Bab 166.
Aku menyampaikan ke Sinta niat untuk membawanya terapi. Kebetulan besok libur tanggal merah, ia tak masuk kerja. Awalnya Sinta menolak, karena merasa baik-baik saja. Tapi setelah ku desak dan bawa nama Bang Ben, taulah kalau ayahnya kepo dan ia pun setuju untuk terapi. Kalau mau di urut pun gak apa-apa yang penting bisa tau keadaan tubuhnya.
"Sakit kakinya ya, Kak?" tanya Nina.
"Iya-lah, udah tau lecet masih nanya juga," sahut Raka.
"Syukurnya Kakak gak sedang membocengi kalian," ucap Sinta.
"Ngapain di bonceng, Kak, Raka kan sudah punya motor sendiri," ingat Raka.
"Oh-iya, Kakak lupa! Kirain kamu masih bocil aja seperti Nina," ledek Sinta.
"Ehh, apa tuh? Gibahin aku ya?" Nina melotot ke arah kakaknya.
"Huuu ... acem artis aja di gibahin," ejekku.
"Jadi kapan kita pergi terapi, bawa Kak Sinta, Bu? Tanya Nina.
"Ihh ... pergi terapi aja seperti mau ngeMall!" ejek Raka sambil mencebikkan bibir lalu lari ke luar kamar.