Renata saat ini berada di toko butik nya, menyelesaikan dekoran untuk acara peresmiannya besok. Tinggal sedikit lagi menuju selesai, Renata bersama teman-temannya tampak serius.... mendekor, mereka tak mempekerjakan orang lain untuk mendekor, mereka melakukannya sendiri. Hari sudah siang dan mereka telah menyelesaikan semua, Renata merasakan getaran di saku celananya dan mengambil ponsel yang bergetar.
"Ya halo ma?"
............
"Oh iya Renata ingat kok."
............
"Iya Renata sama teman-teman otw ke bandara."
............
"See you mama, love you muach!"
Renata menutup sambungan telepon dan menyimpan kembali ke dalam saku. Dia menghampiri teman-temannya dan meminta tolong untuk menemaninya menjemput kedua orang tuanya di bandara. Dengan senang hati mereka menemani, karena orang tua Renata sangat lah humble, dan mereka sudah kenal lama dengan orang tua masing-masing. Pergilah mereka ke bandara dengan menggunakan mobil Revina.
Saat sampai di bandara, mereka belum melihat tanda-tanda kedatangan orang tua mereka. Renita mendapat telepon dari tunangannya, dirinya langsung menjauh dari teman-temannya. Mereka semua melihat dari jauh papa dan mama nya Renata, mereka berlari mendekat. Renata langsung memeluk mamanya erat sambil menangis.
"OMG MA! Renata kangen mama banget!!!" Dirinya memeluk sang mama dengan manjanya, orang tua dan teman-temannya tertawa geli menatap tingkah Renata seperti anak kecil merengek. Sedangkan dirinya langsung mencium pipi ayahnya dengan cepat kemudian mengulurkan telapak tangannya di depan ayahnya sambil terseyum menampilkan giginya. Ayahnya paham namun tak langsung memberikan yang di mau Renata, dirinya langsung membuat gerakan seolah-olah lupa dan tak mengerti. Renata langsung menatap datar kemudian beberapa detik merubah wajahnya menjadi cemberut. Mereka semua tertawa, ayahnya langsung memeluk dirinya dan mengambil seseuatu yang diinginkan oleh Renata kesayangannya tentu. Renata tentu menatap dengan berbinar, barang yang diincar nya itu memang tak cukup unik. Hanya sebuah buku incarannya dari dulu, sebenarnya bisa beli dari online tapi dia tidak mau karena banyak yang tak ori. Dan sekarang ayahnya membawakannya, kemudian dia memeluk sambil mencium pipi ayahnya berulang-ulang.
"Oh ya kalian hanya bertiga? bukankah seharusnya empat orang?" Mama Renata menyadari Renita yang tak ada, Renata langsung menjawab dengan nada tengilnya.
"Hadehh ma, biasa calonnya nelpon haha! Revina menoyor kening Renata saat mendengar itu. Revin sendiri langsung menimpali perkataan Renata dengan mengatakan bahwa dirinya sirik. Dan terjadi lah perdebatan seperti biasa antara keduanya.
"Permisi om, tante..."
Suara seseorang menghentikan perdebatan antara Revin dan Renata dan orang tua beserta Revina mengalihkan pandangannya. Berbeda-beda reaksi yang ditunjukan oleh mereka. Orang tua Renata tersenyum lebar, Revin dan Renita kaget sekaget-kagetnya, sedangkan Renata sendiri syok dan menatap benci sosok yang tak ingin dia temui. Suara tersebut ternyata Axel Jovian, mantan Renata sekaligus anak dari sahabat orang tuanya. Axel menyalim kedua orang tuanya dan menyapa teman-temannya.
"Hai duo Rev, dan hai Renata..." Berdecih! Renata berdecih dan membuang muka. Berbeda dengan Revina yang menatap kagum dengan mulut yang menganga lebar, tentu Revin yang melihatnya langsung menutup mulut Revina.
Mood ku langsung berubah menjadi buruk saat menatap Axel yang sok manis tersenyum padaku, langsung saja aku mengatakan ingin cepat-cepat pulang, namun mamaku kelewat pintar malah menarik pinggang ku dan menahan. Arghhhh mama malah tersenyum dan memperkenalkan ku pula dengan si brengsek ini. Aku menatapnya malas dan mendadak memelototkan mataku saat mendengar bahwa dirinya mengatakan aku dan dia pernah pacaran waktu SMA dulu.
"Cuih gk sudi, ya mungkin kita pernah berpacaran namun sebelum kebrengsekan anda menyerang!" Telingaku terasa perih saat mamaku menjewer telingaku. Mood ku semakin hancur saat melihat mamaku terlihat sangat polos meminta maaf kepada si bajingan ini karena kata-kata ku tadi. Axel diundang untuk bergabung bersama kami, lantas aku semakin emosi dan melepaskan rangkulan ibuku dan berjalan ke belakang teman-temanku.
"Kalau kalian mengundang nya aku tak akan ikut bersama kalian! Terserah apa yang mau kalian katakan aku tak peduli!!!" Setelah mengatakan itu dirinya berjalan menjauh. Revina dan Revin ijin pamit mengejar Renata dan diangguki papa Renata. Papa Renata menatap Axel dengan tatapan serius, Axel yang merasa ditatap langsung gugup dan menggaruk belakang telinganya yang sama sekali tak gatal. Papa Renata langsung bertanya apa sebenarnya yang terjadi antara Renata dengan dirinya sehingga Renata menjadi sangat membencinya. Axel sendiri tak tahu harus menjawab apa, dirinya menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal sama sekali.
Sial malah bertanya hal itu lagi! Axel membatin. Dirinya langsung tersenyum dan mengatakan bahwa dirinya dan Renata ada sedikit kesalahpahaman yang belum dia jelaskan sehingga membuat Renata marah. Bisa ku lihat papa Renata menatapku seperti tak mempercayai, tapi untung saja mamanya Renata menolongku dengan menyudahi pembicaraan ini. Mamanya meminta maaf karena tak dapat mengundangku hari ini, ya sebenarnya aku tak mengapa. Aku juga tak terlalu suka dengan si jelek Renata, kalau bukan karena ayah yang memaksa ku untuk mendekati nya mungkin saja aku tak akan mau bertemu dengan wanita ini. Ya ayahku meminta aku bisa nikah dengan seorang alih waris keluarga Gerrald dan akan mendapatkan saham perusahaan terbesar incaran keluarganya. Psttttt ini rahasia keluargaku dan pembaca semua, jangan beritahu siapa-siapa ya! Aku menggeleng kepala dan mengatakan tidak apa-apa, mungkin lain kali bisa. Aku mendengarkan mereka yang berpamitan pergi menyusul ke Renata.
Renata saat ini duduk dimobil sambil merobek-robek banyak tisu. Dirinya kesal dengan orang tuanya yang mengenalkannya dengan Axel, orang yang paling dihindari nya saat ini. Namun kegiatan konyol nya berhenti saat Revin mengatakan Renita mendadak pulang deluan namun tak mengatakan alasannya. Renata heran tumben sekali, tapi saat dirinya ingin mengambil tisu kembali, Revin dan Revina heboh memanggil dirinya untuk melihat orang tuanya yang datang mendekati mobil mereka. Dirinya langsung keluar dari mobil dan pergi menaiki taxi yang sedang mangkal di sekitaran.
Saat ini Kenzo sedang menelpon dengan seseorang yang merupakan orang suruhannya. Dia tersenyum saat mendengar bahwa orang-orangnya telah mendapatkan sedikit petunjuk. Ya tak apa sedikit asalkan perjuangan nya selama bertahun-tahun tak sia-sia. Dia mengajak ketemuan di sebuah jalanan yang banyak tak orang ketahui. Dia menutup sambungan teleponnya dan segera menatap foto yang tertempel di didinnya. Dia mulai tertawa pelan dan lama kelamaan menjadi tawa dengan suara yang keras.
"AKU AKAN MENEMUKAN KALIAN SEGERA!!!"
Kenzo melangkah kan kaki dan keluar dari ruangan itu sambil menutup pintu dengan kencang. Dirinya langsung masuk kedalam mobil dan mengendarakan mobil dengan kecepatan tinggi. Tak memikirkan pengguna lain yang mengklaksonkan kendaraan mereka, dirinya hanya ingin cepat menemui orang suruhannya dan mendengar info tersebut. Sebenarnya bisa saja dirinya melihat dari pesan, namun Kenzo bukan tripe seperti itu, dirinya lebih suka mendengar fakta secara langsung dari mulut orang tersebut daripada membaca dari ponsel. Sampailah dirinya di sebuah jalanan sempit dan tampak sepi. Jalanan ini mendekati jurang membuat para pengguna kendaraan tak melintasi jalan ini.
Aku turun dari mobil menghampiri orang suruhanku, lebih tepatnya tangan kananku yaitu Dave. Dave sudah bekerjasama denganku saat aku masih berusia sekitar dua puluh dua dan Dave berusia dua puluh enam. Dan sampai saat ini mereka masih bersama, ya sama-sama menghormati walaupun terkadang mengeluarkan sikap sok berkuasa nya namun Dave paham dan tak mempermasalahkan semua itu.
"Apa yang kau temukan segera katakan!" Aku mengatakan itu karena aku sudah tak sabar ingin mendengarnya. Karena ini baru pertama kali aku mendengar hal baik seperti ini. Aku melihat dirinya yang sedang mengeluarkan sesuatu di saku celannya dan ternyata secarik kertas yang tak isinya. Dia memberikannya kepadaku dan ternyata itu bukanlah kertas biasa melainkan sebuah foto wanita yang tampak tak asing baginya namun dirinya tak mengetahui ataupun mengingat siapa wanita itu. Kenzo menatap foto itu kemudian beralih ke arah Dave yang menatapnya dengan tatapan datar sambil mengangguk. Aku mendengar suara Dave yang mengatakan bahwa wanita itu adalah salah satu anggota keluarga si pembunuh. Dia memfoto dari ponselnya kemudian meremas kertas foto yang ia pegang namun menimpannya di balik jas. Dirinya mengucapkan terimakasih kepada Dave dan meminta tolong agar segera memberitahu info-info yang didapatnya, dan Dave menganggukan kepalanya. Kenzo segera pergi ke sebuah tempat yang akan menjadi pelampiasan rasa senang dan marah yang bercampur aduk.
Sampailah dirinya di club kemudian melangkahkan kakinya ke dalam. Penjaga club dengan cepat menemuinya dan bertanya wanita apa yang sedang dirinya cari. Kenzo mengbaikan pertanyaan itu, dirinya malah meminta sebotol wine untuk diteguk. Penjaga tersebut langsung mengangguk dan pergi mengambil pesanan Kenzo. Dirinya membuka ponsel dan melihat foto tadi dan menatap lama kemudian dengan segera dia mematikan ponsel itu karena beberapa orang datang mengantarkan beberapa botol kepadanya dan mulai meneguknya sampai kesadarannya mulai menghilang. Dia bangkit dari duduknya menghampiri penjaga tugas dan segera membawanya ke kamar pribadinya.
Kepalaku pusing dan sangat berat. Aku tidur di ranjang yang kosong menutup mataku sambil merilekskan badanku yang terasa panas. Beberapa saat aku menutup mataku, mendengar suara pintu yang terbuka mencoba membuka mata dan melihat siapa yang datang. Samar-samar seperti seorang wanita berjalan mendekatinya. Tak bisa terlihat jelas wajah wanita tersebut namun sepertinya wanita ini ahli dalam memuaskan. Kenzo mencoba menolak, kerena dirinya tak menyukai wanita-wanita seperti ini. Apa boleh buat, tubuhnya lemas dan menerima sentuhan wanita itu seperti wanita jalang pada umumnya. Dirinya tak kuat, mulai lah dia membalas wanita itu dan membalikan tubuhnya menjadi diatas sedangkan wanita tersebut dibawah. Nafsu nya mendadak hilang saat melihat wanita didepannya adalah wanita sialan yang mengejar-ngejar dirinya saat masa sekolah, wanita murahan yang bersedia memberikan tubuhnya secara cuma-cuma kepada banyak laki-laki.
Aku mendecih dan segera menjauh dari tubuh sialan ini. Aku bisa lihat dirinya kaget saat ku menjauh dari tubuhnya, wanita murahan yang mendesah dan berani-beraninya dia bisa lolos atau masuk ke dalam ruang pribadiku.Aku tak menyukai jalang yang sudah dipakai laki-laki! Aku tak suka bekasan. Kuturun dari ranjang dengan kesadaran yang mulai kembali dan pergi meninggalkan wanita itu yang berteriak memanggilku. Ku ambil lakban di lemari penyimpananku dan membawanya kembali ke ruangan yang berisi wanita tadi. Dia tersenyum padaku, kemudian mendekatiku sambil menyentuhku secara sensual. Cuihh dikiranya aku akan terangsang? Oh tentu tidak. Namun aku tersenyum miring kemudian merebahkan tubuhnya ke ranjang.
"Kau ingin bermain denganku malam ini?" Ku lihat dia melengguh akibat belaian ku dia are lehernya dan dirinya menganggukan kepalanya. Aku tersenyum kemudian mendekatkan wajahku ke dekat telinganya.
"Bersiaplah honey!"
Aku mengambil lakban, menutup mulutnya dan menjambak rambutnya dengan kuat. Kudengar diri nya menggerang kesakitan namun tertahan dengan lakban yang menempel di mulutnya. Aku tertawa jahat dihadapannya sambil menatapnya dengan tatapan rendah,
"Kau! Kau wanita murah yang berani menyentuhku, sedangkan kau sudah di sentuh banyak pria-pria brengsek di luar sana! BITCH!" Aku menampar sebelah pipinya kemudian mencekik lehernya sampai wajahnya terlihat merah sekali. Aku tak sejahat itu sampai membunuh orang rendahan seperti dia. Aku melepaskan cekikan ku kemudian berjalan ke luar menghampiri penjaga-penjaga club yang terdiri beberapa orang. Aku menyuruh mereka untuk mengurus wanita sialan itu. Terserah mau kalian apakan asalkan jangan membunuhnya saja. Kulihat tatapan mereka bahagia saat ku memberikan wanita itu, baguslah setidaknya aku memenuhi permintaan wanita jalang itu untuk bermain-main.
Hari ini Renata sedang merias dirinya dengan seorang perias pribadinya. Hari ini tampil cantik dengan dress putih panjangnya yang berkilau, kemudian wajahnya yang telah di make up membuat dirinya tampil lebih memukau. Rambut yang sedikit di tata dan ditambah sedikit perhiasan agar tampil lebih sempurna. Renata tersenyum melihat dirinya tampak berbeda seperti biasanya, ya walaupun biasanya dirinya tetap cantik, pede dulu gapapa ya kan.
Renata berterimakasih pada periasnya yang setia meriasnya dari jaman dirinya kucel dulu hingga sekarang ya lebih lumayan. Dering telepon membuatnya berhenti berkaca. Dia mengangkat telepon tersebut yang ternyata dari mama nya. Wajahnya berubah menjadi murung saat mendengar pernyataan ibunya yang mengatakan hari ini tak dapat hadir bersama ayahanya sebab mereka sedang ada tugas penting, dan tadi malam mereka harus berangkat ke luar kota. Renata tak bisa melarang karena dia paham akan orang tua nya yang sangat giat mendapatkan proyek-proyek. Dengan berat hati dirinya mengatakan tidak apa-apa. Sambungan telepon terputus, dirinya menghapus sedikit air matanya yang menetes.
Revina, Renita dan Revin terpana dengan pesona Renata hari ini, menurut nya mereka ini terlalu beraksi lebay. Ya walaupun dia juga merasa cantik namun dia juga merasa mereka bertiga juga berbeda dari biasanya. Revin menggelengkan kepalanya, dia heran dengan tingkah Revin yang aneh kemudian bertanya ada apa.
"Ini sepertinya bukan Renata kita deh, gak mungkin dia jadi cantik. Biasanya kan kucel sampai malu nganggep dia teman hahaha." Aku menjambak rambutnya yang sudah ditatanya dan menjadi acak kembali. Aku tertawa melihat Revin yang mengaduh kesakitan. Saat aku tertawa Revina menanyakan ku sesuatu tentang cowok yang aku ceritakan waktu itu saat di toko butik ku. Aku mendadak tersenyum malu saat mengingat Kenzo. Ntah apa yang ku pikirkan, sepertinya aku menyukainya, only suka bukan cinta. Aku mengatakan kepada mereka bahwa aku ingin mendapatkan hati pria itu. Reaksi mereka biasa saja. WHAT?! Kenapa biasa saja? Aku bertanya kenapa mereka santai saja saat mendengar pernyataan ku.
"Ya kami tau kau hanya bermain-main saja seperti kau di luar negeri Sudahlah memang kau susah mendapatkan jodoh."
Cihhh apa-apan itu. Ya memang saat di luar negeri aku senang bermain-main dengan pria, ya hanya sebatas ciuman tak lebih. Namun aku ingin berubah, cukup satu pria yang dapat memahami ku dan menemani ku sampai tua nanti, oh ya jangan lupa pria itu juga harus mencintaiku dengan tulus. Arghhh bapernya aku dengan pemikiranku. Aku hanya merengut sebal kemudian mengajak mereka untuk berjalan ke ruangan yang sudah diisi banyak sekali orang mulai dari rekan kerja ayahku, mamaku beserta teman-teman lamaku yang tak kuingat beberapa, maafkan lah diriku yang pelupa. Kepala ku menoleh ke seluruh ruangan mencari seseorang, namun tak dapat ku melihatnya. Hufttt mungkin tak datang pikirku.
"Mencariku nona?"