Setelah perbincangan dengan Rena, Viori rasanya tidak bisa mengingat apa tepatnya yang ia lakukan. Ia menyantap makan malam di kamarnya sambil terdiam, dan bersiap untuk tidur sambil setengah sadar. Yang terlintas di benaknya hanyalah pertanyaan-pertanyaan, 'Kenapa Lucius mengundang Mikhail?', 'Apakah alasan yang digunakan untuk mengundang pangeran kerajaan tetangga untuk berkunjung?', 'Apa yang sebenarnya akan Lucius akan lakukan dengan Mikhail.' Tapi pikiran-pikiran itu akhirnya hilang pagi esoknya saat Rena mempersiapkan pakaiannya untuk hari itu.
Viori jadi teringat bahwa ia berjanji memberikan Sieghart hadiahnya hari ini, dan ia sebenarnya berencana pergi ke ibukota bersama. "Tolong siapkan pakaian yang sederhana dan tidak begitu mencolok untuk pergi ke ibukota, seperti yang biasa aku gunakan saat ke toko buku."
Pagi itu setelah menyelesaikan sarapan yang Viori tidak ingat apa, Sieghart mengetuk pintu kamarnya.
"Permisi Duchess, maaf mengganggu."
"Tentu tidak, aku yang memintamu kesini kan."
Mereka saling bertatap kikuk untuk beberapa saat, sepertinya Viori juga bingung bagaimana menjelaskan hadiah yang akan diberikannya pada Sieghart.
"Hari ini Duchess akan memberikan Sir Sieghart hadiah atas bantuannya dalam kesembuhan Duchess, bukan?" Rena mengisi kekosongan percakapan itu dan membuka topik.
"Ah, iya. Hari ini kita akan pergi ke ibukota. "
Sieghart terlihat seperti tidak kaget.
"Tentu saja, saya bisa menduga dari pakaian Duchess." Senyum Sieghart membuat Viori kehilangan fokus sejenak.
"Dan kau tidak aka bertindak sebagai ksatriaku hari ini, aku telah meminta Ivan menjagaku hari ini."
Beberapa dayang tiba-tiba muncul dan mengambil pedang dan mencopot sabuk pedang yang terikat di pinggang Sieghart.
"Hari ini kau juga tidak akan berpakaian seperti ksatria." Viori memberikan aba-aba dengan tangannya dan Rena membawa sebuah baki berisikan baju dan sepatu yang disusun berjajar. Pakaian itu bukanlah pakaian bangsawan melainkan pakaian rakyat biasa yang berada, seperti pedagang kelihatannya.
Sieghart tertegun dengan apa yang baru saja terjadi, seperti masih memproses apa yang harus ia lakukan, ia termenung dia sambil memandangi baki berisikan baju itu.
"Apakah kau berniat mengganti bajumu disini?" Viori menggoda Sieghart yang sepertinya masih kebingungan.
Mendengar perkataan Viori, Sieghart dengan cepat mengambil baki itu dari tangan Rena dan membawanya ke bilik ganti baju di pojok kamar Viori.
Walaupun sudah terbiasa melihat kegagahan Sieghart dengan baju zirah, melihat Sieghart dengan baju kasual seperti ini juga punya kharismanya sendiri. Viori mendapatkan dirinya mengamati Sieghart dengan seksama sampai Rena dengan pelan menepuk pundaknya untuk membawa kembali kesadarannya. Banyak juga dari dayang yang mengamati Sieghart dengan seksama, sampai-sampai pipi dan telinganya memerah karena malu.
"Apakah yang akan kita lakukan, Duchess?" Sieghart terlihat berusaha mengalihkan perhatian semua orang dengan membuka pembicaraan.
"Kita akan pergi ke ibukota." Viori terlihat bersemangat, entah kenapa wajah cerianya sedikit melegakan Sieghart yang masih khawatir akan kesehatannya.
"Ibukota?" Sieghart tidak bisa membayangkan apa yang akan diberikan kepadanya di ibukota.
Perjanalan ke ibukota tetaplah memakan waktu saking ramainya jalan kesana. Walaupun sudah menggunakan kereta kuda dengan lambang keluarga Lucius yang dikawal oleh beberapa ksatria didepan dan belakang, jalanan ke ibukota tetaplah jalanan umum yang tidak bisa benar-benar dikosongkan.
Sieghart yang duduk disebrang Viori didalam kereta kuda terlihat mati gaya, biasanya dia adalah ksatria yang mengawal kereta kuda, tidak pernah ada waktu dimana ia diharuskan duduk tenang didalam kereta kuda yang justru dikawal teman ksatrianya sendiri.
"Rileks... kau akan membuat punggung dan lehermu sakit jika terus-terusan seperti itu." Sieghart duduk dengan tegap didalam kereta kuda yang terus-terusan bergoyang, ia terlihat sangat kaku seperti batang pohon yang takut tumbang.
Sieghart hanya tersenyum kikuk sebagai respon dari perkataan Viori.
"Apa yang akan anda berikan pada saya di ibukota, Duchess?"
"Rahasia." Viori menaruh jari telunjuknya didepan bibir. Sebenarnya Viori masih belum memikirkan apa yang akan ia berikan pada Sieghart, ia pikir ia akan mendapat ide saat nanti sampai di ibukota.
Setelah sampai dan berjalan-jalan tanpa arah di ibukota, akhirnya mereka sampai di daerah perdagangan yang dipenuhi jajaran meja-meja kecil pedagang.
Kain, manik-manik, perhiasan murah, riasan wajah. Jajaran yang pertama-tama mereka lewati dipenuhi barang-barang cantik yang cukup detail untuk ukuran barang rakyat biasa.
Viori sebenarnya ingin menawarkan untuk membelikan apapun yang dibutuhkan Sieghart, tapi mengingat bahwa ia aslinya adalah pangeran dari kerajaan yang runtuh, rasanya satu-satunya hal yang dibutuhkannya adalah balas dendam. Maka dari itu Viori berinisiatif memberikannya hadiah sentimental yang berkesan.
Diatas meja-meja penuh barang, Viori melihat sebuah amulet yang biasa digantung di gagang pedang untuk para ksatria yang akan pergi perang. Amulet itu berbentuk seperti angka 8 berisikan dua batu mulia kuning terang di kedua lubangnya, rangka dibentuk dengan tembaga yang dipoles menjadi warna rose gold
dan digantung dengan rantai pendek ke sebuah kail yang nantinya digantungkan di gagang pedang.
Sieghart sedang berada di meja sebelah melihat-lihat ornamen saat Viori membeli amulet itu. Di saat yang sama Sieghart melihat sebuah pedang kecil yang biasa digunakan sebagai ornamen upacara adat seperti pemberian gelar ksatria ataupun pahlawan negara. Pedang itu bergagang hitam dengan batu mulia warna merah ditanam diantara gagang dan mata pedangnya. Sabuk pedangnya berwarna hitam berhiaskan lilitan tali emas yang dikepang.
Sieghart ingin memberikan itu untuk Viori, karena warna bat mulianya mengingatkannya akan warna mata Viori, tapi ia merasa tidak memiliki alasan yang cukup untuk tiba-tiba memberikan hadiah.
"Maaf, tapi bolehkan saya bertanya hari ini tanggal berapa?" Bukannya menanyakan harga, Sieghart tiba-tiba menanyakan tanggal kepada si penjual.
'Kalau aku tidak salah ingat, seharusnya sebentar lagi adalah...."
"Hari ini tanggal 20 Maias tahun 155." Jawab si penjual itu sedikit tergagap.
"Kalau begitu saya ambil pedang kecil yang ini." Sieghart bahkan tidak menawar harga pedang itu dan memberikan sebuah koin emas, ia juga menolak menerima kembaliannya dan segera kembali mendekati Viori yang perlahan menjauh karena melihat-lihat deretan barang.
Viori juga dengan segera membeli amulet itu tanpa menawar. Ia meminta amulet itu dibungku rapih dan berencana memberikannya sebelum mereka kembali ke Istana Altair.
Mereka menghabiskan siang itu dengan berkeliling pusat kota, membeli cemilan, menonton penyanyi jalanan dan melempar koin di air mancur di alun-alun kota. Tanpa terasa sore telah tiba dan Rena yang sedari tadi menunggu di kafe dekat pintu masuk ibukota sudah menghampiri mereka.
'Bukankah ini terasa seperti... kencan!?' Viori tiba-tiba merasa perjalanan kali ini seperti kencan yang tidak disengaja.
'Akankah Duke marah kalau ia tahu aku berkencan dengan Duchess. Padahal dia saja tidak pernah sempat melakukannya.' Sieghart juga berpikiran sama.
"Hadiah! Aku ingin memberikan ini padamu." Viori mengeluarkan kotak amulet itu dari kantong gaunnya.
"Aku tahu ini hanya amulet sederhana, tapi hadiahku yang sebenarnya bukan hanya amulet ini."
Sieghart melepas pitanya dan membuka kotak itu. Ia mengeluarkannya dan mengangkatnya sehingga cahaya matahari sore menyinari amulet itu.
"Maksud Duchess?"
"Amulet itu punya dua buah batu mulia, aku akan mengabulkan keinginanmu apapun itu saat kau memberikan batu mulia itu kepadaku."
"Jadi saya punya dua kesempatan untuk meminta apapun pada Duchess?" Sieghart memang cepat tanggap.
"Benar, kau bisa meminta apapun. Meskipun permintaan mu sulit, asalkan aku masih hidup untuk memenuhinya, aku akan melakukannya."
Wajah Sieghart dipenuhi pikiran yang tidak bisa ditebak, sepertinya ia juga kaget dengan hadiah Viori.
"Walaupun permintaan saya mungkin membuat Duchess kehilangan segalanya, apakah anda akan tetap memenuhinya?"
"Kan sudah kubilang, asalkan aku masih hidup untuk memenuhinya, apapun akan kulakukan."
Sore itu matahari berwarna jingga terang, menyinari wajah Sieghart yang untuk pertama kalinya tersenyum tulus dengan lepas.