Azumi memegang erat tangan ayahnya, mereka sudah berada di ruangan kamar milik Jacobs. lebih tepatnya ruangan kamar tamu, saat ini sang anak ingin sekali mendengarkan suara ayahnya.
"ayah? jangan merasa bersalah, aku akan melunasi hutang kita pada Jacobs. dia temanku, dia sangat baik dan aku rasa dia akan memberikan kita banyak waktu. jangan khawatir lagi." Azumi paham bahwa Sang ayah pasti sedang syok, atau lebih tepatnya ayahnya itu berada di Posisi yang tidak baik-baik saja. entah dia sedih atau malu.
"apakah kau sudah kenal lama dengannya?." tanya sang ayah dengan tatapan mata cukup lekat.
"Dia teman kerjaku, jadi jangan khawatir. ayah tidur ya, aku akan membicarakan masalah ini dengan Jacobs. aku harus memperjelas beberapa hal." ujar Azumi lagi.
"katakan terimakasih padanya, ayah tidak sanggup membuka bibir sama sekali. ayah terlalu malu dengan kau dan dia, ingin sekali rasanya ayah berteriak dan Memeluknya karena sudah membantu kita. tapi, apa daya? ayah tidak sanggup mengatakan hal tersebut. Azumi, ayah mencintaimu. maafkan aku dan aku mohon untuk jangan berpikir keras, hutang ini akan lunas. ayah akan mencari cara membantumu membayar hutang tersebut. ini semua salahku, aku yang bodoh karena meminjam uang di rentenir seperti mereka."
"Jangan berkata apa-apa lagi ayah, aku tidak mau dengar apapun. Tidur saja oke? aku akan berbicara dengan Jacobs." Azumi mencium kening sang ayah dan meninggalkan kamar tersebut.
Bukan maksud Azumi merasa marah pada ayahnya, dia hanya sedang lelah untuk saat ini. Biarkan saat ini mereka sama-sama beristirahat.
Azumi melihat Jacobs yang masih berada di sofa ruang tamu sambil meminum teh hangat.
"Hai, apakah aku boleh duduk?." tanya Azumi sedikit kaku.
"Tentu, duduk saja." kata Jacobs dengan suara yang lembut.
"Apakah aku menganggu dirimu? kau tidak tidur?." tanya Azumi lagi.
"Tidak, aku biasa tidur cukup larut. kau tau hal itu, apakah kau bisa tidur?." tanya sang lelaki sambil menengok dengan tatapan mata yang memiliki cukup dalam.
"aku ingin berkata terimakasih dan membahas tentang caraku untuk melunasi hutang tersebut. aku merasa bersalah Jacobs, aku ingin tau apakah kau punya penawaran yang bagus? maksudku, kau tau bahwa aku tidak mungkin bisa melunasi cepat-cepat, aku butuh waktu. walaupun aku juga tidak tau sampai kapan." Azumi menjeda ucapannya, Jacobs yang mendengar hal tersebut malah bangun dari tempat duduknya.
"Ikut aku ke lantai paling atas apartemen ini, udaranya bagus dan kita bisa melihat bintang dari sana. kau mau?."
"Tentu, aku mau." Azumi tidak punya alasan untuk menolak, wanita itu akan sangat menurut jika hal tersebut bisa membuat Jacobs memberikan penawaran yang bagus.
Mereka berdua keluar dari apartemen mewah itu, lalu menaiki satu persatu anak tangga dengan langkah yang pelan, Azumi hanya bisa memandangi tubuh belakang Jacobs. lelaki itu benar-benar tampan dan menawan, Begitu luar biasa dan terlalu jauh untuk disentuh.
Jacobs membuka pintu besar di depannya, angin malam langsung berhembus cukup kencang. langkah kaki kembali berjalan dan mata Azumi mulai melihat pemandangan malam itu dengan senyum manisnya.
"Indah sekali, pemandangan malam di kota besar ternyata cukup memanjakan mata." ujar Azumi tanpa sadar, wanita itu memang hanya tinggal di apartemen sederhana yang tidak punya pemandangan sehebat ini.
"Aku sering melihat pemandangan ini jika aku sedang bosan, atau saat aku ingin sendirian saja."
"Kau tinggal di apartemen ini? aku kira kau tinggal bersama keluargamu."
"Aku terkadang tinggal di apartemen saat banyak pikiran, tapi beberapa kali juga tinggal di mansion Keluarga. sesuka hatiku saja, aku tidak terlalu repot untuk urusan tempat tinggal." Jacobs menarik tangan Azumi untuk berjalan ke dekat pembatas gedung. Disana mereka semakin bisa merasakan angin yang terasa lebih kencang.
Azumi memegang pinggiran pembatas dan memejamkan matanya sejenak, Jacobs melihat wajah cantik wanita itu dari samping dan hanya bisa terdiam beberapa saat. Lelaki tersebut merasa terpesona, dia bahkan tidak mau melepaskan pandangan matanya sama sekali. membiarkan angin malam semakin menerpa rambut sang wanita yang hitam panjang.
Waktu seakan terhenti saat itu, hanya ada deru suara nafas dari kedua insan yang menikmati malam dengan pemikiran masing-masing.
"Kau punya wajah yang cantik saat dilihat dari samping begini." Jacobs berkata Jujur, suaranya membuat Azumi membuka mata perlahan dan langsung menengok ke arah sang lelaki.
Sang wanita tersenyum, bola matanya berbinar lucu saat terkena sinar rembulan. "Kau sedang memuji atau mengejek diriku?."
"Anggap saja keduanya." ujar Jacobs.
"Lelaki yang rumit."
"Siapa?."
"Kau, Jacobs.." Azumi tertawa pelan, dia tau bahwa keadaan saat ini tidak memungkinkan dia untuk tertawa. Tapi entah kenapa melihat wajah polos lelaki di sampingnya, malah membawa mood yang baik.
"Aku hanya berpikir realistis saja."
"Terdengar seperti bukan pembelaan sama sekali." ujar Azumi lagi.
"Aku tidak sedang membela diri, untuk apa? aku selalu bertindak sesuai apa yang aku pikirkan." Jacobs mengeluarkan bungkus rokok dari balik kantung celana, dia mengambil satu batang rokok dan memainkan dengan gerakan pelan. Tidak berniat untuk menyalakan dan menghisap hingga mengeluarkan asap tebal, saat ini dia hanya senang memutar-mutar batang kecil tersebut sambil berpikir beberapa.
Tentang apa? tentang kenapa perasaannya terasa aneh ketika berada di dekat sang wanita. Seperti ingin terus bersama, tapi tidak mungkin.
"Seperti apa yang kau lakukan padaku tadi? membantuku tanpa berpikir banyak hal dan bertindak sesuai apa yang kau pikirkan. Jadi? apakah kita bisa membahas tentang hutangku itu, aku tidak akan bisa beristirahat jika masalah ini belum di bicarakan."
"Apakah hutang adalah masalah bagimu?." Jacobs bertanya dengan santai, Azumi hampir tersedak ludahnya sendiri ketika dia mendengar pertanyaan sederhana dari sang lelaki.
"Hutang adalah masalah bagi semua orang, apakah kau tidak pernah punya hutang?." Tanya Azumi sedikit malu.
"Aku tidak yakin apakah aku punya hutang, kebutuhanku selalu terpenuhi dan aku jarang memakai kartu kredit jika membeli sesuatu. Mungkin untuk saat ini aku memang tidak pernah punya hutang." Sang lelaki masih berkata dengan wajahnya yang polos dan tidak memikirkan perasaan Azumi sama sekali. padahal wanita itu sudah menahan malu dan rasa kesal.
kenapa seperti itu? sebab Azumi seperti wanita murahan yang tidak tau diri, yang punya banyak hutang. lalu lebih gilanya lagi Jacobs membayar hutang-hutang tersebut dan menganggap itu bukan masalah. Padahal Azumi sendiri hampir gila Karena masalah hutangnya sendiri.
Tidakkah itu terdengar lucu?
Atau malah mengenaskan?
"Ya.. kau sangat kaya raya dan mungkin belum memikirkan tentang Hutang. Tapi bagiku hutang adalah masalah utama, bahkan mungkin bagi semua masyarakat. Entah hutang tersebut bentuknya kecil atau besar, dan mungkin berhutang secara sengaja atau tidak sengaja. Apapun alasannya hutang tetap hal yang sangat rumit." Azumi Menghela nafas panjang, dia jadi mencurahkan semuanya pada Jacobs. Tentang perasaannya saat ini, dia memang sangat lelah! Azumi rasanya ingin mengubur kepalanya kedalam tanah atau lupa ingatan saja!
Jika dia tidak berpikir tentang siapa yang akan menjaga ayahnya, mungkin sudah sejak lama Azumi memilih bunuh diri, keadaan mental seseorang memang tidak ada yang tau. Bahkan wanita yang terlihat kuat sekalipun tetap akan berada di titik paling lemah.