Langkah Abi terhenti di tangga berikutnya dan langkahku pun ikut terhenti di anak tangga lebih tinggi satu tingkat darinya. Sehingga kini tinggi kami nyaris sejajar. Tubuh pria itu tiba-tiba sudah berhadapan denganku. Napasku dengan kejam mendadak tersendat. Bisa kulihat kepala Rey terkulai di bahu sebelah kiri milik Abi.
"Kau tahu, tatapanmu itu seperti sedang menelanjangi wajahku."
Seperti biasa wajah menyebalkan itu melekat lagi tapi, kini tidak ada senyum memuakkan, yang ada hanya kilatan matanya seperti menusuk kedua bola mataku. Hingga saat ini aku tidak mengerti kenapa pria ini memiliki mata yang begitu memuja. Membuat aku sulit mengalihkan pandanganku ketika menatap mata itu. Matanya seperti memiliki sebuah perangkap mematikan yang akan mengurung siapa saja yang menatapnya.
"Te..lanjang?"
Astaga apa sih yang aku katakan.
Ujung alis Abi nyaris bertaut. Entah bagaimana caranya aku merasakan wajah Abi semakin mendekat sampai-sampai aku bisa merasakan deru napasnya menerpa permukaan wajahku.
Aku siap. Aku siap dengan kemungkinan terburuk yang akan Abi lakukan padaku. Karena semakin dekat wajah Abi padaku, dan mata kami masih tidak saling berkelit, badanku mendadak lumpuh tidak bisa digerakkan sama sekali. Dari ujung mataku, aku bisa melihat mainan Spiderman yang berada di genggaman Rey bergoyang pelan.
"Raut wajahmu itu seperti menunjukan banyak sekali masalah yang kau pikirkan." Hah? "Memang nya apa yang sedang kau pikirkan? Kata-kataku yang sulit kau cerna?" Jari telunjuk Abi terulur menyentuh keningku. Dan baru aku sadari, keningku mengkerut dan perlahan mengendur ketika jarinya menyentuh kerutan tersebut.
Aku menggeleng pelan. "Ti..dak apa-apa." Aku gelagapan. "Aku memikirkan..." bagaimana bisa otakku tersendat tiba-tiba. Kemana larinya alasan-alasan yang sering ku utarakan saat sedang kepepet. Ternyata Abi juga bisa merusak sistem kerja otakku. "Bagaimana kalau kita pinjam jaring laba-laba Spiderman agar bisa cepat turun dari gedung ini."
Seiring dengan munculnya alasan konyol yang baru aku lontarkan begitu saja, cengiran lebar dari bibirku pun tercipta.
Mata Abi mengkerut lalu tawanya membahana di seluruh ruangan yang lengang. Aku pun juga ikut rertawa bodoh bersama Abi. Tapi tawaku seketika lenyap saat tiba-tiba ada sebuah benda tumpul yang menghantam tepat ke wajahku, dengan kurang ajar menyakitkan. Kakiku seketika terpeleset membuat tubuhku terhuyung ke depan, kemudian terjerembab jatuh ke lantai, berguling menuruni anak tangga, yang untungnya tidak terlalu banyak.
Pantatku sempurna mendarat di lantai dengan mulus, sementara kepalaku sepertinya benjol karena menabrak dinding. Saat aku mencari benda apa yang baru saja menghantam wajahku, membuat aku akrobat malam-malam begini di dalam gedung kosong, tiba-tiba miniatur Spiderman tegeletak tepat di samping tubuhku. Aku menatap tajam ke arah benda tersebut dan sudah bisa dipastikan siapa penyebab dan tersangka utamanya.
"Reeeyyyy," aku mengerang tertahan sambil memegangi kepalaku dan menahan rasa nyeri di bokong. Kulihat Abi masih tertawa sambil berjalan ke arahku tapi, anak nakal itu masih memejamkan matanya dengan damai.
Satu tangan Abi terulur membantuku untuk berdiri. Dan pencarian hilangnya Rey, ditutup dengan benjol di kepala dan rasa nyeri di bokongku. Benar-benar sempurna.
***
Sabtu sorenya dua makhluk mengerikan itu datang padaku, dengan setelan kaus kembar warna abu-abu. Jelas, mereka berdua terlihat seperti sepasang model pakaian yang sering kulihat di majalah-majalah. Abi dengan kaus yang bertuliskan 'I Love My Son' sementara Rey dengan kaus bertuliskan 'I Love My Dad'. Oh, mereka sunggung dua makhluk yang sangat kompak.
Ku pikir ini adalah hari liburku, mengingat dalam surat perjanjian kontrak pemaksaan kerja sebagai pengasuh Rey, bahwa sabtu dan minggu adalah hari libur, hari dimana aku bebas dari cekaman kenakalan Rey tapi, nyatanya Abi bilang ini adalah kerja lemburku untuk menemani Rey nonton di bioskop.
"Kenapa tidak kalian pergi berdua saja ke bioskop?"
"Rey, ingin kau ikut." Dengan santainya Abi menjawa. Tangannya menggandeng tangan mungil Rey, yang berdiri disamping ayahnya dengan sangat lucu. Ya, walaupun anak itu nakal, tapi dia memiliki wajah yang sangat lucu.
"Ayah bilang, pergi dengan yang mulia ratu akan lebih menyenangkan."
Dan mereka dengan sempurna menghancurkan jadwal kelas pilatesku hari ini.
***
"The jungle book?"
Aku menatap tiga tiket bioskop yang bertuliskan nama judul film yang akan kami tonton. Ini kan, film anak kecil yang berpetualang di dalam hutan bersama para binatang.
"Ini tontonan yang cocok untuk anak-anak."
Aku merengut tidak setuju dengan pemilihan filmnya.
"Kenapa kita tidak nonton AADC saja?"
"Rey, belum cukup umur untuk mengerti sebuah arti penantian kisah cinta selama 14 tahun."
Otomatis aku melirik Rey yang duduk di bangku tunggu, sambil memakan pop corn yang seharusnya di makan pada saat kita nonton film.
"Bagaimana dengan Superman vs Batman? Rey kan suka sekali superhero."
"Superhero itu berkelahi, tidak pantas dijadikan contoh untuk anak-anak."
"Memangnya kau tahu, mereka berkelahi karena apa?"
Abi diam menatapku seakan sedang berpikir. "Harta warisan mungkin." Katanya, dan aku tertawa mendengar jawabannya. Konyol.
"Dasar bapak-bapak yang tidak peduli dengan film jaman sekarang." Aku mendengus, lalu memberikan tiga tiket tersebut pada Abi.
"Memangnya, kau tahu?"
"Tidak juga," aku tertawa bodoh. "Tapi, biasanya jika laki-laki dewasa terlibat dalam perkelahian, pasti penyebabnya adalah wanita. Mungkin Batman dan Superman berkelahi merebutkan Wonder Woman."
Senyum Abi mengembang saat mendengar jawabanku sambil menggelengkan kepalanya. Kemudian terdengar suara seorang wanita yang membahana di seluruh gedung bioskop memberi informasi bahwa film The Jungle Book, akan segera dimulai dan penonton diharapkan segera masuk ke dalam teater.
"Rey, siap berpetualang dengan Mowgli?"
"Siap! Yang mulia ratu bisa jadi harimau nya."
Abi berdiri kemudian membawa Rey ke dalam gendongannya. Aku terkikik melihat Rey yang begitu bersemangat. Kami berjalan beringingan menuju ke dalam bioskop sambil membayangkan diriku berubah bentuk menjadi harimau yang mengejar dan menerkam Rey.
Abi mencari-cari nomor kursi kami, sementara aku mengekor di belakangnya. Saat akan menaiki tangga berikutnya, aku terpeleset hampir jatuh jika aku tidak memegang kaus Abi. Pria itu tersentak dan cepat-cepat menoleh ke belakang.
"Hati-hati." Katanya, lalu menggandeng tanganku. Secara mendadak berjalan di dalam gedung bioskop bersama Abi, rasanya seperti diterbangkan di atas kora-kora. Nyaris jantung ini keluar dari tempatnya. Ya Tuhan.
Akhirnya kami duduk di kursi dengan Rey berada di tengah-tengah aku dan Abi. Tapi, kenapa rasanya aku ingin memangku Rey saja, agar tidak ada jarak diantara aku dengan Abi.
"Astagfirullah."
"Kenapa An?"
"Hah?"
"Kenapa nyebut begitu?"
Dasar bodoh. Kenapa jadi kelepasan begini.
"Ah tidak. Tidak. Sepertinya aku melihat tikus di sana."
"Tikus?!" Rey menjerit. "Ayah, gendong. Takut."
Siapa sangka kebodohanku ini membawa aku ke dalam situasi yang menguntungkan. Karena ucapanku yang asal-asalan, Rey jadi ingin dipangku oleh Abi, karena takut pada tikus yang bahkan tidak ada. Dan karena bangku Rey otomatis jadi kosong, Abi menyuruhku untuk duduk di bangku Rey karena katanya tidak enak duduk jauh-jauhan. Hahahahahahha
Dan kami menonton The Jungle Book dengan tenang. Diam-diam aku mengawasi sekitar mungkin saja ada tikus nyasar.