Bab 149.
Bang Ben merangkul pinggangku sambil masuk ke dalam rumah. Nina yang melihatnya langsung meledek dengan ocehan mautnya.
"Cieee ... tumben so sweet, biasanya acuh aja!" celetuknya.
"Hussh ... anak kecil gak boleh kepo," omelku.
"Biasanya setiap hari begini kok, kamu aja yang gak liat," ucap Bang Ben.
"Ahh ... masak sih?" tanyaku.
"Hee ... hee, aku sengaja ngejek Nina, biar tambah kepo aja!" sahutnya sambil terkekeh.
"Udah enakan tubuh kamu?" tanyaku.
"Lumayanlah ... tapi masakin air hangat ya, biar gak masuk angin lagi!" pintanya.
"Iya, tunggu aja, sepuluh menit lagi mendidih airnya," jelasku.
Sambil melepas jaket, Bang Ben duduk di ruang tivi, menonton berita sore. Selagi air mandinya belum mendidih, aku ke belakang rumah untuk mengangkat kain jemuran. Rencananya habis Magrib mau melipat kain sambil menyetrika. Kalau pagi hari, kadang mood menulisku lagi bagus, makanya tugas beberes sering sore atau malam hari.