Devano mengajak Tasya ke supermarket terdekat. Dia memegang tangan Tasya dengan lembut. Gadis itu bersemu merah, detak jantungnya berdetak tak kendali. Dia terhenti sejenak, Devano menyipitkan kedua mata.
"Kenapa?" tanya Devano.
"Cuacanya terik juga ya," ucap Tasya.
Ucapan Tasya tidak salah, namun bukan itu alasannya untuk menghentikan langkahnya. Gadis itu sebenarnya tidak keberatan dengan cuaca yg seterik apapun, ia sudah terbiasa hidup dengan ditemani panasnya cahaya matahari.
"Oh ya, sebentar lagi sopirku datang. Tunggu saja ya. Kita kesana saja sambil menunggu sopirku datang," kata Devano, ia tersenyum lebar.
"Devano, bi-bisa enggak kalau kamu jangan suka senyum seperti itu," ucap Tasya dengan polos.
"Kenapa? Ada yang salah? Apa senyumanku begitu buruk?"
"Bu-bukan itu. Aku rasa…." Ponsel yang dibawa Devano tiba-tiba berdering. Tasya tak bisa meneruskan kata-katanya. Dia menggigit bibir bawahnya.