Hari Jumat, dua hari sebelum perjodohan.
"Ayo cerita dong, Sinta," dorong rekan kerjanya yang memakai kacamata tebal itu, dengan tidak sabar.
"Kali ini apa lagi pengalaman bercintamu?" tanya wanita dengan gigi yang berkawat. Dia juga rekan sekerja Sinta. "Pengalaman hotmu selalu membuatku panas dingin."
"He-eh. Bagi lagi dong trik-trik bercinta," tambah si rambut pirang sambil menyangga dagunya dan menatap Sinta dengan mata berbinar-binar.
Sinta melirik ketiga teman menggosipnya dari pinggir gelas es teh manis jumbo yang sedang diminumnya. Sinta meletakkan gelas itu dengan sedikit membanting di meja makan, lalu menatap ketiganya, satu per satu.
"Memangnya kalau aku berbagi, kalian akan mempraktekkannya?" tanya Sinta balik.
Di mata rekan kerjanya, Sinta adalah pakar hubungan ranjang, karena cerita pengalaman dan trik percintaannya selalu romantis, mesum, sensual, dan menggairahkan.
"Tentu saja," sahut cepat si wanita rambut bercat pirang, yang memiliki tubuh sedikit berisi, alias montok. Kekasihnya adalah penjaga kafe di depan kantor. Si rambut pirang ini adalah penyuka hubungan ranjang yang manis. "Kekasihku selalu bilang bahwa aku ini sensual."
"Huek." Sinta plus kedua rekannya kompak berpura-pura muntah.
"Hei, serius kok," bantah si rambut pirang membela diri. "Ini semua berkat trik-trik per-ranjang-an dari Sinta. Kekasihku selalu puas dengan servisku di ranjang. Dan semuanya itu berkat dirimu, my friend."
"Baiklah, kalau kalian memaksa. Aku akan segera bercerita untuk memuaskan kehausan kalian yang selalu berpikiran mesum," kata Sinta sambil berdehem beberapa kali. Sedangkan ketiga temannya terlihat sangat antusias, mempersiapkan diri untuk menerima pelajaran erotis.
"Pada zaman dahulu.."
Pletak.. Sebuah ponsel melayang di kepala Sinta.
"Serius," teriak ketiga teman Sinta kesal.
"Kira-kira dong. Itu ponselnya keras, bukan roti empuk," gerutu Sinta sambil mengelus kepalanya.
"Cepetan dong Sinta," omel si gigi berkawat, gemas. "Jam istirahat sudah hampir habis nih."
Sinta memutar bola matanya. "Oke-oke. Kalian pernah sekolah?"
Sebuah cubitan semut kecil mampir ke lengan Sinta. "Jangan melantur terus."
Tiba-tiba, drrt.. drrt .. drrt.. drrt ..
Ponsel si rambut pirang berbunyi. "Halo pak."
"KAMU DIMANA? CEPAT BALIK KANTOR SEKARANG JUGA. LAPORAN MEETING JAM DUA, BELUM AKU TERIMA DI MEJA. CEPAT KEMBALI!"
Suara menggelegar dari supervisor nya membuat wanita berambut pirang itu harus menjauhkan ponsel dari telinganya dan meringis.
"Haish, pakde ini, menyebalkan," gerutu si rambut pirang sambil memasukkan ponsel ke dalam tas. Dengan cepat, si rambut pirang menyeruput habis minuman es teh manisnya, lalu segera berdiri. "Aku balik kantor dulu. Nanti pakde bos tambah galak, terus aku dijadikan swike goreng."
"Sudah buruan pergi," usir si wanita berkacamata tebal itu.
"Simpan cerita erotisnya untukku ya. Sampai nanti. Bye."
"Bye."
Sinta melambaikan tangannya membalas salam rekannya.
"Lanjut," desak dua teman Sinta, tidak sabar.
Sinta menggigit bibir bawahnya sambil memajukan tubuhnya dan memandang mata kedua rekannya bergantian. Sinta berbisik, "Kalian pernah pergi ke dokter?"
"Astaga Sinta.. kita ini bukan anak te-ka, atau anak es-de. Tadi nanya kita pernah ke sekolah atau tidak? Sekarang nanya pernah pergi ke dokter? Pertanyaan tidak bermutumu itu sungguh membuatku pingin menjitak kepalamu, tahu!" bentak sebal wanita berkacamata tebal sambil mengepalkan tinjunya ke arah Sinta yang buru-buru menjauh.
Kekasih dari wanita yang berkacamata tebal ini adalah seorang salesman obat herbal. Waktu itu, si salesman obat sedang berteduh, menunggu hujan reda, di tempat pak satpam bertengger. Dan dari situlah awal cinta indah bersemi, di tengah hujan lebat di pos satpam.
"Hei, aku serius kok," protes Sinta tidak terima.
"Jangan ngomong melantur terus, Sinta,"desak wanita dengan gigi berkawat, jengkel. "Kita bisa jamuran nunggu kamu cerita,"keluhnya, hingga terdengar mirip rengekan.
Si gigi berkawat sudah sangat penasaran menunggu trik bercinta ala Sinta. Karena trik-trik itu selalu membuatnya tampil menggairahkan di depan kekasihnya, yang adalah seorang petugas listrik. Kala itu, listrik kantor tiba-tiba padam selama... hampir tiga jam. Hal itu membuat big bos marah besar, karena padamnya lampu terjadi ketika sedang meeting penting dengan para pemegang saham. Ternyata terjadi korsleting listrik di generator utama. Si gigi berkawat ini bertugas menemani pria listrik ini untuk membenahi aliran listrik kantor. Dan alhasil, bukan hanya listrik kantor yang menyala, tapi juga getaran listrik diantara keduanya juga langsung terkoneksi.
"Baiklah, begini ceritanya.."
"Langsung saja, tidak usah pakai pembukaan kalimat. Dari tadi tidak mulai-mulai," sembur si wanita berkacamata gemas.
"Cerewet," balas Sinta sewot. "Aku.."
"Stop-stop," seru si gigi berkawat tiba-tiba sambil mencengkram lengan Sinta dengan kuat hingga pemiliknya meringis.
"Apa lagi sih?" keluh si kacamata.
"Lihat itu," ucap si gigi berkawat tanpa suara sambil memonyongkan bibirnya ke arah pintu masuk depot.
Seorang pria parlente memasuki depot, dimana para wanita ini sedang duduk makan siang dan menggosip. Langkah pria parlente itu mantap dan senyum penuh pesona selalu tersungging di bibirnya. Sinta dan kedua temannya tidak pernah bosan memandangi sosok mempesona itu hingga menjadikan pria idola kantor ini selalu menjadi fantasi dalam bercinta.
"Aku dengar, dia baru saja putus dengan pacar terbarunya," bisik si gigi berkawat dengan mata terus mengikuti gerak-gerik pria parlente itu.
"He-eh. Aku juga mendengarnya," timpal si wanita berkacamata tebal. "Kasian anak itu cuma dibuat mainan. Dia anak keuangan. Dan kabarnya anak itu juga mencoba untuk mengiris tangannya, bunuh diri. Tapi tidak digubrisnya."
"Tapi memang si anak keuangan itu juga sedikit lebay deh," komentar si gigi berkawat itu dengan sinis.
Sinta memandang pria ganteng itu dengan diam. Biasanya dirinya juga selalu heboh dengan berita terkini perihal pria tampan itu. Sinta juga termasuk penggemar si pria idola kantor itu. Sinta menghela nafas panjang dan berat.
Namun, hari ini mood Sinta sudah hilang ditelan bumi, lenyap tidak berbekas. Dan tidak ada hal di dunia ini yang sanggup membuat dunianya kembali ceria. Memandang pria tampan saja tidak berselera, apalagi dirinya diharuskan bercerita tentang pengalaman erotis.. itu sungguh membuatnya mual.
"Aku balik kantor dulu ya," kata Sinta pelan sambil memundurkan kursinya lalu berdiri.
"Loh.. loh.. Sinta, gimana sih?" protes si wanita berkacamata, tidak suka. "Kan kamu belum cerita, Sinta. Kenapa sudah mau balik kantor sekarang?"
"Besok saja ceritanya. Lagian kita juga tidak komplit," elak Sinta sambil meraih tasnya dan meletakkannya di bahunya. "Aku tidak mau siaran ulang. Bye."
Sinta membayar pesanannya di kasir. Sinta mengabaikan panggilan dan rengekan rekan kerjanya. Dengan langkah gontai, Sinta keluar dari depot itu dan mulai melangkah kembali ke kantor yang hanya berjarak seratus meter dari depot langganannya itu.
Kepala Sinta mendongak ke atas dan memandang awan putih di langit yang biru. Tangannya menudungi kedua matanya dari sinar matahari yang menyengat. Meski cuaca hari ini sangat cerah, namun berbeda dengan suasana hatinya yang mendung.
Andai semua tahu, bahwa sebenarnya Sinta tidak pernah punya pacar yang layak untuk diajaknya ke tempat tidur. Boleh dikatakan, bahwa Sinta yang sesungguhnya adalah masih gadis perawan ting-ting, dimana daerah istimewa miliknya sama sekali belum terjamah. Pria-pria yang berkencan dengannya tidak pernah dianggapnya serius. Sinta belum menemukan pria yang dapat disebutnya sebagai pasangan hidup, belahan jiwanya, atau apalah sebutannya.
Selama ini, Sinta memang sengaja menggembar-gemborkan perihal hebatnya dirinya di ranjang, hanya supaya tidak dicap kuper. Semua pengalaman bercinta yang selama ini dibagikannya adalah hasil nonton film blue kesukaannya.
Dan harap dicatat, Sinta sangatlah hebat dalam menceritakan kembali secara detail dan dramatis. Biasanya Sinta selalu bersemangat menceritakan kembali film-film romantis kesukaannya yang cenderung mesum itu, dengan ditambahi sedikit bumbu asam manis asin dan pedas supaya cerita yang hot semakin bertambah hot.
Tetapi hari ini, Sinta sama sekali tidak mempunyai mood untuk bercerita erotis. Itu semua karena...
Bersambung…