Kami keluar dari gedung bioskop, dengan Rey yang berceloteh riang membahas betapa memukaunya si Mowgli saat berpetualang.
"Aku ingin berpetualang bersama binatang."
Aku mengernyit ngeri. Bukan apa-apa, sebelum Rey hilang, dia berkata bahwa dia ingin memanjat gedung tinggi bersama Spiderman, dan sekarang dia ingin berpetualang bersama binatang, lalu ke mana dia akan pergi? Madagascar?
"Berpetualang bersama ayah dan yang mulia ratu saja."
Kata Abi. Aku mengangguk setuju. Aku tidak mau repot lagi.
"Berpetualang ke mana? Dengan binatang juga tidak?"
"Rey, mau lihat binatang?" Tanyaku penuh semangat.
"Mau!!"
"Nah, kita ke taman safari saja."
"Mau!!" Heuh dasar bocah gampangan. "Ayah, aku mau ke taman safari."
"Tapi tidak hari ini."
"Oke." Rey mengacungkan jempolnya. "Yang mulia ratu diajak?"
Rey memandangku diikuti Abi yang memandangku juga. Aku diam tidak bicara sambil nyengir lebar ke arah mereka.
"Ikut, dong." Kata Abi setelah mempertimbangkannya. Senyumku semakin lebar.
Seharusnya tadi aku menyinggung universal studio saja. Siapa tahu Rey, mau ke sana dan aku diajak juga. Nyesel deh. Besok-besok aku memikirkan tempat-tempat liburan luar negeri saja. Lumayan ke luar negeri gratis.
"Jangan berpikir untuk mengusulkan hal-hal aneh kepda Rey."
Dengan cepat aku menoleh pada Abi, yang baru saja berbisik padaku. Aku tercengang dibuatnya. Demi Tuhan! Abi pasti bisa membaca pikiranku. Reflek aku memegangi kepalaku.
"Kau sedang berpikir kalau aku bisa membaca pikiranmu, lagi?" Katanya. "Ana, kau itu seperti lembaran buku yang terbuka, mudah ditebak."
Aku mendengus sebak. Mudah ditebak? Jangan-jangan, sebenarnya dia menyadari jika aku sering gugup jika berada di dekatnya. Waduh gawat.
***
Kerja lemburku ditutup dengan makan malam di warung nasi soto bang Jamaludin, alias Jems yang tidak jauh dari kawasan perumahan tempat aku tinggal. Awalnya Abi menolak untuk makan di warung makan soto bang Jems dengan alasan kebersihan, karena dia tidak ingin mengundang penyakit untuk Rey. Tapi warung makan soto bang Jems dijamin kebersihannya, walau warungnya sederhana dan hanya terpal sebagai atapnya, tapi makanannya halal dan bebas dari bahan-bahan pengawet dan aman di konsumsi oleh anak-anak.
Akhirnya, Abi pun setuju karena Rey, dengan semangat lari masuk ke dalam warung soto bang Jems dan aku tersenyum penuh kemenangan. Namun kenyataannya, Abi juga lahap memakan soto betawi lengkap dengan nasi putih panas. Aku terkikik geli melihat kedua makhluk menyebalkan makan seperti orang yang tidak pernah melihat makanan seperti itu. Orang yang menjunjung tinggi kebersihan akan jadi norak seperti ini.
"Mau mencoba makananku?"
Kepala Abi mendongak, wajahnya peluh penuh keringat. Aku mengangguk sambil tersenyum. Tanganku tergantung di atas ketika ku pikir aku bisa mengambil makanan Abi dengan sendokku sendiri, namun tanpa ku sangka, Abi menyodorkan sendok yang berisi soto dengan sendok miliknya padaku. Aku sempat terpaku tapi, segera aku menguasai diri.
Aku tidak benar-benar merasakan rasa soto tersebut ketika suapan soto dari Abi masuk ke tenggorokan. Melainkan, aku merasa ada getaran aneh di dalam diriku yang seharusnya tidak kurasakan.
Ya ampun, An, tidak perlu norak seperti itu.
"Enak?" Bahkan senyum Abi lebih gurih dibanding soto bang Jems yang selalu menjadi nomor satu.
"Banget." Ucapku terdengar samar. Dapat kurasakan wajahku memanas dan senyumku mengembang.
Aku minta diantarkan pulang ke rumah setelah perut yang keroncongan terisi penuh. Dan perjalanan pulang ke rumah dihabiskan oleh cerita Rey, tentang The Jungle Book dan entah apa yang merasuki ku, aku pun ikut menimpali tak kalah heboh. Dan aku curiga, Abi tidur di dalam bioskop karena pria itu tidak ikut dalam pembicaraan absurd kami.
"Terima kasih sudah meluangkan waktu mu, yang kau bilang berharga itu untuk ikut nonton bioskop bersama kami."
Ucap Abi begitu mobil berhenti di depan rumahku. Aku mengangguk pelan, lalu mengedikkan kedua bahu.
"Its okay, aku profesional kok." Bagaimana aku akan terganggu jika mendapat makan dan nonton gratis.
Tiba-tiba Abi menahan lenganku dan tampak senyum menghiasi wajahnya. Baru aku akan bertanya, pria itu sudah keluar dari mobil lalu memutari mobil ini dan berakhir dengan membukakan pintu mobil untukku. Dan aku yakin, pipiku mengelurkan semburat warna kemerahan yang norak. Aku keluar dari mobil dengan Rey turun terlebih dahulu karena memang Rey berada di pangkuanku.
Aku memeluk tubuh mungil Rey dan mencium kedua pipinya sebagai tanda perpisahan.
"Ayahnya, tidak diperlakukan sama?"
Aku mencibir dan Abi tergelak.
"Mimpi!"
Tanganku langsung mengubek tas mencari-cari kunci pintu. Bersamaan dengan itu, mataku melihat seseorang yang berdiri di dekat pohon mangga depan rumahku. Awalnya ku kira itu makhluk astral yang sering di ceritakan Vivi padaku, badanku sempat mengejang sebelum akhirnya aku menjerit kemudian berlari ke arahnya dan melompat ke dalam pelukannya, saat dia merentangkan kedua tangannya menyambutku.
"Ben!!"
Iya, ini Ben. Ben tunanganku.
"Ben, astaga. Aku kangen."
Ben mengangkat tubuhku, lalu memutarnya membuat aku tertawa riang.
"Aku juga." Suara beratnya yang aku rindukan setengah mati seakan membelai telingaku. Kedua tangannya perlahan melonggar di tubuhku dan kaki ku berpijak di tanah. Ben mencium keningku singkat, tapi efeknya luar biasa membuatku merinding.
"Yang mulia ratu!" Tangan kecil Rey menarik ujung blusku. "Siapa dia?"
Mataku berbinar terang lalu meraih tangan mungilnya. "Ini Ben." Mata Rey berkerut menatap Ben yang menjulang tinggi di depan tubuh kecil Rey. Ben melambaikan tangannya ke arah Rey, tapi bocah laki-laki itu justru bergerak mundur.
"Ben, ini Rey. Dia.."
"Rey, ayo kita pulang."
Belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, tiba-tiba Abi menarik tangan Rey kasar sehingga genggamannya terlepas dari tanganku. Aku terkesiap saat dengan cepat Abi membawa Rey ke dalam gendongannya kemudian melenggang pergi tanpa sepatah kata pun. Gerak-geriknya sama persis seperti dulu dia bertemu dengan wanita diskon 70%. Dingin dan tidak bersahabat.
"Abyan!"
Aku mengernyit saat tiba-tiba Ben menghampiri Abi. Aku yakin Ben menyapa Abi, tapi pria menyebalkan itu bertingkah seolah-olah Ben makhluk tak kasat mata. Abi memelesat dengan mobilnya, sebelum Ben bisa bersitatap dengan Abi. Hah ada apa sih?