Hanya berjarak sedikit sebelum waktu makan siang, Edwin Albern mendapati kehadiran tamu yang mengunjungi apartemennya. Seorang gadis berdiri di koridor apartemen dengan gelisah. Balutan gaun putih panjangnya yang berayun ringan ditiup angin memiliki corak yang serupa dengan warna rambutnya. Pita biru melekat pada bagian sisi kepala gadis itu, senada dengan aksesoris yang melingkari lehernya.
Kulit tubuhnya putih, dengan wajah yang terpahat sedemikian rupa, membuat penampakannya lebih indah dari karya seni mana pun. Sampai-sampai jika ada lelaki melihatnya, mereka akan terpaksa mensekresi insulin dalam jumlah yang berlebihan.
Tinggi gadis itu yang tidak sampai menjangkau ukuran satu setengah meter, menjadikan penampilannya seperti boneka yang dihias dengan sangat serius demi memperagakan kecantikan.