Aisyah masih saja mengurung diri di kamar walaupun hari sudah malam. Setelah shalat isya, Aisyah langsung membaringkan tubuhnya di kasur. Kali ini dirinya sedang membaca buku dari seorang praktisi sejati yaitu Ary Ginanjar Agustian. Aisyah hanya ingin menyalurkan rasa kesalnya dengan membaca karena mengingat kejadian siang tadi saat melihat adegan Reza memeluk Salsa masih terbayang jelas di benaknya. Membaca buku itu dapat membuat hatinya sedikit tenang, karena di dalam buku itu membahas tentang rahasia sukses membangun kecerdasan emosi dan spiritual. Ya kali ini Aisyah akan berusaha menata hatinya sesuai dengan permintaan abinya.
Mungkin kah dirinya harus menerima keputusan abinya yang akan mengirimnya ke pulau Jawa. Mendadak hatinya merasa nyeri andai saja dirinya jauh dari kedua orangtuanya. Meskipun selama ini dirinya sering dimarahi oleh abinya namun itu tak membuat Aisyah harus membenci abinya.
Saat sedang asyik membaca, dari luar kamarnya terdengar suara ketukan pintu begitu keras. Suara umi yang sedang memanggilnya untuk segera makan. Karena sejak siang tadi Aisyah masih belum makan apapun.
Aisyah masih diam bergeming tak ingin keluar, dirinya masih kecewa karena kedua orangtuanya seperti tidak menginginkannya dengan mengirimnya ke Jawa nanti. Mendadak Aisyah merasa berat jika harus benar-benar meninggalkan kuliahnya yang sangat dia sukai itu namun ditentang abinya.
Saat tak ada jawaban apapun dari Aisyah, akhirnya umi langsung kembali lagi ke living room untuk bergabung bersama Abi Rozak.
Sedangkan di dalam kamar, tiba-tiba ponsel Aisyah berdering karena ada yang menelponnya. Aisyah melirik layar ponselnya, kemudian dirinya langsung tersenyum kecut saat menyadari jika yang menelponnya adalah manusia penghianat yang saat ini Aisyah benci. Kali ini bukan panggilan suara melainkan video call.
Mendengar ponselnya tak kunjung berhenti, membuat Aisyah merasa muak dan langsung menonaktifkan ponselnya. Kemudian Aisyah bisa bernapas lega karena sudah tidak ada suara dering ponsel yang memekakkan telinganya.
Sementara itu di luar kamar, Abi dan Uminya tampak berbincang-bincang mengenai Aisyah kali ini. Mereka berdua masih bersikap sabar saat mengahadapi kemarahan Aisyah seperti saat ini. Ini bukanlah kali pertama Aisyah bersikap seperti itu.
"Abi, bagaimana jika Aisyah nggak keluar sampai nanti. Dia belum makan dari tadi bi," seru umi Masitoh yang sedang mengkhawatirkan putri bungsunya.
"Sudahlah, Umi kayak nggak paham dengan Aisyah. Sebentar lagi kalau dia lapar pasti akan keluar dari kamar. Dia kan nggak tahan lapar, di dalam kamar kan nggak ada apapun," tutur Abi Rozak berusaha menenangkan sang istri.
"Tapi ini udah lama Bi, dari siang tadi dia nggak keluar-keluar," lanjut umi Masitoh yang masih saja cemas.
Abi tampak menghela napas panjang saat mendengar istrinya yang sedang cemas.
Saat Abi akan berbicara lagi, terdengar pintu kamar Aisyah dibuka dari dalam. Umi dan Abinya langsung menoleh ke arah sumber suara. Abi dan umi tampak menahan senyum melihat Aisyah keluar dengan wajah yang cemberut. Saat ini Aisyah mengunakan piyama motif beruang. Masih terkesan seperti anak abg yang sedang marah karena wajahnya sedang cemberut saat keluar dari kamar.
Belum apa-apa yang dikhawatirkan sudah keluar dari tempat nya bersarang.
"Benarkan Abi bilang, sudah jangan diajak bicara dulu. Biarkan dia menghilangkan rasa kesalnya terlebih dahulu." Sungguh Abi Rozak sangat penyabar saat menghadapi sikap Aisyah yang sangat labil seperti itu.
Umi Masitoh hanya mengangguk paham dan membiarkan Aisyah sendirian di dapur. Baginya melihat Aisyah marah adalah sudah menjadi pemandangan mereka sehari-hari. Hanya karena beda pemikiran dan pada akhirnya Aisyah akan mengalah dan tidak ingin melawan Abi dan juga Uminya.
Saat Aisyah sedang di dapur, abi dan umi tidak ingin mendekat. Mereka masih memberi ruang pada Aisyah agar tidak marah lagi. Abi masuk ke ruang baca sedangkan umi masuk ke kamar untuk tidur karena jam sudah menunjukkan pukul 22 wib.
Aisyah yang menyadari jika Abi dan Uminya sudah tidak ada di ruangan tadi merasa lega. Karena dirinya akan makan yang banyak kali ini untuk membalas siang tadi yang belum terisi apapun.
Semua makanan yang telah disediakan uminya sudah dihabiskan semua oleh Aisyah tak tersisa. Setelah selesai Aisyah langsung mencari abinya yang Aisyah perkirakan sedang berada di ruang baca.
Kemudian Aisyah langsung masuk saat menyadari jika abinya benar-benar ada di ruang baca.
"Selamat malam Abi," sapa aisyah sambil mencium pipi abinya. Itu artinya saat ini Aisyah sudah bisa memaafkan abinya, sudah mau diajak bicara oleh abinya.
Dalam hati Abi merasa lucu melihat tingkah Aisyah yang dari dulu tidak berubah padahal umurnya sudah menginjak 19 tahun.
"Selamat malam, belum tidur kamu?" tanya Abi Rozak basa basi. Padahal dirinya tahu jika Aisyah baru saja selesai makan dari dapur.
"Belum mengantuk Bi, ada yang ingin Aisyah tanyakan sama Abi," seru Aisyah sambil langsung duduk di samping Abinya. Kemudian Abi langsung meletakkan buku yang baru saja dibaca.
"Mau tanya apa," tanya Abi kemudian melepas kacamata yang bertengger di hidungnya.
"Kenapa Abi melarang Aisyah untuk melanjutkan kuliah Bi, sedangkan kak Anis dan juga kak Maira kuliah. Kenapa Aisyah nggak boleh?" tanya Aisyah yang mengeluarkan unek-unek nya dari tadi sejak berada di dalam kamar.
"Bidang yang kamu ambil sangat tidak bermanfaat untuk urusan akhirat kelak Aisyah, benar saat ini kamu bangga dengan apa yang kamu capai. Tapi itu hanya untuk urusan duniawi saja, setelah kamu menikah semua itu tidak akan diperlukan," terang Abi yang berusaha memberi pengertian pada putrinya yang sangat banyak protes jika diberi arahan.
"Tapi kan menuntut ilmu itu wajib Abi, kenapa bidang yang Aisyah ambil tidak boleh Aisyah lakukan. Bermain musik juga akan menghasilkan uang jika kita pandai mengaturnya kelak, urusan duniawi dan juga akhirat harus seimbang Abi," protes Aisyah tidak terima jika bidang yang dia ambil dianggap salah.
"Bukannya salah sebenarnya, kalau kamu laki-laki Abi tidak masalah kamu ambil jurusan di bidang seni musik, malah bagus. Tetapi yang Abi maksud di sini adalah, kamu itu seorang wanita yang suatu saat nanti akan ikut dengan suamimu. Jadi apa kegunaan dari seni musik yang kamu ambil saat ini? jika kamu bisa mengatur dengan seimbang, maka Abi akan mengizinkan kamu meneruskan kuliahmu itu, tapi...." Abi tampak menjeda kalimatnya dan Aisyah semakin penasaran.
"Tapi apa bi?" tanya Aisyah.
"Kamu akan tetap Abi letakkan di pesantren teman Abi yang ada di Jawa setelah kakakmu Rengganis pulang," jelas Abi pada Aisyah yang tampak mendengarkan penjelasan dari abinya.
"Di sana kamu juga bisa bermain musik seni Hadrah," lanjut Abi lagi.
Aisyah yang mendengar penjelasan dari abinya merasa kurang puas. Abi mengizinkannya meneruskan kuliah andai dirinya mau tinggal di pesantren. Itu sama saja seperti jebakan menurut Aisyah, karena setahu Aisyah tinggal di pesantren itu tidak bisa keluar masuk dengan bebas.