Chereads / The Eye "Between Light and Dark" / Chapter 10 - Chapter 9 : Mystery Caller

Chapter 10 - Chapter 9 : Mystery Caller

(3 Jam Sebelum Konferensi Pers)

"Tok-tok..." Suara Ketukan Pintu.

"Kim Myung-Soo. In-Soo Memanggilmu Diruang Berkumpul. Cepatlah." Suara Teriakan Woo-Seok Memanggilku Dari Balik Pintu Kamarku.

"Iya. Aku Segera Kesana." Kataku Sembari Mengenakan Sebuah Kaos.

"Kring-kring...!!" Handphoneku Berbunyi.

Kuambil Handphoneku Yang Terletak Diatas Meja Kerjaku. Sebuah Panggilan Dari Seseorang Yang Tak Dikenal. Karena Rasa Penasaranku, Akupun Menjawab Penelepon Itu.

"Hallo." Jawabku.

"Suprise! Itu Hadiah Dariku Untukmu Karena Kau Telah Menyelesaikan Wajib Militermu. Bagaimana? Kau Puas Dengan Hadiah Itu? Hahaha..." Kata Sipenelepon Itu.

"Siapa Kau?" - Aku.

"Tak Perlu Kau Tahu Siapa Aku. Periksa Handphonemu. Aku Telah Mengirimkan Hadiah Yang Lebih Menarik. Kali Ini Hadiah Selamat Untuk Comebackmu." Katanya dan Langsung Menutup Teleponnya.

Akupun Memeriksa Handphoneku. Kulihat Sebuah Pesan Berupa Video. Kuambil Sebuah Earphone Yang Ada Diatas Tempat Tidur, Lalu Kucolokkan Ke Handphoneku. Betapa Kagetnya Aku Ketika Melihat Video Itu.

"Ah.. Ahhh.. Ahh..." Suara Desahanku Ketika Sedang Dicumbu Oleh Lee Ho-Won Yang Terdengar Dari Earphone Yang Kupakai Ditelingaku.

Tiba-tiba Penelepon Misterius Itupun Menelponku Lagi.

"Bagaimana Hadiah Kali Ini? Menarik Bukan? Pasti Publik Akan Heboh Dengan Munculnya Video Ini Dipermukaan. Hahaha..." - Penelpon.

"Siapa Kau? Apa Maumu? Darimana Kau Dapatkan Video Itu? Hah?!" Bentakku.

"Kemarin Penyihir Licikmu Yang Bodoh Itu Pasti Telah Memperingatkanmu Untuk Mengakhiri Hubunganmu Dengan Ho-Won. Jadi, Kuberi Kau Waktu Hingga Konsermu Berakhir. Akhiri Hubunganmu Bersama Lee Ho-Won. Jika Tidak, Publik Akan Bebas Menonton Video Tersebut." - Penelepon.

"Hei Yang Benar Saja. Siapa Kau Beraninya Mengancamku Seperti Ini? Hei...." Kataku dan Penelepon Misterius Itupun Langsung Mematikan Teleponnya.

"Hei Myung-Soo... Kau Baik-baik Saja? Kau Kenapa? Dengan Siapa Kau Berbicara? Suaramu Terdengar Hingga Keluar." Kata In-Soo Yang Berlarian Masuk Kekamarku Dan Mendekatiku Lalu Membasuh Keringat Yang Mengalir Diwajahku Sembari Melepas Earphone Yang Ada Ditelingaku. Dan Disusul Oleh Member EB Lainnya.

"A..aku Tak Apa. Aku Tak Apa-apa. A.. Aku Hanya Mimpi Buruk." Kataku Sembari Menatap Sahabat-sahabatku.

"Mimpi Buruk? Kau Ketiduran Lagi?" Tanya Jin-Young Yang Berdiri Didepan Pintu.

"I..i....iyaa. Aku Sempat Ketiduran." Jawabku.

"Sebentar, Aku Ke Toiled Dulu." Kata Woo-Seok Yang Terlihat Mual dan Langsung Meninggalkan Kami.

Jun-Ho Pun Mendekatiku dan Memelukku.

"Insoo.." Panggilku.

"Ya?" Jawabnya.

"Kata Woo-Seok Kau Memanggilku. Kenapa?" Tanyaku.

In-Soo Pun Mengatakan Alasan Kenapa Dia Memanggilku. Namun, Aku Tak Dapat Menanggapinya. Pikiranku Melayang, Tubuhku Gemetar Takut dan Gelisa. Yang Kudengar Darinya Hanyalah Beberapa Hal Yang Harus Dilakukan Saat Konferensi Pers Nanti.

Ketika Dimobil Van, Tatapanku Terus Mengarah Ke Wo-Hyun. Begitu Pula Saat Wo-Hyun Memasuki Ruang Makeup Dengan Wajah Yang Memar. Entah Apa Yang Dia Rencanakan dan Sembunyikan Dariku. Walaupun Pada Saat Itu Kupikir Dia Mendapatkan Masalah Saat Berbicara Dengan Beberapa Wartawan.

Ketika Aku Sedang Bicara Bersama Ho-Won Lewat Pesan Teks, Aku Berencana Agar Tak Memberitahunya. Aku Tak Ingin Membuatnya Khawatir Dengan Ancaman Yang Penelepon Lontarkan Untukku. Dan Untungnya, Ho-Won Sepertinya Tak Mengetahui Perihal Video Ancaman Itu. Karena, Cara Ho-Won Mengirimkan Pesan Teks Sepertinya Baik-baik Saja.

Akhirnya Akupun Sadar, Seseorang Sedang Menguntitku. Aku Harus Mencari Tahu, Siapa Penelepon Itu Sebenarnya. Dilihat Dari Caranya Mengancamku, Pasti Penelepon Misterius Itu Berada Disekitarku. Bagaimana Mungkin Dia Bisa Masuk Kedalam Apartemenku Dan Mendapatkan Video Itu? Mana Mungkin Ho-Won Yang Melakukannya. Selama Ini Ho-Won Selalu Menjagaku Semampunya Dia. Walaupun Aku Sibuk Dengan Aktifitasku. Namun, Terkadang Ho-Won Sering Lupa Mengunci Pintu Apartemen. Penelepon Itu Menggunakan Kesempatan Ketika Ho-Won Lengah. Pasti Penelepon Misterius Itu Ada Diantara Para Wartawan.

Akupun Menunggu Salah Satu Dari Wartawan Untuk Menanyakan Soal Video dan Foto Yang Beredar. Hingga Akhirnya Seorang Wartawan Menanyakan Perihal Video dan Foto Yang Beredar. Tapi, Aku Tak Menemukan Petunjuk Apapun. Cara Bicara Para Wartawan dan Penelepon Itu Semuanya Berbeda.

Aku Harus Memancingnya Keluar, Selain Aku Akan Merasa Tenang Dengan Kejujuranku Kepublik Bahwa Aku Seorang Gay, Keputusan Yang Kuambil Ini Pasti Akan Memancingnya Untuk Menunjukkan Wajahnya.

"Ya. Pria Itu Kekasihku.." Kataku.

"Aku Akan Memutuskan Kontrakku. Walaupun Aku Akan Ganti Rugi Ke Pihak Manajemen dan Sponsor-sponsor EB." Tambahku.

Akupun Melangkahkan Kakiku Meninggalkan Ruangan Yang Sesak Itu Menuju Kesebuah Mini Market Yang Tak Jauh Dari Tempat Diadakannya Konferensi Pers Untuk Membeli Beberapa Botol Soju.

Kunaiki Sebuah Taksi dan Bergegas Pergi Ke Makam Orang Tuaku.

Berjam-jam Aku Hanya Bisa Duduk Menangis Sembari Meneguk Soju Didepan Makam Orang Tuaku.

"Ayah... Ibu... Apa Yang Harus Aku Lakukan?" Kataku Sembari Menatap Foto Kedua Orang Tuaku Yang Dipajang Di Nisan.

"Apa Yang Harus Kuperbuat? Bagaimana Aku Menghadapi Hal Ini?" Kataku Lagi.

Udara Disekitarku Mulai Terasa Dingin. Hari Telah Gelap. Dalam Keadaan Mabuk, Dengan Lembut Kubuka Kedua Mataku Yang Tanpa Sadar Tertutup. Terlihat Seorang Pria Dihadapanku Yang Membaringkan Kepalaku Dipundaknya.

"Kau Sudah Bagun?" Tanya Pria Itu Yang Ternyata Adalah Kakakku Kim Sung-Kyu.

"Kakak?" Kataku Yang Terkejut Menatapnya.

"Kau Bisa Berdiri? Aku Antar Kau Kembali Ke Asrama. Atau Kau Ingin Kembali Kerumah?" Tanya Kakakku.

Akupun Hanya Diam Dan Kembali Menutup Kakakku.

"Mau Ku Antar Ke Apartemen mu?" Tanya Kakakku Lagi.

"Tidak. Aku Ingin Disini. Aku Ingin Bersama Ayah dan Ibu. Disini Terasa Tenang Bagiku. Kakak Pulanglah." Jawabku.

"Hei. Aku Ini Kakakmu. Tak Mungkin Aku Meninggalkanmu Disini Sendirian Dalam Keadaan Seperti Ini. Kau Tahu Sendiri, Aku Sangat Menyayangimu. Sekarang Aku Adalah Ayah dan Ibu Untukmu." Kata Kakakku.

"Terima Kasih... Kakak..." - Aku.

"Terima Kasih? Untuk Apa?" - Kakakku.

"Untuk Semuanya." - Aku.

"Setiap Manusia Yang Terlahir Didunia Ini Pasti Telah Mendapatkan Takdirnya Masing-masing. Roh Dalam Tubuh Kita Pasti Telah Siap Untuk Menghadapi Semua Yang Telah Ditakdirkan Untuk Kita. Karena, Jika Roh Kita Tak Siap Untuk Menghadapi Segala Sesuatu Didunia Ini, Kita Tak Akan Dilahirkan. Seperti Yang Baru Saja Kau Alami. Kau Pasti Telah Siap Untuk Menghadapi Segala Kemungkinan Yang Akan Terjadi Dimasa Depan. Maka Dari Itu Kau Mengambil Keputusan Seperti Ini." - Kakakku.

"Kakak..." - Aku.

"Hei Myung-Soo... Kau Adalah Adikku. Aku Lebih Mengenalmu Daripada Siapapun. Kau Pasti Bisa Melewati Semua Ini. Aku Yakin, Kau Pasti Bisa." - Kakakku.

Kakakku pun Memelukku Dengan Erat. Hangat Dari Pelukkan Kakakku Membuatku Merasa Nyaman dan Terlindungi.

"Kakak?" Panggilku Yang Masih Berada Dipelukkan Kakakku.

"Umm?" Sahut Kakakku.

"Apakah Aku Sebaiknya Menyusul Ayah Dan Ibu? Aku Merindukan Mereka Berdua" Kataku Yang Menangis Dipelukkannya.

"Hei. Apa Maksudmu?! Kau Ingin Meninggalkanku Sendirian Didunia Ini?" Bentak Kakakku Yang Langsung Melepas Pelukkannya.

"Aku Tak Sanggup Lagi. Aku Ingin Mati Saja. Aku Benar-benar Tak Sanggup. Aku Ingin Bertemu Ayah Dan Ib..." - Aku.

"Sudahlah. Kau Dalam Keadaan Mabuk. Ini Sudah Larut Malam. Malam Ini Kau Kembali Kerumah Bersamaku." - Kakakku.

"Tidak. Aku Ingin Kembali Ke Aparte..." Kataku Lalu Tiba-tiba Tak Sadarkan Diri.

To Be Continue...