Hari semakin sore, awan semakin menjingga menampakkan keagungan sendekala.
"Sebentar lagi azan magrib, masuk... tutup pintunya!" teriak ibuku dari dalam rumah kepadaku yang sedang duduk di teras rumah melihat teman-temanku yang masih bermain adu ikan cupang.
"Bubaran ah, udah magrib!" ucapku kepada kedua bocah yang sedang mengadu ikan mereka.
"Ah gak seru nih, tanggung juga" Celetuk Bima sembari memasukan ikanya kembali ke toples miliknya.
"Iya nih. Padahal ikanku bentar lagi menang!" saut Danu sembari meringis.
"Enak aja ! mana ada ! ikanmu sudah terpojok tadi!" Seru Bima yang tak mau dianggap kalah oleh Danu.
"Besok lagi lah mainya, emak-ku udah teriak tu suruh masuk. Takut aku. Dah ya aku masuk, sana pulang" Kataku sembari mengayunkan telapak tanganku tanda mengusir mereka.
Aku segera berlari masuk dan menutup pintu.
"Mandi sana, dari tadi pagi gak mandi!"
"Iya mak, bentar ngapa"
"Bentar... Bentar... udah magrib begini mau nunggu apa lagi !, anak perempuan mandi magrib-magrib pamali tau !"
"Ah emak, kata siapa coba"
"Kamu anak kecil tau apa, mandi gak!"
"Iya iya !, punya emak galak amat" Grutuku sembari pergi ke kamar mengambil Handuk.
Rumah emak termasuk dalam kategori rumah yang besar. Terdiri dari 3 kamar tidur, 1 ruang tamu, 1 ruang tengah yang panjang untuk kami menonton televisi, 1 ruang dapur dan kamar mandi.
Rumah itu termasuk rumah yang besar untuk ukuran rumah di sebuah kampung.
Oh ya, namaku Maudi. Aku tinggal bersama Emak-ku, Ani namanya. Sedangkan ayahku Sunardi sudah meninggal 3 tahun yang lalu akibat sebuah kecelakaan di dekat pasar. Ayah dan Emak-ku adalah pedagang Baju di sebuah pasar, Pasar Limo namanya.
Seperginya ayahku.. Emak tidak menyerah begitu saja. Emak tetap berjualan baju demi menghidupi aku dan adik-ku.
Ya.. betul, aku 2 bersaudara. Nama adikku Genta. Seorang adik laki laki yang hanya berjarak 1 taun denganku terlihat seperti kembaranku dimata tetangga ataupun teman-temanku. Padahal.. wajahku ini wajah Ani, sedangkan dia wajah Sunardi tapi masih saja dibilang kami ini kembar.
Aku menggosok badanku, setelah merasa bersih ku siram dengan air dari bak mandi. Aku mandi dengan tergesa-gesa karna aku ini penakut. Lampu kamar mandi di rumah ini remang-remang. Ibuku sengaja memilih lampu dengan watt kecil agar daya listrik yang di butuhkan juga kecil katanya, alasanya untuk berhemat. Hingga pada saat aku telah selesai dan sedang memakai handuk tiba-tiba lampu mati.
"Mak !!!!! Emaakk !!!!" Teriakku ketakutan.
Senyap.. gelap... untuk beberapa saat sampai terlihat secerca cahaya dibalik pintu kamar mandi.
"Mak.. emak?"
Mungkin itu emak yang membawakan aku lilin pikirku.
"Mak.. mak.. kalo dipanggil tu nyaut kenapa sih. Jadi takut aku" Kataku sembari membenarkan handukku dan hendak membuka pintu kamar mandi.
Namun saat aku membuka pintu.. terbukanya pintu berbarengan dengan sirnanya cahaya itu. di depanku gelap gulita kembali.
"Mak... Mak..." Aku memanggil manggil emak sembari menahan tangis akibat ketakutanku yang semakin menjadi.
Dengan gelagapan aku meraba raba dinding sambil berjalan.
Lampu kembali menyala.
Aku seketika merasa lega dan bergegas mencari emak. Pasti emak mengerjaiku.
"Mak.. mak.. pada kemana sih!"
Tak ada sautan dari Emak. Rasanya aku dirumah ini sendirian.
Aku segera memakai bajuku dan pergi ke kamar emak.
Emak tak ada rupanya.
"Emak gak ada.. si Genta lagi kemah di sekolahnya. Trus yang bawa lilin tadi siapa?!"
Bulu kudukku langsung merinding dan berlari ke kamarku. Aku menutupi sekujur tubuhku yang gemetar dengan selimut.
"Muadi ! Di.. Maudi ! Bantuin emak!"
Itu suara Emak memanggil. Aku bergegas lari ke sumber suara dan mendapati Emak sedang berdiri di ruang tamu.
"Mak darimana aja sih !"
"Dari rumah Bu Romlah anter baju sekalian beli beras. Ini bantuin loh angkat beras bawa ke dapur"
"Yaelah ! udah tau maudi di rumah sendiri malah ditinggal. Emak nih !"
"Orang cuman sebentar. Kenapa sih.. udah bawa dulu itu berasnya ke belakang"
"Trus mak mau kemana lagi?"
"Gak kemana mana. Kamu kenapa sih? mak mau nyetel Tv !"
"Aku takut mak.. tadi aku liat hantu"
"Hantu hantu, gak ada hantu. Dah ah, anak ini ngacok aja. Dah mak mau nonton sinetron kesukaan mak"
Dengan perasaan kesal aku mengangkat karung berisikan sepuluh kilogram beras ke dapur.
Ku letakkan karung beras itu di samping kompor. Nanti biar Emak saja yang meletakkan ditempat yang seharusnya.
Aku masih takut untuk berada di dekat kamar mandi.