Blam.
"Haaaah, capek sekali aku hari ini," rintih Sinta dengan punggung bersandar pada pintu kamar utama. Air mata di pelupuk matanya yang sudah mengambang penuh, perlahan mengalir turun.
Sint menyeret langkahnya ke ranjang. Diambilnya sebuah bantal empuk, berjalan menuju sofa tunggal yang diseretnya dari ruang televisi. Sinta sudah mengantisipasi jika harus berada satu kamar dengan Rama. Tidak mungkin dirinya tidur satu ranjang dengan laki-laki berstatus suaminya itu. Sinta tidak ingin kejadian malam pertama di hotel terjadi lagi. Meski itu hanya nyaris berhubungan intim, tetapi tetap membuat canggung. Sinta lebih baik mengalah dan tidur tak nyaman di sofa.
Sambil menjatuhkan diri di sofa tunggal itu, Sinta meringis mengingat awal mula kelelahannya. Jam dua belas siang baru saja lewat sepuluh menit, ketika ponsel yang diletakkan di sebelah piring nasi pecelnya, berdering. Sinta buru-buru menelan nasi pecel yang baru saja masuk mulutnya dan belum dikunyah sempurna.
"Halo."