Jelyn duduk di kursi kerjanya. Saat dirinya baru saja akan memulai pekerjaannya, Lia langsung mengusiknya dengan beberapa pertanyaan yang ia berikan pada Jelyn.
"Jel, tadi lo makan siang di mana bareng pak manajer?" tanya Lia.
Jelyn menghentikan pekerjaannya sejenak. Ia menghela nafasnya.
"Cafe Kenangan, Li." ucap Jelyn singkat lalu kembali melanjutkan pekerjaannya.
"What? Cafe Kenangan?" tanya Lia dengan sedikit terkejut namun dengan segera dibungkam oleh Jelyn.
"Diam Lia. Jangan berisik." ucap Jelyn memperingati Lia lalu melepas tangannya yang membungkam mulut Lia tadi.
"Iya iya sorry. Lo ke cafe itu lagi? Sama pak Arzam?" tanya Lia tak percaya.
Jelyn pun mengangguk seraya mengerjakan pekerjaannya.
"Hmm," balas Jelyn hanya dengan deheman.
"Kok bisa sih Jel? Bukannya lo gak mau datang ke cafe itu lagi?" tanya Lia.
"Nanti gue ceritain. Sekarang lebih baik kita kerja dulu. Ntar kalau pekerjaan lo gak selesai, lo bisa habis dimarahi bos. Memangnya lo mau dimarahi?" tanya Jelyn.
Lia dengan cepat menggeleng.
"Enggak lah. Dih males banget. Yang ada ntar gue disuruh lembur." ucap Lia.
"Makanya kerja. Jangan gosip aja Lia!" ucap Jelyn dengan nada bicara yang sedikit tinggi dan ditekan.
"Iya iya Jeyn!" balas Lia sedikit memanyunkan bibirnya.
....
Arzam melangkahkan kakinya menuju ke ruangan Calvin. Sesampainya di depan ruangan Calvin, ia mengetuk pintu ruangan tersebut.
"Masuk!" sahut singkat si pemilik ruangan.
Arzam lalu membuka pintu ruangan Calvin dan melangkahkan kakinya memasuki ruangan tersebut lalu menutup kembali pintu ruangan tersebut.
"Ada apa lo panggil gue?" tanya Arzam.
Calvin menghentikan pekerjaannya sejenak lalu mendongak menatap Arzam dengan tatapan serius.
"Dari mana aja lo?" tanya Calvin.
"Lunch." balas Arzam singkat.
"Berapa kali sih harus gue peringatkan ke lo untuk tidak melanggar aturan yang telah gue buat di kantor ini?!" tanya Calvin dengan nada bicara yang meninggi dan penuh penekanan.
Wajahnya menyiratkan kekesalan yang begitu besar.
"Siapa yang bisa menghalangi rasa yang hadir? Siapa yang bisa menolak untuk jatuh cinta? Gue bukan lo ya yang bisa menyembunyikan segala kebenaran yang ada! Lo gak bisa atur-atur hidup gue! Ini hidup gue! Jadi, biarkan gue bebas tanpa aturan apa pun dari siapa pun termasuk lo!" ucap Arzam dengan tegas.
"Kalau lo gak suka sama aturan yang gue buat, lo ke luar dari perusahaan gue!" ucap Calvin dengan tegas dan tatapan tajam.
Brak!
Arzam menggebrak meja kerja Calvin.
"Lo gak berhak mengatakan hal itu! Gue juga berhak atas perusahaan ini, brengsek!" ucap Arzam dengan emosi.
"Lo sama sekali gak ada hak apa pun di perusahaan ini! Lo ke luar dari ruangan gue sekarang juga! Kehadiran lo di sini justru semakin menambah masalah!" ucap Calvin dengan emosi seraya tangannya menunjuk ke arah pintu ruangannya.
Arzam berdecih.
"Gak usah sok berkuasa! Lo cuma anak bawang!" ucap Arzam dengan senyum mengejek.
"Mulai besok, lo gak perlu lagi kerja di sini!" ucap Calvin dengan tegas.
Ia lalu kembali melanjutkan pekerjaannya dan mengabaikan Arzam.
"Shit! Lo gak akan pernah bisa melakukan hal itu ke gue. Gue akan beritahu hal ini ke bokap! Lo gak akan pernah bisa memecat gue!" umpat Arzam.
Arzam lalu melangkahkan kakinya ke luar dari ruangan Calvin.
Sepergian Arzam, tangan kanan Calvin yang semula sibuk mengerjakan pekerjaannya, kini terkepal dengan sangat kuat lalu memukul meja.
Brak!
"Brengsek!" umpat Calvin dengan tatapan murka.
"Argh! Dasar gak tahu diri! Anak sialan!" umpat Calvin seraya mengusap wajahnya kasar.
"Dia benar-benar tidak tahu diri. Gue benar-benar menyesal karena dahulu telah mengizinkan mama dan papa untuk mengangkat dia menjadi bagian dari keluarga kami!" gumam Calvin.
"Dasar munafik! Mama dan papa pasti akan lebih percaya sama dia dari pada aku! Kenapa dia selalu saja merebut kebahagiaan gue sih?! Kenapa?! Padahal dia hanya anak angkat tapi kenapa mereka juga lebih sayang sama dia dari pada gue?! Dulu, dia merebut perempuan yang gue cintai dan sekarang? Dia ingin merebut semua hak gue?" gumam Calvin.
Calvin menggeleng pelan.
"Itu tidak akan pernah terjadi!" ucap Calvin dengan penuh penekanan.
......
Tak terasa waktu pulang pun telah tiba. Jelyn dengan Lia pun mulai merapikan meja kerja mereka setelah selesai mengerjakan pekerjaan mereka di hari ini.
"Finally pulang juga. Capek banget Jel," ucap Lia seraya merenggangkan otot-ototnya yang terasa begitu lelah.
"Sebentar lagi kan weekend. Ntar pas weekend lo bisa istirahat sepuasnya," ucap Jelyn.
"Benar banget. Weekend nanti gue mau tidur sepuasnya. Sumpah akhir-akhir ini pekerjaan ini benar-benar sangat melelahkan," ucap Lia.
Jelyn pun mengangguk.
"Yuk kita pulang sekarang," ucap Jelyn.
Lia pun mengangguk.
"Ayo Jel," ucap Lia.
Mereka lalu melangkahkan kaki mereka dan meninggalkan kantor tersebut.
....
Arzam ke luar dari ruangannya dengan langkah kaki yang sangat cepat. Ia berniat untuk menemui Jelyn dan kembali mengajak Jelyn untuk pulang bersamanya.
Namun, Arzam terlambat. Setibanya ia di kubikel Jelyn, ia tak menemukan seorang pun pegawai lagi di sana.
Yaps, Jelyn dan beberapa pegawai pada divisi tersebut telah pulang beberapa detik yang lalu.
Arzam mengusap wajahnya frustasi.
"Shit! Gue terlambat!" umpat Arzam.
Bertepatan dengan itu, Calvin lewat di sana dan menemukan Arzam yang terlihat frustasi.
Tanpa Arzam sadari, Calvin tersenyum mengejek Arzam.
'How poor you are.' ucap Calvin di dalam hatinya.
Calvin lalu melangkahkan kakinya meninggalkan Arzam di sana. Arzam baru saja menyadari keberadaan Calvin setelah Calvin beranjak dari sana.
Arzam memilih tak acuh akan hal tersebut dan bergegas untuk pulang.
.....
Jelyn pulang dengan Lia seperti biasanya. Ketika di perjalanan, Lia bertanya pada Jelyn.
"Mau beli makanan atau enggak Jel? Gue males banget untuk ke luar ntar malam. Capek banget," ucap Lia seraya mengendarai motornya.
Jelyn yang dibonceng pun menjawab.
"Boleh Li. Beli mie ayam aja ya. Sama nanti mampir ke warung bu Tuti sebentar. Gue mau beli mie instan dan beberapa kebutuhan," ucap Jelyn.
Lia pun mengangguk.
"Oke Jel," ucap Lia.
...
Arzam memukul setir mobilnya. Dirinya masih sangat kesal sebab ditinggal oleh Jelyn.
"Argh! Shit!" umpat Arzam.
"Kenapa sih Jelyn gak mau pulang sama gue? Padahal kalau dia mau aja kan gue bisa pakai cara apa gitu supaya orang-orang di kantor gak tahu kalau gue dan dia pulang bareng. Shit!" umpat Arzam.
....
Jelyn dan Lia kini sedang menikmati mie ayam mereka di warung mie ayam tersebut.
"Sebentar lagi gajian yes! Senang banget gue," ucap Lia.
"Makan dulu Lia. Kebiasaan deh lo kalau makan tuh sambil bicara," ucap Jelyn.
"Iya iya sorry. Gue udah selesai Jel," ucap Lia.
Jelyn pun mengangguk.
"Gue juga udah kok. Nih uangnya. Lo yang bayar gih," ucap Jelyn.
"Sekalian sama punya gue nih?" tanya Lia setelah menerima uang dari Jelyn.
Jelyn pun mengangguk.
"Iya boleh," ucap Jelyn.
Lia pun tersenyum bahagia mendengar jawaban Jelyn.
"Makasih banyak Jel," ucap Lia.
"Iya sama-sama. Buruan bayar." ucap Jelyn.
Lia pun mengangguk.
"Iya ayolah sekalian," ucap Lia.
Jelyn pun mengangguk. Mereka lalu bangkit dari posisi duduk tersebut. Lia pergi membayar ke si pemilik sedangkan Jelyn pergi ke motor Lia.
Tak lama Lia pun menyusul Jelyn.
"Kuy Jel," ucap Lia seraya menaiki motornya.
....
Calvin baru saja ke luar dari kamar mandi setelah dirinya selesai membersihkan diri.
Ia mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuknya. Setelah itu, Calvin meletakkan handuknya pada gantungan yang terdapat di dekat kamar mandinya.
Ia lantas meraih benda pipihnya lalu mengambil posisi duduk di tepi tempat tidur.
...