Renata saat ini telah berbaring di kasur kamarnya. Kejadian di restoran tadi masih terbayang-bayang di pikirannya. Sungguh dia tak bisa menghapus kejadian manis tadi. Alay dan lebay namun ini lah kenyataannya. Wanita mana sih yang tak baper jika di panggil sayang di depan wanita lain terus di rengkuh pinggang kita. Tak mau berlarut dalam pikirannya, Renata segera duduk di meja kerja nya. Menatap gambar yang telah di buat. Masih belum selesai dan jauh dari kata sempurna. Otaknya tak mendapat ide apapun belakangan ini.
Aku berjalan ke ruangan yang berisi buku-buku. Ku lihat satu persatu rak yang berisi buku, membacanya dan melihat buku mana saja yang bisa dijadikan inspirasi oleh ku. Melihat buku satu persatu dan mencoba mendesain. Deadline dari perlombaan ini sisa satu minggu tiga hari lagi, dan dirinya belum ada yang di buat. Ditengah keseriusan mengerjakan, deringan ponsel membuat nya harus berhenti sejenak. Mengambil ponsel tersebut kemudian melihat nama pemanggil, ternyata ketiga temannya.
"Ya halo, mau ngapain sih nelpon malam-malam?" Aku mengatakan dengan kesal, bagaimana tak kesal mereka menelpon di jam yang seharusnya orang tidur. Ku dengar cekikikan dari seberang, aku merengut mendengar itu.
"Re, jangan marah-marah atuh. Revin tuh yang nelpon!" Terdengar suara Renita menyalahkan Revin.
"Apaan, mana ada ya!! Besok ketemuan kuy, lagi kosong nih!" Suara Revin terdengar mengajak untuk ketemuan besok. Hadeh, kerjaan numpuk gini malah diajak ngumpul.
Awalnya aku menolak, namun semua kawan-kawan kampret ini merayuku dengan iming-iming udah jarang ketemu. Padahal baru beberapa hari ketemu malah bilang udah lama. Baiklah mungkin besok bisa pergi sambil membawa gambar ini, akan ku kerjakan saat ngumpul besok. Ku lihat jam di tangan ku sudah pukul setengah dua belas malam, aku menguap dan berjalan mendekat ke arah kasur ku. Merebahkan tubuh di kasur, sangat nikmat. Tulang-tulang ku serasa normal kembali. Memang benar kata orang-orang bahwa tempat ternyaman ya di kasur rumah sendiri. Tanpa sadar mataku mulai terpejam.
Matahari tampak bersinar terang, menandakan hari sudah pagi. Aku terbangun dari tidur dan membuka tirai kamar. Aku meregangkan seluruh otot-otot tubuhku. Menatap jam yang sudah menunjukan pukul tujuh pagi. Aku membuka pintu kamar berjalan keluar, melangkahkan kaki kearah dapur dan mulai melihat dapur sambil memikirkan makanan apa yang akan ku persiapkan pagi ini. Membuka kulkas dan melihat isi didalamnya. Mungkin roti panggang dengan isi daging akan cocok dimakan bersama susu yang akan di buatnya. Mulai mengambil roti kemudian memasukkannya ke dalam panggangan roti, mengambil sayur-sayuran dan mencucinya. Mengambil daging segar dari kulkas, memotong beberapa bagian, mencuci daging tersebut sampai benar-benar bersih. Memasak deging itu kedalam teflon, dan menaburkan sedikit beberapa bumbu lainnya, yang membuat daging terasa lebih wangi dan mengunggah selera. Mengambil roti dalam panggangan, menyajikan keatas piring. Menata antara sayur daging saus dan mayonnaise diatas roti, kemudian menutup dengan roti kembali.
Deringan ponsel mengganggu aktivitas memasaknya, segera mengambil ponsel dan terlihat nama Dave tangan kanannya yang menelpon. Apa yang membuat Dave menelponnya sepagi ini. Tangannya mengepal saat mendengar perkataan yang Dave sampaikan pada dia. Menutup ponsel dengan cepat, kemudian menatap makanan yang telah siap disajikan. Tadi dia berniat untuk mengajak Renata sarapan bersama, akan tetapi ada urusan yang sangat penting membuatnya terpaksa membatalkan sarapan bersama. Mengambil kotak makanan dan memasukkan makanan tersebut kedalam kantungan kemudian membawanya keluar.
Terdengar bel berbunyi, siapakah yang datang sepagi ini?! Aku mencuci tangan, kemudian berjalan kearah pintu. Melihat siapa tamu yang datang sepagi ini. Ku buka, ternyata Kenzo dengan senyum menawan seperti biasa.
"Ah kau ternyata, ada apa datang sepagi ini?" Aku bertanya, dan bisa ku lihat bahwa dirinya menyodorkan sebuah kantongan bewarna coklat. Aku menerimanya, dan melihat isi dari kantungan tersebut, yang ternyata berisi sebuah kotak makan. Aku kaget kemudian mengambil kotak makan itu, membuka isinya ternyata ada dua roti panggang isi. Kelihatannya sangat enak, dan terasa sangat wangi saat ku buka kotak makan tersebut.
"Kenzo! Sungguh aku sangat berterimakasih kau sudah memberiku sarapan enak ini," ucapku sambil tersenyum padanya.
"Tentu, maaf hanya roti isi biasa saja." Kenzo mengucapkan itu dengan senyum tak enak hati.
Aku menggelengkan kepala, menandakan tak apa. Dia pamit pergi karena ada urusan yang tak bisa ditinggalkan. Aku masuk ke dalam apartemen, duduk di bangku dekat meja makan. Membuka kotak makan tersebut kemudian memakan roti dengan tenang.
Saat ini Kenzo pergi ke club seperti biasa, namun dengan tujuan yang berbeda. Biasanya datang ke club untuk menggila bersama gadis-gadis lain, sekarang menyelesaikan masalah tentang bocornya data mereka kepada polisi. Itu sebabnya hari ini dia ingin membereskan masalah yang ada di club, bahaya kalua sampai keberadaanya ketahuan polisi. Sampai lah dirinya di club, berjalan ke dalam tampak semua orang diam tak ada kegiatan seperti biasa yang mereka lakukan. Kenzo menghampiri penjaga club dan meminta semua petugas datang ke ruangan pribadi miliknya.
"Apakah diantara kalian ada yang sudah mengetahui keberadaan orang yang membocorkan data perusahaan?"
Semua menggeleng, aku menggebrak meja dengan keras. Kuambil ponsel ku dan menelpon staf yang berjaga di beberapa cabang club lainnya yang ku punya.
"Halo, segera tutup club sementara, matikan semua data! Jangan sampai perangkat kita juga di ketahui!"
Sambungan telepon terputus. Menatap komputer yang ada di depan ku kembali, mencari pelaku atas terbocor nya data-data penting ini. Memanggil beberapa bodyguard, menyuruh untuk menutup club ini kemudian mencari cara agar polisi tak curiga atas tempat ini. Bisa dilihat para bodyguard mengangguk patuh. Aku menggeram marah atas kejadian ini.
"AKAN KU PASTIKAN SIAPAPUN YANG MEMBOCORKAN DATA-DATA INI AKAN KU BUAT MATI!" Kenzo berteriak dan membanting ponsel nya. Berjalan keluar melihat segerombolan orang datang mendekat ke club miliknya, dengan berlari cepat dia berhasil kabur agar tak terlihat. Bersembunyi di daerah itu ingin melihat siapa pelaku di balik ini semua.
"Dimana club yang menjadi buronan kami?" Salah satu polisi berucap kepada sang pria yang menutup wajahnya dengan masker hitam. Wajahnya tak kelihatan jelas, apalagi pria ini memakai topi dan pakaian serba hitam. Namun postur tubuh pria ini seperti tak asing tetapi dirinya juga tak mengingat apapun.
"Melalui data saya, terletak disini. Tak mungkin data yang saya lacak salah! Apa jangan-jangan para penjahat ini sudah mengetahui kita akan kemari?" Bisa terdengar pria itu mengatakan kepada polisi. Ternyata memang benar pria itulah dalang dibalik semua ini. Kenzo mengambil ponselnya dan memotret sang tersangka. Untung saja semua orang yang ada di dalam club sudah diungsikan untuk sementara.
Aku melihat para polisi dan pria yang menjadi dalang dibalik semua ini pergi meninggalkan tempat tadi. Diriku menelpon seseorang dan mengatakan bahwa harus mencari informasi pria di balik masker hitam ini. Meninggalkan club sementara waktu, mungkin akan libur selama tiga hari. Mungkin aku akan pergi ke kampung tempat dimana orang tua ku membesarkan ku, walaupun hanya beberapa tahun saja. Mengendarai mobil dengan sendiri ke sebuah kampung terpencil. Mungkin butuh waktu beberapa jam untuk sampai kesana.
Hari ini aku bersama teman-temanku berada di sebuah kafe yang sering kami datangi di jaman SMA dulu. Tapi sialnya saat ini semua temanku membawa pasangan, hanya aku saja yang tidak. Arghh lihat lah sekarang semua pada mengolokkku. Ya mungkin ini karma kali ya, karena pas jaman SMA dulu aku lah yang selalu punya pacar dan mereka tidak, kemudian aku mengolok-olok mereka juga. Bodoamat lah yang paling penting aku saat ini hanya ingin menyelesaikan desain yang telah ku bawa dari apartemen.
"Re, kau juga iku kontes ini? Wah sama dong berarti!!!" Aku bisa mendengar suara Eleora bersuara, namun aku mengabaikan nya saja. Bukan apa-apa ya, namun Eleora ini adalah pacarnya Revin yang selalu menuduhku ingin merebut Revin dari dirinya. Idih amit-amit aku punya pacar kayak Revin ini. Dikiranya cowok hanya Revin apa? Banyak kali diluar sana cowok yang lebih menarik. Eleora ini juga sifatnya gak mau kalah, ya aku baru kepikiran, mungkin dirinya jadi agak was-was saat mendengar Eleora menjadi saingannya. Eleora bisa melakukan apapun demi orang yang tak disukai menyingkir. Baiklah jangan berpikiran aneh-aneh dan tetap berpikiran positif.
"Sayang… lihat desain Renata jelek banget kan ya? Bagusan punyaku yang dirumah kan?" Bisa kulihat Revin menggaruk kepalanya saat diberi pertanyaan dari Eleora. Bisa-bisanya Revin ini punya cewek modelan gin. Hadehhh yang sabar ya Vin.
"Re, kalua menang traktir kita-kita ya. Soalnya kami pasti dukung kau untuk menang kok!!!" Revina mengatakan itu dengan suara yang dibesar-besarkan, sepertinya sengaja agar Eleora mendengar. Aku tertawa kecil, karena merasa lucu. Kemudian mengganggukkan kepala ku dan mengacungkan jempol. Beberapa saat aku ingin ke kamar mandi, aku ijin kepada teman-teman ku untuk buang air kecil. Saat dikamar mandi aku melihat Eleora yang ikut masuk. Hadehhh apalagi ini YaTuhan!!!! Perasaan aku gak ada buat kesalahan deh, kenapa ada aja masalah yang datang.
Saat aku ingin keluar dari kamar mandi, Eleora menahan tangan ku. Menatap ku dengan tatapan tajamnya, dikira aku takut apa? Oh tentu tidak! Ku balas dengan tatapan malas melihat wajahnya.
"Sombong banget sih jadi orang!!!"
Aku mengangkat satu alis ku saat mendengar pernyataannya. Ya aku sombong karena muak dengan sikapnya, coba tanya teman-temanku sesombong apa diriku ini. Aku mencoba melepaskan cekalan tangannnya namun lagi-lagi dia mencekal.
"Jangan deket-deket Revin bisa gak sih? Duduk di kafe aja mesti amat dempetan!" Aku tersenyum miring medengar perkataannya. Mengubah tatapan ku menjadi tajam dan menusuk kemudian berjalan mendekatinya.
"Kita-kita udah berteman belasan tahun, dan kau orang baru, datang hanya beberapa bulan langsung mau jauhin kami? Oh tentu gak bisa sayang!!!" Tampak wajah Eleora yang kesal mendengar perkataanku. BODOAMAT pikirku.
Setelah mengatakan itu, aku berjalan keluar dari kamar mandi sambil merapikan tataan rambut. Aku berjalan mendekat kepada mereka, Revin bertanya Eleora dimana, hanya jawaban dari bahu saja yang kubuat. Selang beberapa menit, Eleora datang dan duduk ditengah-tengah aku dan Revin. Semua menatap kearahnya, dan menatap tak suka. Ah sudahlah mood ku mendadak buruk. Kemudian aku berdiri dan mengambil tas yang ada di atas meja.
"Aku pulang deluan deh, kapan-kapan call aja kalau mau ketemuan. Tapi jangan bawa si perusak mood!" Berjalan keluar dari kafe, tak menghiraukan teriakan Eleora yang tidak terima ku sebut seperti itu. Tersindir kali ya ahahaha!!!