Shintia melangkahkan kakinya memasuki mansion, tempat diselenggarakan pesta. Dia tersenyum ramah dan bersalaman saat bertemu orang-orang penting di dalamnya. Shintia yang mengenakan gaun pendek dengan rambut sebahunya yang ditata indah tampak anggun malam ini.
Pesta yang sudah beberapa kali dihadiri oleh Shintia, sejak dia dapat piala penghargaan karena prestasi butiknya. Dan dia tahu sekali jika akan ada Kavin di sini, Kavin dan keluarganya yang mempunyai perusahaan besar dan terkenal, Wijaya Company, tentu jadi undangan istimewa di sini.
Shintia hanya ingin mengetahui kabar Kavin, jika laki-laki itu baik-baik saja. Karena mereka sudah lama tidak bertemu. Shintia terus melangkah menyusuri ruangan penuh kemeriahan itu, Shintia melihat kedua orang tua Kavin di salah satu sudut pesta. Elena dan Mahendra sedang berbincang dengan partner bisnisnya.
Shintia pun mendekati Elena dan Mahendra, menyapa mereka dan berbasa-basi sedikit. Lalu dia pamit untuk pergi.
Shintia tidak begitu mengenal mereka, hanya bertemu tanpa sengaja seperti ini. Shintia hanya tahu jika Kavin kurang cocok dengan orang tuanya, dari cerita Kavin. Dan yang bisa Shintia mengerti, sepertinya hanya terjadi kesalahpahaman antara mereka. Mungkin karena kehendak kedua orang tua Kavin yang berbeda dengan Kavin. Kavin memang tidak pernah bercerita secara jelas padanya.
Namun Shintia cukup mengenal Amora, adik perempuan Kavin. Shintia melihat wanita itu sedang duduk bersama Athala. Shintia pun menghampirinya, Amora langsung menyambut kedatangan Shintia dan mencium pipi kiri dan kanannya.
"Kamu tampil sangat cantik sekali, Amora," puji Shintia.
"Apalagi jika aku mengenakan gaun rancangan kamu," sahut Amora.
"Maaf ya, aku sibuk sekali jadi nggak bisa membuat gaun yang kamu inginkan," ucap Shintia.
"Enggak apa-apa, lain kali kamu harus bisa buatkan aku, ya."
Athala mendekat ke mereka. "Aku ke sana dulu, ya." Athala berpamitan pada istrinya dan juga Shintia. Lalu menghilang di tengah banyaknya kerumunan orang.
"Tentu aku akan membuatkan gaun yang paling istimewa untuk kamu, Ra," sambung Shintia.
"Terimakasih. Mungkin sebentar lagi aku akan pesan baju itu, saat acara penting Mas Kavin."
Sontak senyum yang dari tadi mengembang di bibir Shintia memudar, dia tampak bingung. Apa yang dimaksud oleh Amora, tentang acara penting Kavin.
"Kalau boleh aku tahu, Kavin punya acara apa?" tanya Shintia pada Amora.
"Menikah."
"Apa!"
"Kenapa, Shin? Kok kamu sepertinya sangat kaget."
"Oh, enggak. Aku cuma nggak tahu kalau Kavin akan menikah."
Tentu Shintia begitu kaget mendengar pernyataan adik Kavin. Jika Kavin akan menikah, Shintia merasa tidak menyangka. Dia juga sangat bingung tentang semua yang baru saja dia dengar ini.
"Memangnya Mas Kavin nggak cerita sama kamu?"
Shintia hanya menggeleng.
"Mungkin Mas Kavin nggak sempat cerita ke kamu, Shin."
"Iya, mungkin."
Tidak sempat? Bukan kah beberapa hari yang lalu Kavin menemuinya. Dan bukan soal itu yang dia ceritakan. Namun Kavin malah membicarakan tentang perasaannya pada Shintia. Dia tidak memberi tahu Shintia jika dia akan menikah. Namun dia meminta Shintia untuk menikah dengannya.
*
*
Geisha meminta izin pada Kavin untuk pergi ke toilet, baru lah Kavin melepaskan genggaman Geisha. Geisha memutar keran air dan mencuci tangan, dia menikmati dinginnya air yang mengalir di tangannya. Di ruangan yang penuh dengan AC ini, Geisha merasa panas. Entah kenapa dia merasa gugup meski tidak melakukan kesalahan apapun.
Mungkin karena tempat ini, dia merasa asing di sini. Karena seharusnya dia tidak pernah berada di sini. Namun tidak pernah Geisha bayangkan sebelumnya dia malah bertemu dengan orang-orang yang berpengaruh di kota ini.
Setelah cukup tenang, Geisha mematikan keran air dan beranjak dari toilet. Dan kembali bergabung dengan hiruk pikuk keadaan pesta para pejabat dan orang penting lainnya.
Geisha memutuskan untuk ke balkon, duduk di sana menikmati udara malam yang dingin. Semoga saja malam ini akan berlalu cepat hingga dia bisa pulang dan kembali hidup dengan damai.
Tiba-tiba seseorang menghampirinya dan duduk di bangku panjang yang juga Geisha duduki, tanpa berkata permisi terlebih dulu. Laki-laki itu tampak memperhatikan Geisha, Geisha yang mengetahui itu langsung mengalihkan wajahnya. Dia merasa tidak kenal dengan dia dan jujur Geisha paling tidak suka dengan orang yang sok kenal dengannya.
"Hallo," sapanya.
Geisha memalingkan wajahnya sebentar untuk melihat laki-laki itu, lalu membuang wajahnya setelah yakin jika Geisha memang tidak mengenalnya.
"Sombong sekali kamu," ejeknya.
"Memangnya apa urusan Anda?" Geisha masih dengan matanya menatap ke arah lain.
"Oh, galak sekali. Tapi kamu semakin terlihat cantik," lalu pujinya.
Mendengar perkataan laki-laki itu sontak membuat Geisha menatap ke arahnya tajam. Sepertinya dia belum pernah merasakan hidungnya patah karena kena tonjokan dari Geisha.
"Maaf, Tuan. Sebaiknya Anda pergi kalau tidak ingin malu di tempat ini."
"Aku menyukai wanita yang jual mahal seperti kamu, membuat aku sangat penasaran."
Athala mencolek hidung mancung Geisha, hingga Geisha langsung menepis tangannya. Geisha yakin laki-laki ini seorang hidung belang yang tanpa malu mencari mangsa di mana pun dia berada.
"Sayang sekali, wajah Anda yang bagus nggak seperti kelakuan Anda."
Athala tersenyum mendengar perkataan Geisha. Dia menatap Geisha dari ujung kaki sampai rambutnya, dan wanita di depannya itu sangat cantik. Athala sepertinya kagum dan sudah menyukai penampilan Geisha dari pandangan pertama.
Kemudian Geisha memilih untuk berdiri dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan Athala. Athala memandangi setiap langkah gadis yang tidak dia ketahui namanya itu. Dan berharap nanti akan bertemu dengannya lagi. Hingga Geisha sudah menghilang dari pandangannya berganti dengan seorang wanita yang sangat dia kenal berjalan menuju ke arahnya.
"Sayang, aku cari-in kamu. Ngapain kamu di sini?" tanya Amora.
"Aku cuma cari angin, sayang," jawab Athala.
"Kamu temenin aku di dalam, dong," pinta Amora.
"Oke, apa sih yang enggak buat kamu, sayang."
Athala bergerak merangkul wanita yang sudah satu tahun ini menjadi istrinya. Meski hanya kenal beberapa bulan. Namun Athala lebih memilih Amora dibandingkan kekasihnya yang lain. Athala sejak dulu memang lah bad boy, dan dia menghentikan permainannya sejak bertemu dengan Amora. Agar meyakinkan Amora jika dia adalah laki-laki terbaik untuk hidup bersamanya.
Hingga putri dari Mahendra Wijaya, pemilik dari perusahaan besar bernama Wijaya Company itu memilih dirinya. Jadilah hidup Athala berubah drastis, punya kekuasaan dan disegani oleh siapapun.
Bukan karena Athala sangat mencintai Amora, tapi karena Amora adalah ladang uangnya. Seluruh kekayaan Mahendra yang nantinya akan jadi milik Amora, hingga Athala juga bermimpi untuk bisa menguasainya. Setelah itu dia akan mencari wanita lain, bermain-main seperti dulu dan terserah pada Amora. Dia ingin masih hidup bersamanya atau pergi, silakan saja.
Bersambung ....