Chereads / Difraksi Fragmen / Chapter 35 - Julian Daffa Wimsey

Chapter 35 - Julian Daffa Wimsey

Setelah keluar dari ruang Komite Akademi, Julian berjalan di koridor gedung administrasi akademi.

Gedung untuk kegiatan pembelajaran dipisahkan dengan gedung administrasi yang letaknya berhadapan, dihubungkan oleh lorong yang diisi ruang klub, gimnasium serta aula upacara.

Julian memandang ke bawah dengan alis yang berkerut.

"Aku tidak bisa menyerahkan semua hal padanya. Ketua Komite Akademi memang mengusahakan banyak hal tapi aku masih ragu keputusan kami tepat. Jika asumsiku benar, lawan kami mungkin bukan hanya Aila dan faksi pendukungnya. Masih ada Lady Cerulean dipihaknya yang belum bergerak. Dari sikapnya, sepertinya dia masih dalam keadaan netral. Tapi aku tidak tahu berapa lama dia akan mengambil sikap itu, dan ada kemungkinan dia akan memihak salah satu sisi. Belum lagi, jika Edwin benar-benar tidak berniat menjadi perwakilan kelas, dia pasti akan mencari cara agar dirinya tidak terpilih. Astaga, ini sungguh merepotkan. Hanya dengan kehadiran Keluarga Albern, masalah pemilihan perwakilan kelas yang seharusnya sepele jadi begitu rumit sampai menyeret banyak pihak."

Julian memuntahkan keluhannya dalam satu hembusan napas. Dia mengatup bibirnya rapat dengan ekspresi tidak puas.

"Tapi apa yang sebenarnya dipikirkan Edwin ketika dia mengajukan diri sebagai kandidat perwakilan kelas. Dia jelas-jelas tidak menginginkannya. Apa tujuan dia melakukannya?"

Julian jatuh semakin dalam pada pikirannya, berusaha membawa dirinya memahami motif lelaki berwajah suram itu.

"Aku semakin tidak mengerti. Bahkan ketika aku pikirkan baik-baik, andai tindakan Edwin tidak didasarkan perintah dari kakaknya, dia pasti takkan mau melibatkan dirinya pada masalah siswa lain. Tidak mungkin dia tertarik pada Aila, kan? Dia mengatakan sendiri tadi pagi kalau dia tidak ingin terikat hubungan percintaan, dan aku yakin dia serius tentang itu."

Julian menahan desahan, memejamkan matanya sejenak.

"Aku punya firasat bahwa ada sesuatu yang tidak beres tentang itu. Anggota Keluarga Albern seperti dirinya bertindak sampai melakukan hal yang tidak dia sukai, pasti ada penyebab di belakang tindakannya. Aku harus menyelidikinya."

Julian merogoh kantung celananya dan menarik keluar ponsel miliknya. Dia menyentuh ikon aplikasi untuk sosial media, sesaat kemudian deretan pesan muncul di layar ponselnya.

Julian memilih membentuk obrolan grup dengan menyertakan nama-nama anggota eksekutif dalam faksinya, kemudian mulai mengetik pesan.

"Mohon maafkan aku jika mendadak. Golden Canary akan mengadakan pertemuan malam ini, apakah kalian bisa menyempatkan hadir?"

Golden Canary merupakan faksi yang diketuai Julian. Meski anggotanya tidak sebanyak faksi besar, tapi semua anggota Golden Canary merupakan orang-orang pilihan Julian yang sangat dia percaya.

Tidak perlu waktu lama baginya untuk mendapatkan balasan. Tidak sampai satu menit pesan sudah terbaca oleh semua anggota grup obrolan. Tapi lima orang anggota grup obrolan selain dirinya memberi balasan protes karena waktunya terlalu mendadak.

Julian tersenyum masam ketika membaca balasan pesan. Dalam hal ini dia memang bersalah, jadi dia tidak dalam keadaan untuk bisa mempermasalahkan keluhan mereka. Lagi pula mereka semua tidak ada yang mengatakan tidak bisa hadir, hal itu saja sudah patut dia syukuri.

Kemudian, anggota grup obrolan menanyakan tujuan pertemuan nanti malam, Julian hanya memberi mereka balasan singkat bahwa dia akan menyampaikan segalanya ketika mereka bertemu.

"Walaupun aku telah berhasil menarik simpati semua siswa di kelas hari ini, aku masih belum yakin Edwin akan menang dalam pemilihan perwakilan kelas. Aku perlu mengambil langkah alternatif jika aku gagal mengalahkan Aila dalam pemilihan ini. Bagaimanapun aku harus menjaga stabilitas faksi di Kawasan Pelajar agar tetap terkendali."

Julian memiliki tujuan untuk menjaga status quo yang akan menguntungkan dirinya di masa depan. Dia berambisi mendaki sampai posisi pertama dalam [Student Leaderboard] sebagai caranya membuktikan diri bahwa dia layak menyandang gelar Kepala Keluarga Wimsey selanjutnya. Kestabilan faksi besar akan menguntungkan Julian ketika perubahan signifikan terjadi pada peringkat semua siswa di [Student Leaderboard] tahun depan, di mana siswa tahun ketiga akan lulus termasuk beberapa orang yang memegang peringkat sepuluh besar dalam [Student Leaderboard]. Jadi Julian mencoba menyiapkan panggung yang menguntungkan untuk dirinya sejak dari sekarang.

"Kemunculan anggota Keluarga Albern memang tidak ada dalam prediksi, tapi aku akan tetap pada jalanku. Ini untuk membuktikan diriku layak di mata orang itu."

Sekilas Julian membayangkan wajah ayahnya. Demi menepati janjinya, dia akan berusaha sekuat tenaga untuk membuktikan kualitasnya.

"Kehadiran anggota Keluarga Albern memang mengejutkan, namun aku hanya harus berhati-hati agar jalanku tidak bersinggungan dengan mereka."

Mengatakan tentang itu, Julian teringat pada pesan ayahnya ketika dia diberitahu akan mewarisi posisi Kepala Keluarga Wimsey selanjutnya. Julian lebih dipercaya oleh ayahnya untuk mewarisi posisi itu dari pada adiknya, Kiara, yang jelas-jelas memiliki bakat yang lebih baik darinya.

Johan Wimsey menekankan satu hal padanya, "Sebagai kepala keluarga selanjutnya, aku hanya akan berpesan satu hal padamu. Jangan pernah sekali saja mengambil sisi yang berlawanan dari Keluarga Albern. Jika kau tetap bertekad melakukannya, kau harus siap menyediakan potongan kepalamu dan seluruh keluargamu untuk harganya." Ayahnya mengatakan kalimat itu dengan suara yang berfluktuasi dan lirih.

Ayah Julian adalah pedagang dengan segudang pengalaman. Untuk urusan perdagangan, bahkan ayahnya tidak akan tunduk pada raja dari kerajaan besar jika dia yakin bahwa dia melakukan transaksi dengan benar. Dari orang-orang yang Julian temui selama hidupnya, hanya ayahnya yang dia rasa punya kepercayaan diri paling besar.

Dengan tingkat arogansi yang tinggi, ayahnya pernah memenangkan negosiasi dengan penguasa dari Kekaisaran Kalteria dalam sengketa tanah di pulau kecil dekat wilayah kekaisaran, yang mana ayahnya membangun sebuah perusahaan pertambangan mineral essence di sana. Tidak hanya itu, ayahnya pernah membantu sahabatnya menyudutkan kuil yang berafiliasi dengan Teokrasi Grand Herrond untuk mematuhi wajib pajak di wilayah kekuasaan seorang Duke dari Kerajaan Weist. Teokrasi Grand Herrond adalah salah satu negara besar di Benua Barat yang sangat menjunjung tinggi agama Sonna, agama yang bertuhankan Dewa Matahari Sterna dan para pengikutnya percaya pada keberadaan pahlawan yang merupakan utusan dari dewa mereka.

Ketika mengatakan pesan itu, Ayahnya yang Julian kira tidak takut pada apa pun bahkan dewa sekali pun seakan jadi seorang pengecut ketika membicarakan tentang Albern. Mata sayu di wajah tua itu yang berkeliaran untuk mencari ketenangan ketika bercerita tentang Albern sangat membekas di ingatan Julian.

Pada waktu itu Julian hanya bisa terkejut, ayahnya yang sangat dia hormati seolah berubah menjadi sekadar pria tua yang bersusah payah menghadapi ketakutannya. Napas ayahnya beresonansi dengan getaran dari tubuhnya, seakan ada hawa dingin yang membuatnya menggigil. Intonasi tidak beraturan dalam nada suaranya seakan adalah jelmaan manifestasi dari trauma masa lalunya. Sebegitu menakutkannya Albern dalam sudut pandang pria tua itu sampai menekan mentalnya, padahal dia hanya sedang menceritakan pengalamannya tentang mereka, tapi seolah-olah Julian dibawa pada kilas balik masa lalunya yang mencekam.

Punggung Julian terasa menggigil mengingat cerita itu, tubuhnya gemetar kedinginan. Dia mencoba meninggalkan ingatan itu di belakangnya karena itu bukan memori yang menyenangkan.

Julian terus berjalan di koridor gedung administrasi akademi, dia mempercepat langkahnya. Kemudian−

Smartphone-nya berbunyi dengan nada tanda notifikasi pesan. Julian melihat layar ponselnya dan menemukan seseorang mengirimkan pesan pribadi kepadanya.

"Sebuah gambar?"

Julian menghentikan langkahnya, menepi pada sisi koridor, kemudian dia membuka pesan tersebut.

"Hah? Apa ini?"

Julian mengedipkan mata berkali-kali untuk memastikan bahwa tidak ada yang salah dengan penglihatannya. Pemandangan foto di layar ponselnya tetap sama, tidak berubah. Foto yang dikirimkan oleh salah satu anggota faksinya adalah gambar seorang gadis cantik dengan rambut putih sedang menyuapi kue pada seorang laki-laki. Mereka terlihat seperti sepasang kekasih yang baru menjalin hubungan karena keduanya tampak malu-malu.

Julian membaca kalimat pesan yang dikirimkan bersamaan dengan foto itu. "Aku sedang ingin membeli kue di toko yang terkenal itu, dan coba lihatlah apa yang kutemukan!"

"Apa maksudnya ini? Apa hubungan mereka seperti itu?" Julian mempertanyakan hal itu pada dirinya sendiri.

Setelah beberapa saat menimbang, "Aku rasa tidak. Selama di kelas mereka tidak terlihat seperti mereka memiliki hubungan semacam itu. Aku benar-benar harus menyelidikinya. Malam ini sepertinya kami akan tidur sangat larut karena banyak agenda yang perlu dibahas." Julian meminta maaf dalam hati pada rekan-rekannya yang akan datang ke pertemuan nanti malam.

"Tapi rasanya aku bisa menggunakan situasi ini. Jika aku kalah dalam pemilihan perwakilan kelas, aku bisa menggunakan foto ini sebagai gantinya. Setidaknya para penggemar Aila akan sedikit kecewa dengan kenyataan bahwa ada kemungkinan 'Dewi' mereka memiliki kekasih. Hanya saja orang yang bersamanya di foto ini adalah masalah."

Julian menyandarkan tubuhnya pada tembok di sisi koridor, menatap langit-langit gedung administrasi akademi dengan wajah serius.

"Seandainya itu terjadi aku hanya perlu mengedit foto ini dengan menyembunyikan wajah orang di depan Aila. Jika aku tidak melakukannya dan menyebarkannya begitu saja, orang yang pertama datang membunuhku mungkin adalah Ketua Komite Akademi." Julian menelan ludah, membayangkan apa yang akan terjadi jika dia salah mengambil langkah.

***