Jangan bicara apapun tentang seorang ibu pada Rey.
Kalimat itu terus terngiang di otakku seperti kaset rusak yang hanya berputar disitu-situ saja. Tapi, aku tidak menemukam sedikit pun pencerahan dari kalimat yang membuat isi kepalaku jadi penuh. Dia pasti punya alasan kenapa aku tidak boleh membahas seorang ibu di depan Rey, dan aku yakin ini ada hubungannya dengan wanita bernama Sera.
Sial, kenapa aku jadi mempermasalahkan hal ini. Seharusnya aku tidak perlu memikirkan sampai kepalaku sakit, seharusnya aku..
"Rey, mau ikut ke kantor ayah?"
"Kita mau ke kantor, ayah?"
Kulihat dengan jelas bagaimana perubahan ekspresi wajahnya ketika kusebut ayahnya. Wajah bahagia yang tak sanggup kurusak.
"Kita akan buat kejutan untuk ayah."
"Kejutan! Lets go!"
Bahkan dia sudah pintar berbahasa inggris walau pelapalannya tidak jelas. Bagaimana mereka bertahan dengan situasi seperti ini, ah tidak. Bukan mereka, tapi hanya pria itu. Hanya pria itu yang sanggup bertahan dengan hidup seperti ini.
Begitu aku sampai di BBC bank, ternyata Vivi juga baru datang dengan mobil kateringnya. Aku menggandeng tangan Rey yang berjalan terlalu bersemangat. Beberapa kali aku memperingatinya untuk tidak boleh berlari, tapi bocah ini nampak tidak sabar untuk bertemu dengan ayahnya.
Kami memasuki sebuah taman yang berada di samping gedung BBC Bank. Taman ini seperti sengaja dibuat untuk para karyawan BBC bank dan karyawan di gedung-gedung perkantoran sekitaran sini. Banyak pohon-pohon rindang yang menaungi para manusia dari matahari yang menyengat. Membuat tempat ini, tempat paling nyaman di luar dari gedung-gedung bertingkat ini.
Aku telah mengantongi ijin dari pihak gedung ini untuk membagikan makanan katering untuk para karyawan BBC. Tidak semua karyawan BBC bank memesan katering padaku. Ada sebagian karyawan yang memilih untuk makan di warung atau restauran cepat saji. Aku menghampiri Vivi yang berada di salah satu gazebo taman. Lapak permanen kami.
"Vi."
Vivi menoleh kaget saat aku menepuk pundaknya, kemudian dengan gerakan cepat sekaligus panik dia membereskan beberapa kertas yang ada di tangannya kemudian memasukannya ke dalam tas miliknya dengan terburu-buru.
"Ah An, kukira kau tidak akan kesini."
Nada bicaranya terdengar gugup seperti maling yang tertangkap basah sedang mencuri.
"Apa itu?" Tanyaku tidak nyambung. Kulihat Vivi menyembunyikan tas selempangnya dibalik tubuhnya.
"Bukan apa-apa. Ini hanya kertas tidak terpakai."
Aku mengangguk lalu memeriksa makanan katering yang siap untuk dibagikan kepada seluruh pegawai BBC Bank. Sudah berjalan 6 bulan semenjak Nessa menawari kerjasama untuk menjadi langganan katering dengan karyawan BBC bank, dan anehnya aku tidak pernah melihat Abi keluyuran di kantor ini. Walau Nessa bilang bahwa Abi tidak ikut menjadi anggota katering, tapi seharusnya aku melihatnya di kantor ini sekali saja. Seandainya aku melihatnya sekali saja, insiden yang membawaku ke dalam masalah tidak akan pernah terjadi.
"Yang mulia ratu ayo bertemu ayah."
Rey menarik-narik tanganku tidak sabaran.
"Tempat kerja ayah di sana, kan?" Rey menunjuk ke arah gedung tinggi yang persis berada di depan matanya. Hanya saja untuk dapat memasuki gedung bertingkat itu harus memutar terlebih dahulu, dan tidak bisa sembarang orang bisa masuk. Harus ada ijin atau kartu pengunjung.
"Sebentar lagi ya, ini belum jam istirahat. Kalau sudah istirahat baru bisa bertemu ayah."
"Kenapa harus menunggu istirahat?"
"Karena ayah masih kerja. Belum boleh ditemui, lebih baik Rey duduk di sana saja menunggu ayah." Aku menunjuk bangku panjang yang terbuat dari semen yang dibentuk seperti batang kayu besar sungguhan. Kemudian Rey langsung berlari dan duduk di sana yang dinaungi pohon beringin yang rindang. Kenapa anak itu tidak pernah lepas dari miniatur Spiderman nya.
"Rey, kenapa spiderman nya selalu dibawa?"
"Karena Rey ingin terbang dan memanjat gedung tinggi bersama spiderman."
Lalu Rey bangkit berdiri kemudian berlari berputar-putar. Dasar bocah.
"Rey, sudah sudah. Duduk lagi." Aku menarik tubuh Rey agar duduk kembali.
Aku tidak ingin ada hal-hal mengerikan yang akan terjadi jika anak ini berlari kesana-kemari. Bisa kacau.
Kulihat Nessa keluar dari lorong yang menyambungkan taman dengan gedung BBC bank, lalu dia langsung menghampiriku. Rambut panjangnya yang sengaja digerai, berayun-ayun ke kanan ke kiri mengikuti gerak tubuhnya. Hanya dengan mengenakan celana katun panjang berwarna nude, dalaman blus sifon warna senada dibalut dengan blazer warna merah muda, membuat Nessa tampak manis dan berwibawa. Anak itu memang sangat menggilai kerapihan dan kotor itu musuh besarnya.
"An," Nessa menyapa. Entak kenapa begitu sangat bersemangat. Baru dapat bonus mungkin. "Bagaimana jadi pengasuh, Rey? Sejauh ini tidak ada masalah?"
Aku memicing, sementara dia mengulum senyum sebelum akhirnya menyemburkan tawa.
"Kacau, Nes." Sahut Vivi tiba-tiba dari belakang.
"Sabar An, mereka itu istimewa. Kau belum mengenal mereka saja."
Aku hanya mencibir. Istimewa apanya.
"Istimewa Bapakmu!"
"An." Aku terperanjat saat seseorang menepuk pundakku. Dan aku mendapati Abi sudah duduk di bangku bagian belakangku. Seketika menegang. Sejak kapan dia ada di sana. "Rey, mana?" Kepala Abi mendongak menatapku. Wajahnya yang entah kenapa hari ini begitu cerah dengan tidak tahu diri memamerkan senyumannya yang begitu sangat menggoda. Aku segera memalingkan wajah ke arah Rey sebelum air liurku jatuh. Kenapa jadi begini.
"Duduk di sana." Aku hanya menunjuk tempat di mana Rey duduk tadi. Berharap pria itu tidak menyadari ekpresi wajahku yang seakan menginginkannya.
"Tidak ada." Kudengar suara Abi mengeras di tempat Rey duduk. Kotak makanan yang sedang kupegang jatuh begitu saja. Aku menatap Abi yang raut wajahnya berubah panik.
"Tadi di sini." Aku menunjuk bangku semen besar lalu celingukan kesana kemari mencari keberadaan Rey yang tidak ada di tempat. Di setiap penjuru taman tidak kutemukan sosok bocah kecil itu dimana-mana. Abi mengusap wajahnya kasar dengan telapak tangan, kemudian tanpa mengatakan apa-apa dia berlari meninggalkan aku yang mulai panik. Dadaku berdebar, wajahku panas, tanganku gemetar. Rey, hilang di tempat kerja ayahnya sendiri.
"Vi, Nes. Rey hilang."
Nessa dan Vivi menoleh bersamaan.
"Hilang? Hilang bagaimana?"
Tanya Nessa bertubi-tubi.
"Hilang. Gone. Lenyap. Tidak ada." Ujarku serta merta. Suaraku mulai bergetar. Bunyi kendaraan yang berlalu lalang seakan menambah kepanikanku.
"Astagfirullah." Nessa dan Vivi menutup mulutnya berbarengan.
"Pak Abi, bisa murka kalau tahu Rey hilang." Lanjut Nessa panik sambil menutup kedua telinganya.
"Abi sudah tahu, dan sedang mencari Rey."
"Pak Abi sedang mencari Rey?" Aku mengangguk lemah. "Dan kenapa kau masih disini? Ayo cari."
Benar apa kata Fay, aku jadi bego jika sedang panik.
"An, tidak ada yang melihat Rey berkeliaran di gedung ini."
Suara Nessa yang panik hanya menambah ketakutanku.
Tidak. Jangan. Jangan buat Rey hilang betulan. Aku tidak sanggup.
"Aku harus lapor polisi." Desis Abi saat keluar dari sebuah lift. Dia memandangku sebentar sebelum dia berlari keluar gedung BBC bank.
Polisi? Polisi?
Tidak.