Chereads / MUGEN [ TAK TERBATAS ] / Chapter 17 - PENYERANGAN part 3

Chapter 17 - PENYERANGAN part 3

Tak terasa fajar mulai menyingsing, menampakkan matahari yang akan terbit dari balik pegunungan. Angin pagi mulai menusuk tulang-tulang di tubuhku. Aku sedikit menggigil karena rasa dingin ini. "Ck! Samui," gumamku pelan. Ku lihat di sekitarku, tanaman yang dipenuhi embun membuktikan bahwa pagi ini memanglah sangat dingin. Mungkin tanda akan datangnya musim dingin. Ku tarik jaketku untuk menghangatkan tubuh. Rupanya, pagi ini beberapa warga tengah sibuk merapikan rumah serta toko mereka. Tak jarang dari mereka sempat menyapaku. Aku hanya menyunggingkan senyum terbaikku serta melakukan ojigi untuk membalas sapaan mereka. Jika saja kotaku tidak diisi oleh geng-geng tidak jelas serta para Yakuza sialan itu, mungkin tempat ini akan terasa damai. Sama seperti pagi ini, rasanya begitu nyaman tanpa ada masalah. Entah apa yang akan terjadi setelah pagi berlalu, mungkin saja para pengganggu itu akan kembali beraksi. Mencari masalah dengan polisi ataupun dengan hal lain. Membuat kebisingan di kota tempat tinggalku ini.

"Kau tahu, katanya pabrik bekas kebakaran kemarin akan benar-benar disamaratakan dengan tanah dan diganti dengan sebuah restoran milik Akkan Zoku. Tempat itu akan dibangun sebagai cabang dari restoran besar milik mereka," kata seorang wanita tua yang tengah bergosip ria di dekat toko bersama dengan tetangganya. Ku hentikan langkahku.

"Benarkah? Bukankah tempat itu milik Coast Town? Kenapa sekarang Akkan Zoku yang menguasainya?" balas tetangganya itu. Wanita tua itu melirik ke kiri dan ke kanan mengawasi sesuatu. Seperti seseorang yang ingin merahasiakan pembicaraan mereka.

"Katanya Akkan Zoku membeli tempat itu, dengan imbalan membuatkan pabrik baru untuk Coast Town dan pabrik itu akan dibangun di dekat markas Grudge Cluster," jawabnya. Tetangganya itu langsung terkejut.

"Uso! Yabai deshou ne!¹ Pasti akan memunculkan peperangan."

"Kau benar," balasnya dengan nada seperti orang yang tengah ketakutan. Mereka melanjutkan pembicaraan ke arah lain. Aku berdecak kesal lalu kembali berjalan menelusuri kota. Terima kasih atas informasimu, baba-chan². Aku menghargainya.

Ku langkahkan kakiku memasuki markas. Rupanya sudah bersih seperti sedia kala. Semalam aku tak sempat kembali ke tempat ini karena harus menenangkan pikiran serta emosiku. Markas masih sepi, sepertinya mereka enggan untuk datang pagi sepertiku. Kebetulan hari ini aku libur sekolah, aku bebas dari mata pelajaran yang membosankan. Ku rebahkan tubuh ini di atas sofa. Menyandarkan tubuhku di sandaran sofa sembari menatap dinding. Menerawang sesuatu hingga tak lama kemudian seseorang datang.

Kazuma, anak bermata tajam itu menatapku. Lalu ia berjalan ke arahku sambil melempar sekaleng kopi hangat. Dengan sigap ku tangkap minuman itu.

"Gosip di depan sana sepertinya menarik," tuturnya setelah ia duduk tepat di sampingku.

"Apakah benar hal itu akan terjadi?" tanyaku. Ku teguk kopi itu. Ah! Rasanya tenggorokanku seketika saja terasa hangat.

"Daripada membahas itu, aku ingin menanyakanmu sesuatu. Apa yang terjadi tadi malam?" tanya Kazuma serius. Aku menghela nafas sambil menaruh kaleng kopi di meja. Enggan menjawab pertanyaannya.

"Apa Shohei yang melakukannya?" lanjutnya tanpa menunggu jawabanku. Aku menoleh dan menatap lelaki itu dengan tajam.

"Melakukan apa?"

"Jangan pura-pura bodoh! Aku tahu apa alasanmu menanyakan Shohei kepada Ryu semalam. Tenang saja, aku tak akan mengatakannya kepada yang lain." Ck! Anak ini selalu saja bisa menebak apa yang terjadi. Dia adalah anggota yang paling peka di antara anggota yang lainnya. Tidak diragukan lagi jika dia memang sangat mirip denganku.

"Jika kau tahu, mengapa kau masih bertanya padaku?" tanyaku.

"Aku hanya ingin memastikan." Ku alihkan pandanganku ke arah lain. Lalu menceritakan hal semalam kepadanya. Bagaimanapun aku berbohong, pasti dia akan tahu. Maka dari itu ku ceritakan saja semuanya. Aku juga memberi tahu dia alasan di balik Shohei melakukan pembakaran serta alasan menutupi semuanya dari anggota lain. Ia mengangguk mengerti. Tak lama kami pun saling diam, aku menduga bahwa Kazuma tengah memikirkan sesuatu. Aku meliriknya.

"Jika begitu, izinkan aku melawan mer―"

"Tidak. Aku tidak ingin ada yang menggangguku. Jika kau ikut, mungkin akan menimbulkan kecurigaan dari yang lainnya dan itu akan membuat rencanaku gagal," tukasku sebelum Kazuma melanjutkan kata-katanya. Sudah ku duga anak ini akan ikut campur.

"Omi, kau jarang sekali melakukan balas dendam sendirian. Setidaknya biarkan aku membantumu. Bukankah kau sendiri yang bilang bahwa melawan geng-geng itu sangat berisiko? Apalagi Coast Town sudah bekerja sama dengan Akkan Zoku. Ada kemungkinan jika kau akan tertangkap oleh mereka." Aku sangat tahu apa yang akan ku lakukan, Kazuma. Hanya saja aku tidak ingin membiarkan teman-temanku menjadi sasaran para Yakuza itu. Biarlah hanya aku yang bertindak. Ingin sekali ku katakan hal itu kepada Kazuma, tapi ku urungkan niatku.

"Bukankah lebih baik kau di sini saja? Menungguku berhasil melawan mereka. Itu lebih baik, Kazuma, daripada kau ikut denganku," tolakku mentah-mentah. Bagaimanapun juga Kazuma sudah ku anggap keluargaku, jika hal buruk terjadi padanya, maka aku akan menyalahi diriku sendiri.

"Kau akan melawan para Yakuza itu loh. Kau kira aku akan menerimanya? Tidak, Omi! Jika kau membahayakan dirimu sendiri, maka aku pun harus ikut serta. Memangnya kenapa kau sampai bersikeras ingin melakukannya sendirian? Apakah aku dan yang lainnya kurang dalam bertarung? Atau kami malah menjadi beban untukmu?"

"Diamlah! Aku tidak ingin membahasnya."

"Ta―"

"YO! OHAYOU³!" teriak Hokuto saat masuk ke dalam markas. Seketika saja ia terdiam malu. Hokuto memotong ucapan Kazuma dan menghentikannya untuk berbicara. Terima kasih rambut merah, kau sudah menyelamatkanku.

"Ah! Gomen na!⁴ Sepertinya aku mengganggu pembicaraan kalian, lebih baik aku keluar," celetuk Hokuto dan hendak keluar lalu menghentikan langkahnya setelah aku berkata bahwa dia diperbolehkan untuk masuk dan tidak mengganggu pembicaraan kami. Dengan senang hati, lelaki berambut merah itu menunjukkan gigi putihnya lalu duduk di sofa di depan kami.

Hal-hal tak penting dia bicarakan membuat pembahasan antara aku dan Kazuma tertunda. Ditambah beberapa anggota yang lain mulai berdatangan. Mengisi tempat sempit ini dengan gelak tawa mereka yang bagiku tak begitu menarik. Beberapa di antara mereka bahkan tak ada yang menanyakan kejadian semalam. Hanya Kazuma-lah yang sepertinya tahu dan sangat penasaran akan hal itu. Tapi, dengan diam-diam, Gun, si Jouhougen terus menatapku. Matanya menandakan dia tengah bertanya-tanya. Aku tahu, mungkin dia sama penasarannya dengan yang lain, tapi aku enggan untuk memberitahunya atau membahasnya di tempat sempit ini. Jika ku beri tahu, sama saja aku mengingkari janjiku kepada Shohei. Membuka rahasia yang sudah ku janjikan untuk menutupinya.

Bersambung ...

><><><

Note :

Samui : Dingin

1 : Heh, sungguh?

2 : Wanita tua

3 : Hei, selamat pagi!

4 : Maafkan aku!

Arigatou! Thank you! Nuhun! Terima kasih! Obrigada!