Acara lamaran sukses Alvin lakukan. Tahap selanjutnya, mereka harus pergi ke rumah keluarga Ravendra, untuk menentukan acara pernikahan.
Sebelum berangkat ke rumah itu, Alvin dan Riana sudah menanyakan pada Roger, apakah dia mau untuk tinggal sementara di rumah tuan dan nyonya Ravendra, yang tidak lain adalah kakek dan neneknya.
"Roger mau kok, Mi. Asal Papi sama Mami bisa tinggal bersama," ucapnya saat itu.
"Lagian cuma sementara, kan? Terus nanti Papi sama Mami, jemput Roger lagi kan?" Tambahnya, penuh harap.
Baik Riana maupun Alvin sebenarnya tidak ingin berbohong apalagi memanfaatkan malaikat kecil mereka, hanya untuk sebuah pernikahan impian keduanya.
Namun, keputusan telah diambil. Roger juga menyetujuinya, karena dia juga ingin orang tuanya hidup bersama dalam satu keluarga, dalam satu rumah.
Brak.
Alvin, Riana dan Roger keluar dari mobil. Mereka berjalan menuju rumah keluarga Ravendar. Sunyi. Rumah itu begitu sepi saat ini.
Waktu menunjukkan pukul 3 sore. Itu artinya, kedua orang tua Alvin memang tidak ada di rumah. Ke mana mereka pergi kali ini?
Meskipun hari minggu, tuan dan nyonya Ravendra tetap tidak ada di rumah. Mereka memang seperti itu sejak Alvin dan Alan masih kecil. Jarang menghabiskan waktu di rumah bersama anak-anaknya.
Entah apa yang tuan dan nyonya Ravendra lakukan di luar sana. Alvin tidak pernah ingin tau ataupun menyelidikinya.
Sudah tertanam dalam benak Alvin, jika tuan dan nyonya Ravendra selalu pergi untuk urusan pekerjaan.
"Kak Alvin." Mereka bertiga dikejutkan akan kehadiran penghuni rumah yang lain, selain orang tua Alvin.
"Alan, kamu di rumah?" tanya Alvin.
Alvin lupa kalau Alan memang selalu ada di rumah saat hari libur. Entah itu sekolah, kuliah ataupun saat bekerja.
Alan jarang keluar saat hari libur. Entah karena tidak memiliki teman atau memang dia yang tidak ingin keluar.
Dulu, jauh sebelum Alvin memiliki hubungan dengan Riana. Alvin adalah orang yang selalu mengajak Alan keluar, entah jalan-jalan, nonton, atau sekedar nongkrong di cafe.
"Iya, aku kan emang ngga pernah keluar rumah kalau hari libur. Mending di rumah, istirahat," jawab Alan, tersenyum kecut.
Dia pun mempersilahkan kakak dan calon kakak iparnya duduk, sementara menunggu bibi membuat minuman.
"Roger, kenalin, dia Om Alan, adik Papi." Alvin memperkenalkan malaikat kecil dan adiknya. Dengan adanya Alan di rumah, setidaknya Alvin tidak terlalu cemas.
"Halo Roger," sapa Alan.
"Kenalin, nama om, Om Alan." Tambahnya, memperkenalkan diri pada sang keponakan.
Roger menatap Alvin dan Alan secara bergantian.
"Papi sama Om Alan, mirip ya." Roger mengatakannya dengan netra berbinar. Mungkin menurut Roger, bisa tinggal bersama orang yang mirip Alvin, membuatnya senang.
"Iya, Om Alan kan adik Papi. Mulai besok, Roger juga tinggal bareng Om Alan di rumah ini." Alvin kembali menjelaskan, jika setelah ini mereka tidak akan bertemu lagi.
Roger sempat menunjukkan senyum bahagia, sebelum ekspresi murung menghiasi wajahnya.
"Roger, kenapa? Ngga suka tinggal di sini? Ada Om Alan kok," bujuk Alvin.
"Kalau Roger kangen sama Mami, gimana?" tanyanya, menatap lekat pada Riana.
Jujur, jika harus berpisah dengan malaikat kecilnya, Riana juga tidak akan sanggup. Sudah hampir 4 tahun mereka bersama, meskipun hanya berpisah untuk sementara, Riana tidak yakin akan hal itu.
"Nanti Om Alan telfon Papi kalau Roger kangen sama Mami. Jadi, Roger bisa ngobrol sama Mami lewat video call." Alan menjawab rasa bimbang Riana dengan penuh kepastian.
Dengan satu jawaban Alan, Riana yakin untuk meninggalkan Roger di rumah itu. Sama seperti Alvin, Riana juga merasa tenang saat Alan juga ada di rumah keluarga Ravendra untuk membantu mereka menjaga sang malaikat kecil.
"Bener, Om? Roger bisa telfon Mami kapan aja?" Rona bahagia, jelas sekali terlihat dari senyumnya yang mengembang sempurna.
"Iya, Om Alan janji," balasnya membuat janji kelingking dengan sang keponakan yang baru ditemuinya hari ini.
Sama seperti Roger bertemu Alvin untuk pertama kali. Hubungan darah antara keduanya mendekatkan hubungan mereka berdua.
Begitu pula saat bersama Alan, hubungan paman dan keponakan langsung melekat di hati dan benak Roger. Membuatnya bisa menerima Alan lebih cepat.
"Alvin, kalian di sini?" tanya nyonya Ravendra. Bersama tuan Ravendra, mereka baru saja sampai rumah, setelah pergi entah ke mana.
"Mama"
"Nenek." Roger langsung berlari ke pelukan nyonya Ravendra.
Ini adalah kali kedua Roger bertemu dengan kakek dan neneknya. Namun, sikapnya pada mereka terlihat seperti sudah sangat dekat. Mungkinkah itu rencana Roger? Si malaikat kecil sengaja membuat neneknya senang, agar bisa merestui hubungan kedua orang tuanya?
"Alvin, ajak Riana ke ruang kerja Papa," titah tuan Rames Ravendra. Beliau meninggalkan Roger bersama sang istri dan putra bungsunya.
Riana merasakan ketegangan yang menjalar di sekujur badan. Belum pernah dia bertemu dengan ayah Alvin seperti sekarang. Karena mereka memang baru bertemu beberapa kali.
"Jadi, apa yang kalian pilih?" tanya tuan Rames, setelah mereka bertiga sampai di ruang kerja.
Tuan Rames menyuruh Riana untuk duduk, tepat berhadapan dengannya. Alvin menggenggam tangan Riana, dia tau kalau wanita yang akan menjadi istrinya itu, tengah merasakan ketegangan yang cukup hebat.
Pandangan tajam yang menghunus, setiap ucapan yang tuan Rames katakan terdengar mendominasi. Penuh ketegasan dan kewibawaan.
Sungguh seorang pemimpin yang terlihat gagah diusianya yang sudah tidak muda lagi.
"Kami akan menikah," jawab Alvin, mantap.
Tidak ada jawaban yang tuan Rames ungkapkan. Beliau memperhatikan pasangan yang tengah mempersiapkan diri menjalin sebuah hubungan itu, dengan tatapan menginterogasi.
"Kalian tega meninggalkan anak kalian di sini, hanya untuk sebuah keegoisan?" Begitu nyaring, tapi tetap ada ketegasan dalam nada bicara tuan Rames.
Bukankah itu pilihan yang mereka tawarkan? Kenapa saat Alvin bilang akan tetap menikahi Riana dan meninggalkan Roger, tuan Rames terlihat tidak terima.
Seharusnya beliau senang, kan? Kenapa justru sebaliknya? Apa mungkin tawaran yang mereka berikan waktu itu, hanya sebuah gertak semata?
Karena yang mereka kira, baik Alvin maupun Riana pasti akan mempertahankan putra kecilnya di sisi mereka. Menolak untuk egois akan kebahagiaan diri masing-masing.
Mungkin juga, pilihan yang Alvin dan Riana ambil tidak sesuai dengan ekspektasi tuan Rames Ravendra.
"Maaf, Pa. Mungkin kami egois, tapi semua itu kami lakukan juga demi masa depan Roger. Kami selalu memikirkan yang terbaik untuknya," jawab Alvin.
"Apa kalian kira dengan menitipkan Roger di sini, itu sebuah kebaikan? Kalian salah besar. Bagaimana jika sesuatu yang tidak kalian inginkan terjadi pada anak itu?"
"Alvin yakin, kalau Papa sama Mama ngga akan membiarkan hal buruk terjadi pada cucu Papa," simpulnya.
"Jadi itu yang kalian pikirkan? Baik, kalian memilih untuk menikah. Kapan pesta pernikahan akan diadakan?"
"Mungkin lusa. Lebih cepat lebih baik," balas Alvin.
"Jika itu sudah menjadi pilihan kalian. Maka, jangan pernah menyesalinya." Sahut tuan Rames sebelum meninggalkan Alvin dan Riana di ruang kerja.
bersambung...