Benar juga, aku terus saja membuat rencana melarikan diri, tapi aku tidak tahu apa yang aku lakukan setelah aku berhasil keluar dari sini.
"Dokter Adi tahu kalau Sarah tidak mengkonsumsi obat itu, saat pengobatan sisa darah yang ada dikapas ia gunakan untuk di tes, ternyata Sarah selama beberapa hari ini tidak mengkonsumsi obat, hasilnya bersih."
Ayu tampak terkejut,
"Kau pertemukan Sarah dengan Dokter Adi?"
"Ya."
"Kenapa bukan –"
"Tidak, mempertemukan Sarah dengannya malah memperburuk keadaan."
"Tapikan Dokter Adi –"
Kriiit!
Pintu lemari terbuka, mereka menatapku terkejut sama halnya mereka aku pun ikut terkejut, tanganku tak sengaja menyenggol pintu lemari, kejadian ini mengingatkanku pada saat aku terjatuh dikamar.
"Sa-Sarah?" Ujar Ayu gugup.
"Ah, kau mendengar semuanya ya." Sahut Ega membantuku berdiri.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" Tanyaku memberanikan diri, akhirnya aku tidak harus mengeluarkan wajah polos.
"Ayo ku antar kau ke kamar." Ayu turun dari ranjang dan hendak meraih tanganku, namun segera ku tepis.
"Jelaskan padaku." Gertakku membuat Ayu terbelakak.
"Benar bukan, dia sudah tidak mengkonsumsi obat lagi, syukurlah kalau begitu."
Aku menatap Ega dengan tajam, dia pun langsung terdiam.
"Jangan pernah berurusan dengan Dokter Adi, kau sudah dengar bukan di balik lemari itu?" Ayu menarik tanganku, "Anaknya meninggal karena kebakaran."
Jadi Bayu adalah anak Dokter Adi, ah, apa karena itu aku dikurung disini, sebagai hukuman?
"Tidak Sarah, kau mau keluar kan? Dokter Adi yang akan membantumu." Kini Ega mendekat dengan kedua tangan memohon-mohon.
"Jangan mencoba membuatnya bingung Al, kau sudah gila." Ayu menariku masuk ke dalam pelukannya.
"Kau suka melihatnya terkurung?"
"Cukup, jangan ganggu Sarah dengan bualanmu, jangan dekat-dekat dengan Sarah, katakan pada Dokter Adi ini sudah cukup!"
"Ta-"
"Jangan berikan obat itu lagi pada Sarah." Kesal Ayu.
Obat, apa yang memberikan ku obat adalah Dokter Adi, orang yang ku pikir baik, membantu mengobati luka pada kakiku. Ah, sial, siapa yang harus aku percaya? Saat pertemuan dengannya saja dia berkata untuk tidak minum obat itu, tapi obat itu katanya dari dirinya, jadi sebenarnya obat itu dari siapa?
"Kau juga, kenapa kau tidak menyingkirkan obat itu jika kau tidak mau melihat Sarah tersiksa?"
Ayu terdiam, apa Ayu juga terlibat untuk memaksaku meminum obat itu sehingga membuatku hilang akal?
"Sarah percayalah padaku, kau aman bersamaku, aku akan membantumu memperbaiki ini semua." Bisik Ayu yang dapat didengar aku dan Ega.
"Sarah, kau ingat ucapan Dokter Adi kemarin? Jangan minum obatnya, dia berusaha membantumu, dia su-"
"Tidak ada satu pun yang dapat aku percayai." Aku melepaskan pelukan Ayu dan menatap mereka secara bergantian.
*
Ayu mengganti perbanku dengan yang baru, sementara Ega berdiri disampingnya membantu Ayu yang terlihat kesusahan. Masih di dalam kamar kosong, setelah perdebatan panjang mengenai orang yang harus ku percayai, aku mengakhirinya dengan meminta mereka untuk diam dan menggantikan perbanku.
"Kenapa kamu tidak minum obatnya?" Tanya Ayu tanpa menatapku.
"Aku bosan."
"Pasti kau mendapatkan efek yang sangat sakit, setelah sekian lama minum obat dan berhenti secara tiba-tiba." Ujar Ega sambil menggulung perban, aku mengangguk membenarkan ucapannya.
"Aku mau bertanya."
Mereka saling pandang, lalu menatapku.
"Jika kalian benar-benar berniat membantuku, kenapa kalian tidak menghentikan ku meminum obat itu sejak pertama kali?"
Ayu menatap Ega, begitu pula Ega yang menatap Ayu, mereka berdua terlihat sulit untuk menjawab pertanyaan ini.
"Kenapa?" Tanyaku membuat mereka menunduk.
"Selesai." Ujar Ayu mengelus kakiku, dia berdiri di samping Ega yang masih menunduk.
"Benar bukan, tidak ada satu pun orang yang dapat aku percayai."
"Ya, tidak ada satu orang pun yang dapat kau percayai, termasuk aku." Ujar Ayu membuat Ega terbelakak, "Maaf aku tidak bisa membantumu." Lanjutnya dengan suara serak, Ayu keluar lebih dulu dengan wajah menunduk.
"Ayo biar ku antar kembali ke kamar." Ega mendekat namun segera ku tahan.
"Tidak terima kasih, dan tolong berhenti berpura-pura untuk membantuku. Katakan juga pada Dokter Adi, aku sangat berduka dengan kematian anaknya." Ujarku pada Ega.
Aku pun keluar dari kamar, kembali ke lantai dimana aku seharusnya berada, rasanya sudah tidak ada harapan lagi untuk lari dari sini, apalagi mengetahui bahwa salah satu korban merupakan anak dari Dokter Adi, dan dialah orang yang memberiku obat.
Ini rumit, mengetahui orang yang selalu berada didekatmu ternyata menyimpan rahasia mengenai dirimu dan dia berpura-pura seolah tidak tahu apapun. Aku juga sudah tidak peduli lagi apa yang akan terjadi kepadaku kedepannya, Dokter Adi pun sudah tahu kalau aku tidak mengkonsumsi obatnya lagi, mungkin saja dia membuat racikan obat baru, dengan dosis tinggi sehingga aku cepat mati.
Pintu elevator terbuka, aku berjalan dengan deru napas cepat, melewati beberapa orang yang menatapku bingung. Saat aku masuk ke dalam kamar, betapa terkejutnya aku melihat seorang laki-laki memakai pakaian pasien tengah tiduran di ranjangku.
"Permisi." Ujarku mendekat, apa dia tidur?
Tidak ada jawaban, laki-laki ini orang yang ku jumpai saat di elevator, si pemilik asli cat aklirik, mengapa dia tidur disini, apa dia lupa kamar atau bagaimana?
Ketika aku ingin membangunkannya dengan cara mencubit lengannya, tanpa membuka matanya dia berkata,
"Balikan cat aklirik ku."
"Maksudmu?" Tanyaku pura-pura tidak tahu.
Ia pun membuka kelopak matanya, melirikku sejenak lalu bangun dari tidurnya.
"Jangan pura-pura tidak tahu, kau yang ambil cat itu kan, jujur saja aku tidak akan marah."
"Tidak, aku tidak melihatnya, coba tanya perawat mungkin saja ada yang melihat." Ujarku menunjuk pintu, memberitahu secara halus untuk segera keluar dari kamarku.
"Tidak ada yang tahu, maka itu aku menuduhmu, soalnya kau kan tadi berpas-pasan dengan ku di elevator, mungkin saja jatuhnya disana." Dia turun dari ranjang berjalan mendekatiku, menatapku dengan serius seorang akulah tersangkanya, ya memang aku sih.
"Siapa tahu orang lain kan aku tidak tahu, dan dari siapa kau tahu aku ada di kamar ini?"
Masih menatapku serius dia berjalan memutariku dengan kedua tangan di belakang, tertawa kecil, apa dia mengalami gangguan, berapa umurnya, kenapa terlihat kekanakan sekali orang ini?
Tingkahnya sangat menakutkan, apalagi dia penghuni baru disini. Apa yang akan dia lakukan padaku? Tubuhku bergetar ketakutan, aku ragu untuk bergerak, aku takut dia lebih cepat dari diriku. Jadi aku pun memilih untuk diam sambil memperhatikan gelagatnya, hanya sebuah cat saja kelakuannya sampai seperti ini.
"Kau mau tahu bagaimana aku bisa menemukan kamarmu?" Ujarnya dengan berbisik.
Aku tidak mengubris pertanyaannya, lebih baik aku menunggunya berbicara sampai selesai.
"Mudah." Lanjutnya.