Sieghart yang berjaga di perimeter yang agak jauh, datang mendekati Lucius dan Viori. Sambil membungkuk dan memberi salam ia menanyakan ada apa gerangan perintah yang akan diberikan kepadanya.
"Sieghart, pertama-tama aku ingin berterimakasih karena jasamu, aku yakin tanpa bantuanmu aku tidak akan bisa pulih sampai tahap ini."
Lucius ingin membantah dan memotong perkataan Viori, tapi semua yang dikatakannya memanglah kenyataan dan dia tidak merasa berhak menyanggah saat ia saja tidak punya kemampuan untuk menyembuhkan Viori bahkan dengan mengerahkan seluruh kekuatannya mencari tabib di kerajaan bahkan kontinen.
Sieghart membungkuk sopan, "Saya hanya melakukan tugas saya yang seharusnya, Duchess. Lagipula tanpa bantuan Duke yang menguji keamanan ramuan itu, saya tidak berani menggunakannya untuk Duchess."
"Aku tidak menyangka kau bisa menemukan ramuan ini, aku tetap harus menghargai loyalitasmu. Apakah ada yang kau butuhkan yang bisa aku penuhi?" Viori menaruh peralatan makannya dan mengalihkan perhatian penuhnya terhadap percakapannya dengan Sieghart.
"Saya tidak mungkin bisa meminta apapun pada Duchess." Sieghart bersikeras dengan sopan, tidak mungkin ia bisa meminta apapun pada Duchess apalagi dihadapan Duke.
"Aku memaksa, Sieghart. Aku tidak suka hidup dengan berhutang budi." Viori sebenarnya tidak pernah memilik prinsip hidup seperti itu, tetapi melihat betapa gigihnya Sieghart menolak hadiah apresiasinya, ia justru jadi merasa makin harus membalas kebaikannya.
"Kesehatan Duchess merupakan hadiah terbaik yang bisa saya dapatkan."
Lucius tahu bahwa jawaban itu adalah jawab dasar yang biasanya dilontarkan atas nama etika kebangsawanan, tapi mendengar jawaban itu keluar dari mulut Sieghart membuat hatinya gusah.
"Baiklah kalau begitu, temui aku esok hari. Aku akan memberikan hadiah-mu nanti." Pada saat percakapan itu selesai, makanan siang Viori sudah habis, mungkin karena makanannya sudah dipotong rapih oleh Lucius.
Sieghart terlihat seperti ingin bicara sesuatu, tapi tatapan dari Viori membuatnya ragu. Akhirnya ia menunduk dan mengundurkan diri kembali ke posisi jaganya.
Acara makan siang itu dilanjutkan dengan minum teh yang juga telah dipersiapkan dengan cepat oleh Rena. Lagi-lagi Lucius tanpa basa-basi berdiri, mengambil alih teko teh dan menuangkannya ke cangkir milik Viori dan miliknya. Ia bahkan menyajikan cangkir kecil berisi gula, susu, dan madu, juga piring susun kecil berisi cemilan kering.
"Apa yang rencananya akan kau berikan untuk Sieghart?" Lucius membuka kembali percakapan.
"Sejujurnya belum ada yang terlintas di pikiranku, sepertinya aku akan memikirkanya besok saja." Memang begitulah faktanya, Viori tidak bisa memikirkan apapun yang sepertinya dibutuhkan Sieghart. Lucius menghadiahi Sieghart dengan sebidang tanah dan pemugaran penginapan milik keluarganya karena ia masih tidak percaya dengan apa yang Viori katakan -bahwa Sieghart adalah mata-mata pengkhianat yang merencakan balas dendam, apalagi saat melihat Sieghart susah payah membantu kesembuhan Viori dengan ramuan keluarganya. Tetapi Viori tahu bahwa sebenarnya Sieghart tidak membutuhkan semua itu, karena satu-satunya tujuan hidupnya saat ini adalah untuk membalaskan dendamnya dan mengambil alih kembali kerajaannya yang kalah perang.
Viori berencana membawa Sieghart pergi ke ibukota dan membelikan hadiah yang lebih sentimental dibandingkan yang mahal, karena hati kecil Viori masih mengharapkan Sieghart akan berubah pikiran dan membatalkan rencana pembunuhannya jika ia mendekatkan diri dengan Sieghart.
"Kabarkan aku kalau ada yang kau perlukan." Sepertinya Lucius berkekspektasi Viori akan menghabiskan banyak uang untuk membelikan Sieghart hadiah yang mahal.
"Aku tidak enak terus-terusan mengganggu jadwalmu yang... sangat padat." Jeda diantara perkataan Viori disebabkan tatapan mata Reinhard yang terlihat memohon meminta bantuan agar Lucius kembali fokus dengan pekerjaannya dan berhenti menunda-nunda pertemuan resmi dan kunjungan dengan para menteri.
"Tidak ada hal yang lebih penting dari saat ini." Kali ini kata-kata Lucius meluncur dengan lancar.
Viori agak sedikit tertegun dan malu mendengar jawaban Lucius, tidak pernah tersirat di benaknya bahwa Lucius adalah orang yang bisa berkata seperti itu.
"Lucius...." panggil Viori pelan.
Lucius sendiri akhirnya menatap mata Viori, ia tidak bisa menutupi kesenangannya akan Viori yang mulai kembali bicara dengan akrab.
"Aku akan senang kalau kau berhenti menyiksa Reinhard dengan pekerjaan yang tidak manusiawi seperti itu." Viori mengerahkan sedikit kekuasaan yang dimilikinya akan Lucius.
".... baiklah." Lucius seakan seperti boneka yang baru diputar tuasnya, ia berdiri dan segera mengambil berkas yang sedang dibaca oleh Reinhard sedari tadi.
Rena segera membereskan cangkir teh Lucius karena menanggap bahwa ia akan segera pergi. Tapi sebelum ia benar-benar menjauh dari meja taman, ia terhenti sejenak. Tanpa membalikan badannya, ia berkata, "Viori, aku akan selalu berterimakasih padamu."
Sepertinya Lucius bermaksud mengatakan hal itu sejak lama, tetapi tidak pernah bisa menemukan momen yang tepat.
"Jangan." Suara Viori yang pelan hilang terbawa angin. Hanya dirinya sendiri yang bisa mendengar suaranya. Viori tidak ingin Lucius merasa berhutang budi padanya, karena ia berencana menjauhkan diri dari Lucius dan pergi dengan bantuan Mikhail.
Viori menghabiskan sisa hari itu untuk membuka hadiah dan kiriman dari Mikhail. Setiap kali ia selesai membuka satu bungkus hadiah, hadiah lainnya akan didatangkan dari ruang penyimpanan ke kamarnya.
Aromaterapi, teh dengan rempah, kertas surat, selimut sutra, lampu tidur dengan batu sihir, sabun bunga langka, syal bulu rubah, aksesoris rambut berhiaskan permata, sampai chandelier yang dipenuhi batu mulia. Rasanya hadiah-hadiah dari Mikhail secara perlahan makin mahal dan makin rumit. Itupun hanya sebagian kecil dari hadiah-hadiah lainnya. Setiap hadiahnya diselipkan kertas kecil mendoakan kesembuhan Viori supaya ia bisa secepatnya menggunakan barang tersebut.
Viori yang tadinya ingin meminta Rena untuk mengambil alat tulis surat tetapi ia mengurungkan niatnya saat melihat betapa banyaknya alat tulis surat yang dihadiahi Mikhail untuknya.
Ia mengambil setumpuk kertas surat berwarna biru muda, tinta warna biru tua dan sebuah pena bulu berhiaskan permata biru di ujungnya.
"Untuk Mikhail,
Aku menghabiskan satu hari penuh untuk membuka hadiah kirimanmu, aku tidak tahu apa yang harus kukirimkan kepadamu untuk membalas kebaikanmu. Aku sudah pulih dan merasa jauh lebih baik. Aku akan menunggu pertemuan buku kita lagi."
"Rena, tolong bawakan merpati pengantar surat kemari."
Merpati pengantar surat bisa membawa surat ini ke kerajaan tetangga dalam 2-3 jam kalau tidak ada halangan dan kembali ke Kerajaan Heliose dengan waktu yang sama, tetapi baru 2 jam sejak dikirimkan, merpati itu sudah kembali. Merpati itu tidak kembali dengan terbang, melainkan dengan diseret oleh seekor elang yang sepertinya membawa kiriman balasan dari Mikhail.
"Untuk Viori,
Aku ingin surat balasanku sampai secepatnya, jadi maaf kalau elangku menenteng merpatimu yang terbangnya kurang cepat itu. Aku sangat senang mendengar kabar kesembuhanmu, tidak perlu membalas hadiah-hadiahku, itu semua kubeli sambil mendoakan kepulihanmu, daripada membalasku dengan hadiah aku lebih menunggu saat kita bisa bertemu dan berbincang lagi. Tapi sepertinya pertemuan kita tidak akan lama lagi karena aku akan segera kesana minggu ini.
P.s. rawatlah elangku untuk sementara waktu, akan kuambil saat berkunjung nanti."
Viori tertawa melihat visual merpatinya yang diseret oleh elang Mikhail, tapi pikirannya cepat teralih saat membaca bahwa Mikhail akan berkunjung minggu ini.
"Bukannya negara tetangga tidak bisa melakukan kunjungan tanpa persetujuan Emperor?" Karena ragu dengan daya ingatnya sendiri, Viori memanggil Rena untuk menanyakan adat dan budaya kunjungan negara tetangga.
"Negara tetangga hanya boleh berkunjung setelah mengajukan permohonan yang telah disetujui oleh Emperor Androry. Tidak mungkin bangsawan dari negara tetangga bisa mengunjungi Istana Altair yang berada dibawa kekuasaan Duke Lucius secara mendadak seperti itu. Kecuali...."
"Kecuali?" Entah kenapa Viori merasakan firasat buruk saat Rena mengatakan hal itu.
"Kecuali jika Duke Lucius sendiri yang mengundang Pangeran Mikhail untuk datang kesini. Maka permohonan tidak perlu diajukan ke Emperor Androry."
"... jangan bilang Lucius mengirim undangan." Mata Viori membelalak, yang terlintas dipikirannya sekarang adalah apa saja yang telah dilakukan Lucius saat dirinya tidak sadar dan bagaimana cara mencegah Lucius mengacaukan plot cerita ini lebih lanjut.
"Sepertinya begitu, Duchess."