Bab 202.
Masih ku pandangi amplop berwarna putih di tangan. Amplopnya tebal, pasti sudah lama Sinta menabung untuk menyisihkan uang gajinya agar bisa memberikan uang ini pada orangtuanya.
Sebagai orangtua harusnya ikut membantu biaya pernikahan anaknya bukan malah meminta uang bagian seperti ini, batinku. Biarlah ku simpan uang yang di berikan Sinta, esok hari jika ia butuh akan ku kembalikan lagi uang hasil jerih payahnya ini.
Ku raih hape yang tergeletak di atas meja, lalu masuk ke kamar untuk beristirahat sambil lanjut menulis lagi. Amplop berwarna putih aku masukkan ke dalam lemari, di selipkan di balik susunan baju Bang Ben. Jatah amplop satunya lagi, aku simpan sendiri di tempat yang tersembunyi.
Hape ku bergetar dua kali, ada notifikasi masuk di nomor hape khusus telfon biasa. Bang Ben mengirimkan pulsa seperti biasa. Karena setiap minggu nomor hapeku, habis masa aktifnya.
["Nay ... udah masuk pulsanya, kan?"]
["Udah! Kenapa? gak ada jaringan lagi ya?"] tanyaku.