yang disita, Lintang jadi tidak tahu info jika latihan Marching Band dimajukan harinya. Setelah 3 hari kemudian, ia baru membaca pesan dari seniornya yang berisi jadwal latihan, dan ternyata itu dilaksanakan kemarin.
Lintang tidak hadir di latihan pertama.
Tapi di latihan kedua, Lintang akhirnya hadir. Ia langsung mengambil satu bendera atau yang biasa dikenal oleh anak Marching Band dengan istilah Color Guard (CG).
Lintang berdiri di barisan paling belakang. Saat instrumen-instrumen lain mulai dimainkan satu per satu, ia hanya terdiam. Pasalnya, ia sama sekali belum mempelajari bagaimana cara memainkan alat yang kini berada dalam genggamannya itu, sementara anak-anak yang memegang alat yang sama dengannya tampak lihai memainkan itu meskipun agak sedikit kaku.
Akhirnya Lintang mencoba menyesuaikan gerakan seperti mereka, sangat sulit. Jelas, karena ini benar-benar baru kali pertama bagi Lintang tapi tidak ada yang mengajarinya terlebih dahulu.
"Kakinya juga dimainin, jangan tangannya doang!" Salah satu senior berteriak pada barisan Lintang. Dia memerhatikan satu per satu anak hingga pandangannya jatuh pada Lintang. "Jangan lemes gitu, pake tenaga, yang niat mainnya!"
Ingin sekali rasanya Lintang membalas dengan lebih lantang, kenapa dia bisa seenaknya seperti itu? mentang-mentang posisinya adalah senior, apa dia berhak melakukannya? Namun lagi-lagi Lintang hanya terdiam dengan degup jantung yang berpacu cepat. Jujur saja bahwa ia takut jika sudah mendengar bentakan, apalagi bila bentakan itu ditujukan hanya padanya.
Tapi satu senior yang lain segera menghentikan temannya. Ia menyuruh Lintang memisahkan diri dari barisan dan Lintang hanya mampu menurut.
Awalnya Lintang merasa sedikit takut, karena Lintang mengira ia akan kembali dibentak, namun ternyata tidak, senior itu mengambil Color Guard dari tangan Lintang kemudian memutarnya perlahan sembari menjelaskan cara bagaimana memainkannya dengan benar.
Kalau Lintang tidak salah ingat, dia adalah orang yang sama dengan yang saat itu mengantar Lintang ke ruangan kumpul waktu pertama kalinya. Lintang jadi berpikir, apa tidak ada lagi senior baik seperti ini? Tapi biarlah, Lintang hanya perlu fokus pada pelatihan sekarang sebagai tanda terima kasih karena telah diselamatkan dari senior yang tadi membentaknya.
Lintang bisa merasakan betapa tulusnya senior ini mengajarinya dengan sabar dan telaten, karena dia juga paham bahwa belajar tidak mungkin langsung bisa pada percobaan pertama, ditambah Lintang juga baru, berbeda dengan temannya yang lain yang sudah lebih dulu diajari kemarin saat dirinya tidak ikut latihan karena kurangnya informasi.
Sesungguhnya ini sulit, Lintang tidak tahu ke depannya akan bagaimana, apakah ia kuat untuk tetap bertahan di organisasi ini?