"Tentang hutang, bagaimana jika kau membayarnya dengan tubuhmu?." satu pertanyaan yang lolos dari bibir Jacobs mampu membuat sang wanita membeku di tempatnya.
"Hah?." tanyanya yang masih bingung.
"Kau mau melakukan apapun agar hutang itu lunas, bukan? aku hanya menawarkan keuntungan untukmu saja. bagaimana? aku tidak memaksa, aku bukan orang yang suka seperti itu. Jika kau mau, kita bisa selesaikan semuanya dengan cepat." Jacobs mengambil korek di balik kantung celananya yang lain, dia mulai menyalakan rokok yang sejak tadi di Putar putar tidak menentu.
"Aku mau."
"kau yakin? kenapa tidak berpikir saja lebih dulu?." tanya Jacobs yang sudah mengeluarkan senyum manisnya.
"Aku tidak punya alasan untuk menolak, Lagipula tubuhku tidak punya banyak arti. pada akhirnya aku akan memberikan tubuh ini pada lelaki, yang entah kekasihku nantinya atau mungkin dirimu yang memberikan bantuan cuma-cuma."
"kau punya pemikiran cukup dewasa, jangan salahkan aku jika Kau menyesal nantinya." setelah Jacobs mengatakan hal tersebut, dia menyesap rokok di tangannya cukup pelan. keheningan kembali terasa di sekitar mereka.
"Kapan aku bisa memberikan tubuhku?." tanya Azumi dengan cukup berani.
"Kau mau sekarang?." Jacobs melirik sekilas, dia tau bahwa wanita di sampingnya cukup gugup dan malu-malu.
"Ya.. bukankah lebih cepat lebih baik?."
"Aku menginginkan tubuhmu, setiap saat aku ingin. Bukan hanya sekali saja." ujar Jacobs dengan suaranya yang begitu dalam.
"Aku tau, Aku tau bahwa sekali permainan tidak cukup. aku tidak masalah untuk itu."
"Kau terlihat pasrah, jangan jadi wanita menyedihkan oke?."
"Tidak akan." kata Azumi yang sudah tertawa kecil.
"Ayo ikut aku, Kita tidak akan kembali ke apartemen yang terdapat ayahmu. aku tidak bisa bebas melakukan sesuatu jika disana, jadi kita akan pergi ke kamar yang lain." Jacobs sudah berjalan lebih dulu, dia membuang rokok yang baru di hisap dua kali.
"Kau punya banyak kamar apartemen disini?." Azumi bertanya sambil mengikuti dari belakang.
"Ini apartemen yang di bangun ayahku disaat aku ulang tahun ke-18, ada banyak kamar yang bisa kita pakai."
"kau serius!? astaga.. aku benar-benar percaya kau punya banyak uang. Mengingat beberapa hal yang ternyata milikmu." Azumi tersenyum lagi, dia menyingkirkan kegugupan di hatinya. Mereka kembali menuruni anak tangga satu persatu, melangkah melewati lorong-lorong yang cukup panjang.
Lalu berhentilah mereka didepan pintu kamar berwarna hitam, Jacobs membukanya dengan sidik jari. Azumi sudah menelan ludahnya susah payah ketika dia harus masuk ke dalam sana dan menyerahkan tubuhnya pada sang lelaki.
[Apakah aku sanggup? bagaimana jika Jacobs menyesal memberikan uang sebanyak itu? Karena pada dasarnya aku tidak bisa apa-apa.] suara hati Azumi begitu terdengar jelas, bahkan wajahnya sudah pucat dan terasa aneh sekarang.
"Silahkan masuk." Jacobs Membiarkan Azumi masuk lebih dulu, wanita itu dengan sangat polos masuk kedalam dan melihat ke sekeliling ruangan. tempat tersebut cukup menyeramkan karena semuanya terlihat serba merah.
"Buka pakaianmu dan duduklah di sofa itu." perintah Jacobs, ketika lelaki itu sudah mengunci pintu.
Azumi hanya menengok sebentar, lalu mengangguk karena dia tidak bisa lari dari semua ini. Jacobs memilih pergi ke arah dapur dan mencari es batu serta beberapa hal lainnya.
Azumi tidak yakin bahwa orang seperti Jacobs akan melakukan Sex yang sederhana dan ringan, melihat bagaimana tubuhnya yang sehat dan kuat itu. Azumi harus menelan kepahitan dengan kesakitan yang tiada tara setelah ini. Dia yakin dengan sangat bahwa Jacobs akan membuatnya tidak bisa berjalan besok pagi.
[Tapi apa yang harus aku katakan pada ayahku besok? jika aku terlihat aneh? apakah aku meminta bantuan Jacobs saja? tentang berpura-pura bekerja lembur sejak pagi dan tidak bisa bertemu ayahku? ahh.. itu lebih baik, aku akan berikan penjelasan nanti.]
"Sudah selesai membuka pakaian?."
"Ahh.. maaf, aku terpesona dengan ruangan ini." Azumi langsung sedikit salah tingkah karena dia malah melamun dan lupa akan permintaan Jacobs.
Dia sudah membuka seluruh pakaiannya dan sekarang benar-benar telanjang bulat, kedua tangannya sedikit menutupi bagian-bagian penting yang seharusnya tidak dilihat oleh siapapun. Lalu Azumi duduk di sofa dan mulai menatap ke ujung kakinya.
Jacobs ikut duduk di seberang sofa, dia menaruh dua gelas yang berisi es batu. Lelaki itu hanya diam dan menatap dengan lekat ke arah sang wanita.
"Buka tanganmu, aku mau lihat sesuatu yang kau tutup itu." ucapan Jacobs sekali lagi membuat Azumi terhenyak.
dengan perlahan-lahan dia membuka kedua tangannya, lalu terlihat jelas dua payudara cukup besar dan putih bersih. Warna merah muda dari ujung daging yang tumbuh itu terlihat sangat menantang ketika Jacobs menatapnya.
"Cantik, Kau punya bentuk payudara yang indah. Sekarang angkat kakiku dan letakkan telapak kaki di ujung meja. lalu buka kedua paha indah itu lebar-lebar." sekali lagi, perintah itu terdengar cukup aneh. Tubuh Azumi sedikit merinding sejak tadi, dia takut Jacobs melakukan hal-hal aneh.
ketika Azumi membuka kedua kakinya, ada rasa dingin yang berhembus di bagian sana. di bawah kenikmatan yang mungkin akan dirasakan cukup lama oleh Jacobs.
"Kau suka menumbuhkan sesuatu, terlihat rapih dan bersih. aku tau kau tipe wanita yang menyukai hal-hal bersih." pujian dari jacobs malah membuat Azumi tersipu malu.
"Sekarang aku harus apa?." tanya Azumi.
"Gigit es batu yang ada di dalam gelas itu Perlahan-lahan dan jangan ubah posisimu saat ini. aku mau punggungmu berdasar di sofa dan kaki tetap terbuka lebar."
"Baiklah." Azumi mengambil satu gelas es batu dan mulai merebahkan punggungan ke sisi sofa. potongan potongan es batu tersebut terlihat biasa saja, tidak ada yang aneh dan tidak ada yang spesial di Mata Azumi. Tapi kenapa Jacobs terlihat cukup menginginkan hal seperti itu?
tangan sang wanita yang kecil dan begitu lentik, telah mengambil sepotong es batu dan memasukan ke dalam mulutnya. Satu gigitan terasa biasa saja, dia memang selalu suka hal-hal dingin seperti es batu dan Ice cream. Bahkan Azumi sering memakan es batu sambil mengerjakan tugas-tugasnya.
Matanya sudah menatap mata Jacobs, lelaki itu terlihat biasa saja. hanya menatap tanpa berkata apapun, bahkan posisi duduk lelaki tersebut tetap tidak berubah setelah beberapa potong es batu masuk ke dalam mulut Azumi.
Azumi melirik ke beberapa arah, dia semakin merinding dengan suasana saat ini.
"Lakukan terus sampai es batu itu habis." kata Jacobs.